Header Ads

Apa Yang Harus Diucapkan Dan Dikerjakan Jika Berbuat Dosa

Sumber Channel Telegram: MaktabahFairuzAddailamiy

Apa Yang Harus Diucapkan Dan Dikerjakan Jika Berbuat Dosa

Dari Ali bin Abi Thalib رضي الله عنه yang berkata:

كُنْتُ إِذَا سَمِعْتُ مِنْ رَسُوْلِ اللهِ ﷺ حَدِيْثاً نَفَعَنِي اللهُ بِمَا شَاءَ مِنْهُ، وَإِذَا حَدَّثَنِي عَنْهُ غَيْرِي اِسْتَحْلَفْتُهُ، فَإِذَا حَلَفَ لِي صَدَّقْتُهُ. وَإِنَّ أَبَا بَكْرٍ -رضي الله عنه- حَدَّثَنِي وَصَدَقَ أَبُوْ بَكْرٍ أَنَّهُ سَمِعَ النَّبِيَّ ﷺ قَالَ : «مَا مِنْ رَجُلٍ يُذْنِبُ ذَنْباً فَيُحْسِنُ الطُّهُوْرَ، ثُمَّ يَقُوْمُ فَيُصَلِّي رَكْعَتَيْنِ، ثُمَّ يَسْتَغْفِرُ اللهَ إِلَّا غَفَرَ اللهُ لَهُ»، ثُمَّ قَرَأَ هَذِهِ الْآيَةَ: ﴿وَالَّذِينَ إِذَا فَعَلُوا فَاحِشَةً أَوْ ظَلَمُوا أَنْفُسَهُمْ ذَكَرُوا الله﴾ [آل عمران: 135] إلى آخر الآية.


Aku dulu jika mendengar hadits dari Rasulullah ﷺ, Allah memberiku manfaat dengan itu sekehendak Allah. Tapi jika orang lain menyampaikan hadits dari Nabi kepadaku, aku menuntutnya bersumpah. Lalu jika dia bersumpah kepadaku, akupun membenarkannya. Dan sesungguhnya Abu Bakr رضي الله عنه pernah menyampaikan hadits kepadaku, dan Abu Bakr itu jujur, bahwasanya dia mendengar Nabi ﷺ bersabda (yang artinya): 

“Tidak ada seorangpun yang berbuat dosa, lalu dia memperbagus bersucinya, kemudian dia bangkit mengerjakan shalat dua rekaat, kemudian dia memohon ampunan kepada Allah, kecuali Allah pasti mengampuninya." Kemudian beliau membacakan firman Allah ta’ala (yang artinya): “Dan mereka adalah orang-orang yang jika mengerjakan kekejian atau menzhalimi diri mereka sendiri mereka mengingat Allah” sampai akhir ayat.HR. Abu Dawud (1521). Asy Syaikh Al Albaniy berkata: “Hadits shahih”.
---------

Abu Fairuz وفقه الله berkata dengan memohon taufik pada Allah ta’ala: hadits tadi juga diriwayatkan oleh At Tirmidziy (406) dan Ibnu Majah (1395) dari jalur Utsman ibnil Mughirah Ats Tsaqafiy: dari Ali bin Rabi’ah Al Asadiy: dari Asma ibnil Hakam Al Fazariy: dari Ali رضي الله عنه.
Utsman ibnil Mughirah Ats Tsaqafiy itu dari Kufah, tsiqah.
Ali bin Rabi’ah Al Asadiy juga Tsiqah.
Asma ibnil Hakam Al Fazariy yang benar adalah majhul hal (dikenal keshalihannya, tapi tak ada ulama terpandang yang mentsiqahkannya). Rujuk “Tahdzibut Tahdzib”.

Ibnu Adi berkata: “Asma ibnil Hakam Al Fazariy ini tidak dikenal kecuali dengan hadits ini. Dan boleh jadi dia punya hadits lain”. (“Al Kamil Fidh Dhu’afa”/1/hal. 430).

Maka sanad hadits ini adalah lemah karena Asma ibnil Hakam Al Fazariy.
Dan hadits ini diingkari oleh Al Imam Al Bukhariy رحمه الله dan berkata: “Dan tidak ada yang meriwayatkan dari Asma ibnil Hakam Al Fazariy kecuali satu rawi tadi, dan satu hadits lain, dia tidak ada yang mendukungnya. Para Shahabat Nabi ﷺ saling meriwayatkan satu sama lain, dan mereka tidak saling menuntut sumpah”. (“At Tarikhul Kabir”/2/hal. 54).

