APAKAH BENAR ULAMA SALAF DAHULU TIDAK MAU MENERJEMAHKAN SIFAT² ALLAH KEDALAM BAHASA LAIN SELAIN BAHASA ARAB?
APAKAH BENAR ULAMA SALAF DAHULU TIDAK MAU MENERJEMAHKAN SIFAT² ALLAH KEDALAM BAHASA LAIN SELAIN BAHASA ARAB?
السلام عليكم ورحمة الله وبركاته
Syaikh, bolehkah antum jelaskan perkataan ini:
Sufyan bin Uyainah berkata,
ليس لأحد أن يفسره بالعربية ولا بالفارسية
tidak boleh bagi seseorang menafsirkan/menjelaskan maknanya dengan bahasa Arab dan bahasa Persia
Ibnu Suraij berkata,
ولا نترجم عن صفاته بلغة غير العربية
Kami tidak akan menerjemahkan sifat-sifat Allah dengan bahasa (apapun) selain dari bahasa Arab.
Apakah benar ulama-ulama salaf dahulu enggan menterjemahkan sifat-sifat Allah kedalam bahasa lain, alasan ini dapat membawa keyakinan tasybih dan tajsim. Contohnya Allah mengabarkan dirinya di dalam Al Qur'an, يد الله فوق أيدهم lalu kita translate/terjemahkan kedalam bahasa Indonesia يد adalah tangan, "Tangan Allah di atas tangan mereka.." (QS. Al Fath 10), lalu bagaimana cara memahami perkataan mereka ini??
Mohon penjelasannya syaikh
-----------------------------
Jawaban dengan memohon pertolongan pada Allah ta'ala :
وعليكم السلام ورحمة الله وبركاته.
Perlu dipastikan sanadnya ke para ulama tadi. Padahal Al Qur'an diturunkan agar dipahami maknanya. Dan penerjemahan Al Qur'an adalah sesuatu yang dharuriy agar kaum Ajam tahu isi dan ajaran Al Qur'an. Ada ayat² yang berkata:
والله بما تعملون بصير.
"Dan Allah itu Bashir terhadap apa yang kalian amalkan."
Jika lafazh Bashir tadi tidak diterjemahkan ke bahasa yang dipahami oleh orang Ajam, bagaimana mereka tahu bahwasanya di dalamnya ada ancaman?"
Adapun jika dikhawatirkan akan timbul tasybih, maka ketahuilah bahwasanya tanpa diterjemahkan juga tidak akan selamat dari kemungkinan terjadinya tasybih, karena di dalam Al Qur'an juga ada ayat yang menetapkan bahwasanya manusia itu Bashir.
Maka apakah kita rela untuk orang berkata: "Ada tasybih di dalam Al Qur'an. Allah dinamakan sebagai Bashir, dan manusia juga dinamakan sebagai Bashir."
Apakah kita terima itu? Tentu saja tidak.
Kita akan mengatakan : bahwasanya sekedar kesamaan nama itu tidak mewajibkan kesamaan dzat² yang dinamai dengan nama² tadi.
Makanya:
Kita perlu menerjemahkan lafazh² tadi ke dalam bahasa yang dipahami oleh orang ajam agar mereka tahu isi dan kandungannya. Sambil kita jelaskan bahwasanya Allah itu punya penglihatan, namun penglihatan-Nya itu sempurna, tidak seperti penglihatan makhluk, yang serba cacat dan terbatas.
Demikian pula Allah itu punya tangan, namun jangan dibayangkan seperti tangan kita. Tangan Dia sempurna, sedangkan tangan kita adalah cacat dan kurang.
Jika sama sekali nama dan sifat Allah tidak boleh diterjemahkan, maka tak perlu lagi kita menerjemahkan makna "Allah".
Kita harus bilang pada umat bahwasanya Allah mengharamkan nama Dia tadi dipahami makna, kandungannya dan konsekuensinya.
Dan tak perlu lagi menerjemahkan makna La ilaha illallah, dan tak perlu lagi berdebat dengan umat tentang perbedaan antara Ilah dan Rabb, karena sama² tidak boleh diterjemahkan.
Dan tidak perlu lagi kita membantah masyarakat yang mengatakan bahwa "La ilaha illallah adalah tiada tuhan selain Allah," Karena toh kita tidak boleh menjelaskan arti ilah.
Dan seterusnya.
والله تعالى أعلم بالصواب.
➖➖➖➖➖➖➖➖➖➖➖➖➖
(Dijawab Oleh : Asy Syaikh Abu Fairuz Abdurrahman bin Soekojo Al Qudsiy Al Jawiy Hafidzahullah )
Rabu, 3 Shafar 1444 / 31-8-2022
Sumber Channel Telegram: fawaidMaktabahFairuzAdDailamiy