Header Ads

Ketenteraman Jiwa Saat Musibah Melanda

بسم الله الرحمن الرحيم

“Ketentraman Jiwa Saat Musibah Melanda”


Penulis Al Faqir Ilalloh:
Abu Fairuz Abdurrohman bin Soekojo Al Indonesiy Semoga Alloh memaafkannya

Maktabah Fairuz Ad Dailamiy
(Cetakan Pertama: Malaysia, Dzul Hijjah 1436 H)
(Cetakan Kedua: Indonesia, Syawwal 1437 H)
(Cetakan Ketiga: Malaysia, Muharrom 1438 H)


بسم الله الرحمن الرحيم

Pengantar penulis

      الحمد لله وأشهد أن لا إله إلا الله وأن محمدا عبده ورسوله اللهم صل وسلم على محمد وآله أجمعين أما بعد:
      
Sesungguhnya kehidupan dunia itu penuh dengan ujian, kegembirannya itu diselingi oleh kesedihan, kesihatannya itu disusuli dengan rasa sakit, kekayaannya itu bergantian dengan kemiskinan, keamanannya itu dikepung oleh rasa takut, bahkan kehidupannya itu ditutup dengan kematian. Yang demikian itu Alloh lakukan agar manusia tidak menjadikan dunia sebagai negeri menetap, tapi menjadikannya sebagai jambatan yang harus dilalui. Dan dengan itu Alloh menguji siapakah yang terbaik amalannya sehingga masuk Syurga (Jannah), dan siapakah yang lalai dan terlena sehingga terancam dengan Neraka (Jahannam). Alloh ta’ala berfirman:

﴿أَمْ حَسِبْتُمْ أَنْ تَدْخُلُوا الْجَنَّةَ وَلَمَّا يَأْتِكُمْ مَثَلُ الَّذِينَ خَلَوْا مِنْ قَبْلِكُمْ مَسَّتْهُمُ الْبَأْسَاءُ وَالضَّرَّاءُ وَزُلْزِلُوا حَتَّى يَقُولَ الرَّسُولُ وَالَّذِينَ آمَنُوا مَعَهُ مَتَى نَصْرُ الله أَلَا إِنَّ نَصْرَ الله قَرِيبٌ﴾ [البقرة: 214]

“Apakah kalian mengira bahwasanya kalian akan masuk Syurga padahal belum datang kepada kalian permisalan orang-orang yang telah berlalu sebelum kalian? Mereka tertimpa kemiskinan, rasa sakit, dan mereka digoncang sehingga Rosul dan orang-orang yang beriman yang bersamanya berkata: “Bilakah akan datangnya pertolongan Alloh?” Ketahuilah sesungguhnya pertolongan Alloh itu dekat.”

Dan Alloh ta’ala berfirman:

﴿كُلُّ نَفْسٍ ذَائِقَةُ الْمَوْتِ وَنَبْلُوكُمْ بِالشَّرِّ وَالْخَيْرِ فِتْنَةً وَإِلَيْنَا تُرْجَعُونَ ﴾ [الأنبياء: 35]

“Setiap jiwa pasti akan merasakan kematian. Dan Kami akan menguji kalian dengan keburukan dan kebaikan sebagai cubaan. Dan hanya kepada Kami sajalah kalian akan dikembalikan.”

Orang yang lebih mengutamakan kehidupan dunia dan tidak menghormati Alloh dengan penghormatan yang benar, dia akan rugi. Alloh ta’ala berfirman:

﴿فَإِذَا جَاءَتِ الطَّامَّةُ الْكُبْرَى * يَوْمَ يَتَذَكَّرُ الْإِنْسَانُ مَا سَعَى * وَبُرِّزَتِ الْجَحِيمُ لِمَنْ يَرَى * فَأَمَّا مَنْ طَغَى * وَآثَرَ الْحَيَاةَ الدُّنْيَا * فَإِنَّ الْجَحِيمَ هِيَ الْمَأْوَى﴾ [النازعات/34-39].