Al Hafizh Al Mizziy membantah Al Imam Al Bukhariy, dan mendatangkan beberapa riwayat dukungan terhadap Asma ibnil Hakam Al Fazariy. (Rujuk “Tahdzibul Kamal”/2/hal. 535).

Tapi Al Mizziy رحمه الله dibantah oleh Al Hafizh Ibnu Hajar  رحمه الله seraya berkata: “Riwayat-riwayat pendukung yang disebutkan oleh Al Mizziy itu tidak mampu menguatkan hadits itu sedikitpun, karena pendukung-pendukung tadi lemah sekali”. (“Tahdzibut Tahdzib”/1/hal. 234).

Yang betul adalah: Asma ibnil Hakam Al Fazariy itu majhul hal, walaupun tidak separah majhul ain.
Memang Al ‘Ijliy mentsiqahkan dia (rujuk “Ats Tsiqat”/Al ‘Ijliy/1/hal. 223).

Akan tetapi hukum tsiqah yang datang dari Al ‘Ijliy tidak bisa menjadi sandaran jika sendirian ataupun sekedar bersama Ibnu Hibban. Rujuk “Al Anwarul Kasyifah” (Al Mu’allimiy/hal. 117), “Al Muqtarah” (Al Wadi’iy/hal. 46-47), dan bahkan dalam “Silsilatul Ahaditsish Shahihah” (Al Albaniy/9/hal. 81).

Al Hafizh Al Bazzar رحمه الله berkata “Asma ibnil Hakam Al Fazariy majhul”. (“Al Bahruz Zakhkhar”/1/hal. 9).

Al Hafizh Al ‘Uqailiy رحمه الله juga mengikuti Al Imam Al Bukhariy رحمه الله dalam menghukumi mungkarnya riwayat tadi. (“Adh Dhu’afaul Kabir”/Al ‘Uqailiy/no. (126)).

Akan tetapi sekalipun hadits tadi lemah, dalil-dalil yang lain menunjukkan diampuninya dosa orang yang berwudhu dan memperbagus wudhunya, lalu mengerjakan shalat dengan khusyu’.

Al Imam Ibnu Utsaimin رحمه الله ditanya: “Apakah hukum shalat tobat? Dan bagaimana keshahihan dalil yang datang tentang masalah tadi?”

Beliau menjawab: “Shalat tobat haditsnya itu punya kelemahan. Akan tetapi dia punya pendukung-pendukung yang menunjukkan bahwasanya shalat tadi punya dalil, seperti hadits Utsman bin Affan رضي الله عنهما ketika beliau berwudhu seperti wudhu Nabi ﷺ dan berkata: Sesungguhnya Nabi  berwudhu seperti wudhuku ini, lalu beliau bersabda:

«مَنْ تَوَضَّأَ نَحْوَ وُضُوْئِي هَذَا، ثُمَّ صَلَّى رَكْعَتَيْنِ لَا يُحَدِّثُ فِيْهِمَا نَفْسَهُ غَفَرَ اللهُ لَهُ مَا تَقَدَّمَ مِنْ ذَنْبِهِ».

“Barangsiapa berwudhu seperti wudhuku ini, lalu mengerjakan shalat dua rekaat, dia tidak mengajak dirinya berbicara di dalam dua rekaat tadi, niscaya Allah akan mengampuni untuknya dosa dia yang terdahulu”.

Maka hadits ini sebagai pendukung yang menunjukkan bahwasanya seseorang itu jika dia berwudhu lalu menyempurnakan wudhunya, kemudian mengerjakan shalat dua rekaat, niscaya akan diampuni untuknya dosa dia yang terdahulu. Dan shalat tadi tidak dinamakan dengan shalat tobat, akan tetapi dia adalah shalat sunat wudhu. Akan tetapi dengan itu tobat didapatkan”.
(Selesai dari “Liqaatul Babil Maftuh”/Al Utsaimin/1/hal. 425).
-------------------

( “Ash Shahihul Muntaqa Min Adzkaril Mushthafa” karya Asy Syaikh Adnan bin Husain Al Mishqariy | Kumpulan Zikir & Do'a Pilihan ( Jilid 2 ) Asy Syaikh Abu Fairuz Abdurrohman bin Soekojo Al Qudsiy Al Jawiy حفظهما الله )
Diberdayakan oleh Blogger.