“Maka jika telah datang malapetaka besar (Kiamat), pada hari manusia mengingati apa yang telah dia usahakan. Dan Jahim ditampilkan bagi orang yang melihat. Maka adapun orang yang melampaui batas dan lebih mengutamakan kehidupan dunia, maka sesungguhnya Jahim itulah tempat tinggalnya.”

Adapun orang yang memerangi dirinya untuk taat pada Alloh ta’ala. Dan sabar di atasnya untuk Alloh, maka mereka itu tidak tertimpa ketakutan dan tidak bersedih hati. Alloh ta’ala berfirman:

﴿يَا عِبَادِ لَا خَوْفٌ عَلَيْكُمُ الْيَوْمَ وَلَا أَنْتُمْ تَحْزَنُونَ * الَّذِينَ آمَنُوا بِآيَاتِنَا وَكَانُوا مُسْلِمِينَ * ادْخُلُوا الْجَنَّةَ أَنْتُمْ وَأَزْوَاجُكُمْ تُحْبَرُونَ * يُطَافُ عَلَيْهِمْ بِصِحَافٍ مِنْ ذَهَبٍ وَأَكْوَابٍ وَفِيهَا مَا تَشْتَهِيهِ الْأَنْفُسُ وَتَلَذُّ الْأَعْيُنُ وَأَنْتُمْ فِيهَا خَالِدُونَ * وَتِلْكَ الْجَنَّةُ الَّتِي أُورِثْتُمُوهَا بِمَا كُنْتُمْ تَعْمَلُونَ * لَكُمْ فِيهَا فَاكِهَةٌ كَثِيرَةٌ مِنْهَا تَأْكُلُونَ﴾  [الزخرف/68-73].

“Wahai para hamba-Ku kalian pada hari ini tidak tertimpa ketakutan dan tidak bersedih hati, yaitu orang-orang yang beriman pada ayat-ayat kami dan dulunya adalah Muslimin. Masuklah kalian dan istri-istri kalian ke dalam Jannah dalam keadaan digembirakan. Mereka dikelilingi dengan piring-piring dan gelas-gelas dari emas. Dan di dalamnya terdapat apa saja yang diinginkan oleh jiwa dan disukai oleh mata. Dan kalian di dalamnya kekal. Dan Jannah itulah yang Aku wariskan kepada kalian disebabkan oleh apa yang kalian amalkan. Kalian di dalamnya akan mendapatkan buah-buahan yang banyak, sebagiannya kalian makan.”

Alloh subhanah berfirman:

﴿وَأَمَّا مَنْ خَافَ مَقَامَ رَبِّهِ وَنَهَى النَّفْسَ عَنِ الْهَوَى * فَإِنَّ الْجَنَّةَ هِيَ الْمَأْوَى﴾ [النازعات/40، 41].

“Adapun orang yang takut pada kebesaran Robbnya dan menahan dirinya dari keinginannya maka Jannahlah tempat tinggalnya.”

Dan dari Anas bin Malik rodhiyallohu ‘anh yang berkata: Rosululloh shollallohu ‘alaihi wasallam bersabda:

«يؤتى بأنعم أهل الدنيا من أهل النار يوم القيامة، فيصبغ في النار صبغة ثم يقال: يا ابن آدم هل رأيت خيرا قط؟ هل مرّ بك نعيم قط؟ فيقول: لا والله يا رب. ويؤتى بأشد الناس بؤسا فى الدنيا من أهل الجنة فيصبغ صبغة فى الجنة، فيقال له: يا ابن آدم هل رأيت بؤسا قط؟ هل مر بك شدة قط؟ فيقول: لا والله يا رب، ما مر بي بؤس قط. ولا رأيت شدة قط».

“Akan didatangkan penduduk dunia yang paling senang (di dunia) dari penduduk Neraka pada hari Kiamat, lalu dia dicelupkan satu kali ke dalam Neraka, lalu ditanyakan padanya: “Wahai anak Adam, apakah engkau melihat suatu kebaikan sama sekali? Apakah pernah melewatimu suatu kesenangan sama sekali?” Maka dia menjawab: “Tidak, demi Alloh, wahai Robb.” Dan akan didatangkan penduduk dunia yang paling sengsara (di dunia) dari penduduk Jannah pada hari Kiamat, lalu dia dicelupkan satu kali ke dalam Jannah, lalu ditanyakan padanya: “Wahai anak Adam, apakah engkau melihat suatu kesengsaraan sama sekali? Apakah pernah melewatimu suatu kesusahan sama sekali?” Maka dia menjawab: “Tidak, demi Alloh, wahai Robb. Belum pernah melewatiku suatu kesusahan sama sekali. Belum pernah saya melihat suatu kesengsaraan sama sekali.” (HR. Muslim (7266)).

Maka untuk membantu saudara-saudara kita dalam menghadapi ujian di dunia, saya akan menyampaikan sedikit nasihat dan hiburan, semoga menjadi embun penyejuk jiwa dan penguat hati. Dan tidak ada upaya ataupun kekuatan kecuali dengan pertolongan Alloh.

Bab Satu: Beberapa Langkah Mengobati Pedihnya Musibah

Alloh subhanahu wa ta’ala dan Rosul-Nya telah mendatangkan bimbingan yang sempurna untuk mengobati beratnya derita musibah, di antaranya adalah sebagai berikut:

Pertama:
Menyedari bahwasanya diri kita dan seluruh harta yang kita miliki adalah milik Alloh. Maka Alloh berhak mengambil apa yang menjadi kepunyaan-Nya itu bila masa saja.

عن أنس رضي الله عنه قال : مات ابن لأبي طلحة من أم سليم فقالت لأهلها: لا تحدثوا أبا طلحة بابنه حتى أكون أنا أحدثه. قال: فجاء فقربت إليه عشاء فأكل وشرب فقال: ثم تصنعت له أحسن ما كانت تصنع قبل ذلك، فوقع بها فلما رأت أنه قد شبع وأصاب منها قالت: يا أبا طلحة أرأيت لو أن قوماً أعاروا عاريتهم أهل بيت فطلبوا عاريتهم ألهم أن يمنعوهم ؟ قال: لا. قالت: فاحتسب ابنك. قال: فغضب وقال: تركتني حتى تلطخت ثم أخبرتني بابني؟ فانطلق حتى أتى رسول الله صلى الله عليه و سلم فأخبره بما كان، فقال رسول الله صلى الله عليه و سلم: «بارك الله لكما في غابر ليلتكما». قال: فحملت. الحديث. (أخرجه مسلم (2144)).

Dari Anas rodhiyallohu ‘anh yang berkata: “Salah seorang anak Abu Tholhah dari Ummu Sulaim meninggal. Maka Ummu Sulaim berkata kepada keluarganya: “Janganlah kalian memberitahu Abu Tholhah bahwasanya anaknya meninggal, sampai akulah yang akan memberitahu dia.” Lalu Abu Tholhah datang, kemudian Ummu Sulaim mendekatkan padanya makan malam. Lalu Abu Tholhah makan dan minum. Kemudian Ummu Sulaim berhias untuknya dengan dandanan yang lebih cantik daripada sebelumnya. Maka Abu Tholhah pun menggaulinya.

Manakala Ummu Sulaim melihat bahwasanya Abu Tholhah telah kenyang dan telah menggaulinya, dia berkata: “Wahai Abu Tholhah, apa pendapatmu jika ada suatu kaum yang meminjamkan suatu pinjaman pada suatu keluarga, kemudian mereka meminta kembali pinjaman mereka tadi. Apakah keluarga itu boleh untuk menghalanginya?” Abu Tholhah menjawab: “Tidak boleh.” Ummu Sulaim berkata: “Maka harapkanlah pahala atas kematian anakmu.”

Maka Abu Tholhah marah dan berkata: “Engkau membiarkan aku sampai aku bergelumang kemudian engkau mengkhabarkan aku tentang kematian anakku?” Lalu Abu Tholhah berangkat hingga menjumpai Rosululloh shollallohu ‘alaihi wasallam, kemudian dia mengkhabarkan beliau tentang apa yang terjadi. Maka Rosululloh shollallohu ‘alaihi wasallam bersabda: “Semoga Alloh memberkahi untuk kalian berdua di puncak malam kalian berdua.” Maka Ummu Sulaim pun hamil.” Al hadits. (HR. Muslim 2144)).

Perhatikanlah betapa dalamnya pemahaman Ummu Sulaim rodhiyallohu ‘anha tentang hakikat musibah ini, yang mana hal itu menjadikan hatinya tenteram dan ridho kepada Alloh, sehingga Alloh memberkahi keluarga tadi dan menggantikan untuk mereka dengan anak yang diberkahi, disertai dengan keberuntungan mereka dengan mendapatkan pahala kesabaran menghadapi musibah.

Dan akan datang penyebutan dalil-dalil yang lain beserta dengan penjelasannya insya Alloh.


Yang kedua:
dia harus yakin bahwasanya apa yang menimpa dirinya itu sudah ditaqdirkan oleh Alloh, dan pengaturan-Nya itu pasti baik untuk sang hamba. Barangsiapa yakin akan bagusnya pengaturan Alloh, dan betapa besarnya kasih sayang Alloh untuknya, dia akan yakin bahwasanya yang Alloh pilihkan untuk menimpa dirinya itu adalah yang terbaik untuk dirinya jika dia menghadapi musibah tadi dengan kesabaran dan setia pada syari’at. Alloh ta’ala berfirman:

﴿وَعَسَى أَنْ تَكْرَهُوا شَيْئًا وَهُوَ خَيْرٌ لَكُمْ وَعَسَى أَنْ تُحِبُّوا شَيْئًا وَهُوَ شَرٌّ لَكُمْ وَاللَّهُ يَعْلَمُ وَأَنْتُمْ لَا تَعْلَمُونَ﴾ [البقرة: 216]

“Dan bisa jadi kalian membenci sesuatu dalam keadaan dia itu lebih baik untuk kalian, dan bisa jadi kalian menyukai sesuatu dalam keadaan dia itu lebih buruk untuk kalian, dan Alloh mengetetahui, sementara kalian tidak mengetahui.”

Al Imam Ibnul Qoyyim رحمه الله berkata: "Maka lihatlah orang yang menanami suatu kebun dari kebun-kebun yang ada, yang dia itu ahli bercucuk tanam, menanami kebun, merawatnya dengan pengairan dan perbaikan, hingga pepohonannya itu berbuah, lalu petani ini memisahkan urat-uratnya, memotongi dahan-dahannya, karena dia tahu bahwasanya jika dibiarkan sesuai keadaannya itu maka buahnya tidak bagus. Dia memberinya makan (sistem menyambung atau melekat) dari pohon yang buahnya bagus, sampai jika pohon yang ini telah melekat dengan pohon yang itu, dan menyatu, serta memberikan buahnya, si petani mendatanginya dengan alat potongnya, dia memotongi dahan-dahannya yang lemah yang bisa menghilangkan kekuatan pohon itu, dan apa yang akan tertimpa padanya kesakitan, dipotong dan sakitnya kena besi demi kemaslahatan dan kesempurnaan pohon itu, agar menjadi baiklah buahnya untuk dihadirkan kepada para raja.

Kemudian si petani tidak membiarkan pohon tadi mengikuti tabiatnya untuk makan dan minum sepanjang waktu, bahkan di suatu waktu dia membuatnya haus, dan di waktu yang lain dia memberinya minum, dan tidak membiarkan air sentiasa menggenanginya sekalipun yang demikian itu membuatkan daunnya lebih hijau dan lebih mempercepat tumbuhnya. Kemudian dia menuju ke pada hiasan tersebut yang dengannya pohon tadi berhias, yaitu dedaunannya, dia membuang banyak sekali dari hiasannya tadi karena hiasannya itu menghalangi kesempurnaan kematangan buah dan keseimbangannya sebagaimana di pohon anggur dan semisalnya. Dia memotong bagian-bagian itu dengan besi dan membuang banyak hiasannya. Dan yang demikian itu, adalah benar-benar kemaslahatan untuk pohon itu. Seandainya pohon itu punya indra pembeza dan alat pengetahuan seperti haiwan, pastilah dia akan menduga bahwasanya perlakuan tadi merosak dirinya dan membahayakan dirinya, padahal itu benar-benar kemaslahatan untuk dirinya.

Demikian pula seorang bapak yang berbelas kasihan pada anaknya, yang tahu akan kemaslahatan anaknya, jika dia melihat kemaslahatannya itu ada pada pengeluaran darah yang rosak dari badannya, sang bapak akan melukai kulitnya dan memotong uratnya serta menimpakan padanya rasa yang sangat sakit. Dan jika dia melihat kesembuhan sang anak ada pada pemotongan salah satu anggota badannya, dia akan memisahkan anggota badan tersebut darinya. Yang demikian itu adalah kasih sayang untuknya dan belas kasihan untuknya. Dan jika dia melihat bahwasanya kemaslahatan anaknya itu ada pada penahanan pemberian, dia tidak memberi anaknya dan tidak memperluas pemberian untuknya karena dia mengetahui bahwasanya hal itu adalah sebab terbesar bagi kerusakannya dan kebinasaannya. Dan demikian pula sang ayah menghalanginya dari kebanyakan keinginannya dalam rangka melindunginya dan untuk kemaslahatan dirinya, bukan karena kikir kepadanya.
Maka Sang Hakim Yang paling bijaksana, Sang Maha Penyayang, Sang Maha tahu, Yang mana Dia itu lebih sayang kepada para hamba-Nya daripada kasih sayang mereka kerhadap diri mereka sendiri, dan lebih sayang pada mereka daripada ayah ibu mereka: jika Dia menurunkan kepada mereka perkara yang mereka benci, maka hal itu lebih baik untuk mereka daripada Dia tidak menurunkannya kepada mereka, karena Dia memang memperhatikan mereka, baik kepada mereka, dan lembut kepada mereka. Andaikata mereka di izinkan untuk memilih bagi diri mereka sendiri, nescaya mereka tidak mampu menegakkan kemaslahatan diri mereka sendiri, secara ilmu, kehendak, dan amalan. Akan tetapi Alloh Yang Maha suci itulah Yang mngurusi pengaturan urusan mereka dengan tuntutan dari ilmu Dia, hikmah Dia, dan kasih sayang Dia, sama saja: mereka suka ataukah tidak suka.

Maka orang-orang yang yakin akan nama dan sifat Alloh mengetahui yang demikian itu, sehingga mereka tidak menuduh Alloh dengan suatu tuduhan apapun dalam hukum-hukum-Nya. Dan hal ini tidak diketahui oleh orang-orang yang tidak tahu nama-nama dan sifat-sifat Alloh, sehingga mereka menentang Alloh dalam pengaturan-Nya, dan mereka mencela-Nya dalam hikmah-Nya, mereka membantah hukum-Nya dengan akal-akal mereka yang rosak dan rasional mereka yang batil, serta politik-politik mereka yang tidak adil. Maka mereka itu tidak mengenal Robb mereka, dan mereka juga tidak menghasilkan kemaslahatan diri mereka sendiri. Dan hanya Alloh sajalah Yang memberikan taufiq.

Dan bila saja sang hamba memperoleh pengetahuan ini, dia di dunia akan tinggal di suatu syurga sebelum di Akhirat, yang mana tidak ada kenikmatan yang menyerupainya kecuali kenikmatan Akhirat, karena orang ini terus-menerus ridho kepada Robb-Nya. Sementara keridhoan itu adalah syurga dunia dan tempat pengisytirehatan orang-orang yang mengenal Alloh, karena sesungguhnya dia itu jiwanya tenteram dengan taqdir-taqdir apapun yang terjadi padanya, yang mana taqdir itu adalah pilihan Alloh untuknya. Dan keridhoan itu adalah ketenangan jiwa kepada hukum-hukum agama Alloh.

Dan inilah yang namanya: kita meridhoi Alloh sebagai Robb, Islam sebagai agama, dan Muhammad sebagai Rosul. Dan orang yang tidak mendapatkan ini, dia belum merasakan nikmat keimanan. Dan keridhoan ini sesuai dengan kadar pengetahuan hamba tentang keadilan Alloh, hikmah-Nya, rohmat-Nya, dan bagusnya pilihan-Nya. Maka semakin sang hamba mengetahui yang demikian itu, dia akan semakin ridho pada Alloh. Maka ketetapan Robb Yang Maha suci kepada hamba-Nya itu beredar di antara keadilan, kemaslahatan, hikmah, dan rohmah, tidak keluar dari yang demikian itu sama sekali."
(selesai dari “Al Fawaid”/hal. 92-94).

Yang ketiga:
menghibur diri dengan keutamaan- keutamaan musibah. Keutamaan musibah itu banyak, di antaranya adalah:

Keutamaan pertama: mendapatkan sholawat dari Alloh.

Alloh ta’ala berfirman:
﴿وبشر الصابرين * الذين إذا أصابتهم مصيبة قالوا إنا لله وإنا إليه راجعون * أولئك عليهم صلوات من ربهم ورحمة وأولئك هم المهتدون﴾ [البقرة : 155].

“Dan berikanlah kabar gembira untuk orang-orang yang bersabar, yaitu orang-orang yang jika tertimpa musibah mereka berkata: “Sesungguhnya kami adalah milik Alloh, dan sungguh hanya kepada-Nya kami akan kembali.” Mereka itulah orang-orang yang akan mendapatkan sholawat dari Robb mereka dan rohmat, dan mereka itulah orang-orang yang mengikuti petunjuk.”

Keutamaan kedua: mendapatkan rohmah.

Keutamaan ketiga: mendapatkan petunjuk.

Keutamaan keempat: mendapatkan pahala. Orang yang tertimpa musibah, lalu dia bersabar, maka sungguh dia akan mendapatkan pahala kesabaran, yang mana Alloh ta’ala berfirman:

﴿إِنَّمَا يُوَفَّى الصَّابِرُونَ أَجْرَهُمْ بِغَيْرِ حِسَابٍ﴾ [الزمر: 10].

“Hanyalah orang-orang yang bersabar itu yang pahala mereka dicukupi tanpa batas.”
Dari Abu Huroiroh rodhiyallohu ‘anh yang berkata: Rosululloh shollallohu ‘alaihi wasallam bersabda:

يقول الله تعالى ما لعبدي المؤمن عندي جزاء إذا قبضت صفيه من أهل الدنيا ثم احتسبه إلا الجنة

“Alloh ta’ala berfirman: “Tidak ada bagi hamba-Ku mukmin pahala di sisi-Ku jika Aku mengambil orang kesayangannya dari penduduk dunia, lalu dia mengharapkan pahala dari itu kecuali Syurga.” (HR. Al Bukhoriy (6424)).

Keutamaan kelima: mendapatkan keridhoan Alloh. Dari Anas bin Malik rodhiyallohu ‘anh yang berkata: Rosululloh shollallohu ‘alaihi wasallam bersabda:

إن عظم الجزاء مع عظم البلاء وإن الله إذا أحب قوما ابتلاهم فمن رضي فله الرضا ومن سخط فله السخط

“Sesungguhnya besarnya pahala itu sesuai dengan besarnya musibah. Dan sesungguhnya Alloh jika mencintai suatu kaum, Dia akan menguji mereka. Barangsiapa ridho dengan itu, maka dia akan mendapatkan keridhoan. Dan barangsiapa marah, maka dia akan mendapatkan kemarahan.” (HR. At Tirmidziy (2396) dan Ibnu Majah (4031)/hadits hasan).

Keutamaan keenam: mendapatkan ganti yang lebih baik. Dari Ummu Salamah rodhiyallohu ‘anha yang berkata:

سمعت رسول الله صلى الله عليه وعلى آله وسلم، يقول: «ما من عبد تصيبه مصيبة، فيقول: ﴿إنا لله وإنا إليه راجعون﴾ [البقرة: 156] ، اللهم أجرني في مصيبتي، وأخلف لي خيرا منها، إلا أجره الله في مصيبته، وأخلف له خيرا منها»، قالت: فلما توفي أبو سلمة، قلت كما أمرني رسول الله صلى الله عليه وعلى آله وسلم، ثم قلت ومن خير من أبي سلمة؟ فأخلف الله لي خيرا منه، رسول الله صلى الله عليه وعلى آله وسلم.

“Aku mendengar Rosululloh shollallohu ‘alaihi wasallam bersabda: “Tiada seorang hambapun yang tertimpa musibah lalu dia berkata: “Sesungguhnya kami adalah milik Alloh, dan sungguh hanya kepada-Nya kami akan kembali. Ya Alloh berilah saya pahala dalam musibah saya dan berilah saya ganti yang lebih baik daripadanya” kecuali pasti Alloh akan memberinya pahala dalam musibahnya dan memberinya ganti yang lebih baik daripadanya.”
Ummu Salamah berkata: “Manakala Abu Salamah meninggal, aku berkata sebagaimana yang diperintahkan oleh Rosululloh shollallohu ‘alaihi wasallam, lalu aku berkata:”Siapakah yang lebih baik daripada Abu Salamah?” Lalu Alloh memberiku ganti yang lebih baik daripada dia, yaitu: Rosululloh shollallohu ‘alaihi wasallam.” (HR. Muslim (918)).

Al Imam Abul Walid Al Bajiy rohimahulloh berkata: “Yang demikian itu karena kebaikan yang diketahui oleh Ummu Salamah dari Abu Salamah, yaitu keutamaannya, agamanya, dan kebaikannya, dan dia mengira bahwasanya dia tidak akan mendapatkan ganti yang lebih baik daripada Abu Salamah. Dan dia tidak mengira bahwasanya Rosululloh shollallohu ‘alaihi wasallam akan menikahinya. Andaikata dia tahu itu niscaya dia tidak akan mengucapkan perkataan tadi. Maka Alloh memberinya ganti dengan Rosululloh shollallohu ‘alaihi wasallam yang mana beliau lebih baik daripada Abu Salamah.” (“Al Muntaqo Syarhul Muwaththo”/2/hal. 29).

Keutamaan ketujuh: penghapusan dosa. Dari Al Aswad rohimahulloh yang berkata:

دخل شباب من قريش على عائشة -رضي الله عنه- وهي بمنى وهم يضحكون فقالت: ما يضحككم؟ قالوا: فلان خرّ على طنب فسطاط فكادت عنقه أو عينه أن تذهب. فقالت: لا تضحكوا، فإني سمعت رسول الله صلى الله عليه وسلم قال: «ما من مسلم يشاك شوكة فما فوقها إلا كتبت له بها درجة ومحيت عنه خطيئة».

“Beberapa pemuda dari Quroisy masuk mengunjungi ‘Aisyah rodhiyallohu ‘anha ketika beliau ada di Mina, dalam keadaan mereka tertawa. Maka ‘Aisyah bertanya: “Apa yang membuat kalian tertawa?” Mereka menjawab: “Si Fulan jatuh tertelungkup di atas tali kemah, hampir-hampir lehernya atau matanya hilang.” Maka beliau berkata: “Janganlah kalian tertawa. Kerana sesungguhnya aku mendengar Rosululloh shollallohu ‘alaihi wasallam berkata: “Tiada seorang muslim pun yang tertusuk duri atau yang lebih besar daripada itu, kecuali ditulis untuknya satu derajat, dan dihapus darinya satu kesalahan.” (HR. Muslim (2572)).

Al Imam An Nawawiy rohimahulloh berkata: “Di dalam hadits-hadits ini ada kabar gembira yang amat besar bagi kaum muslimin, bahwasanya jarang sekali seseorang itu terlepas dari musibah-musibah ini sesaat saja. Dan di dalamnya ada penghapusan kesalahan-kesalahan, dengan sebab penyakit-penyakit, musibah-musibah duniawi dan kesedihannya, sekalipun kesulitan tadi hanya sedikit saja. Dan di dalamnya ada peningkatan derajat-derajat dengan sebab perkara-perkara tadi, dan tambahan kebaikan-kebaikan. Dan inilah pendapat yang benar dari mayoritas ulama.” (“Al Minhaj”/16/hal. 364).

Keutamaan kedelapan: penaikan derajat. Dari Abu Huroiroh rodhiyallohu ‘anh yang berkata:

قال رسول الله صلى الله عليه وسلم: «إن الرجل ليكون له عند الله المنزلة، فما يبلغها بعمل فما يزال الله يبتليه بما يكره، حتى يبلغه إياها».

“Rosululloh shollallohu ‘alaihi wasallam bersabda: “Sesungguh ada seseorang yang memiliki suatu kedudukan di sisi Alloh, tapi dia tidak mencapainya dengan amalan. Maka Alloh terus-menerus mengujinya dengan perkara yang dibencinya sampai Alloh menyampaikan dia kepada kedudukan tadi.” (HR. Abu Ya’la (6095) dan yang lain, sanadnya hasan).

Dan Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah rohimahulloh berkata: “Dan jika ujian itu membesar, maka yang demikian itu bagi orang mukmin yang sholih adalah menjadi sebab ketinggian derajat dan besarnya pahala, …” (“Majmu’ul Fatawa”/28/hal. 152-153).

Langkah yang keempat untuk menghibur diri saat terkena musibah adalah:

mengetahui bahwasanya dirinya tidak sendirian dengan musibah tadi. Banyak orang sholih yang tertimpa musibah di dunia, namun mereka bersabar. Maka dengan itu hatinya pun menguat untuk turut meneladani langkah mereka.

Dari Ibnu Mas’ud rodhiyallohu ‘anh yang berkata:
قسم النبي صلى الله عليه وسلم قسما فقال رجل إن هذه لقسمة ما أريد بها وجه الله فأتيت النبي صلى الله عليه وسلم فأخبرته فغضب حتى رأيت الغضب في وجهه ثم قال يرحم الله موسى قد أوذي بأكثر من هذا فصبر

“Nabi shollallohu ‘alaihi wasallam membagi suatu pembagian, lalu ada orang yang berkata: “Sesungguhnya ini benar-benar pembagian yang tidak diinginkan dengannya wajah Alloh.” Maka aku mendatangi Nabi shollallohu ‘alaihi wasallam, kemudian aku mengabari beliau dengan hal itu, maka beliau marah hingga aku melihat kemarahan di wajah beliau. Kemudian beliau bersabda: “Semoga Alloh menyayangi Musa. Sungguh beliau telah disakiti lebih banyak dari ini, lalu beliau bersabar.” (HR. Al Bukhoriy (3405) dan Muslim (1062)).

Al Hafizh Ibnu Hajar rohimahulloh berkata: “Di dalam hadits ini ada faedah bahwasanya para pemilik keutamaan itu terkadang menjadi marah dikeranakan suatu ucapan yang ditujukan pada mereka, dan mereka bersamaan dengan itu menghadapinya dengan kesabaran dan tidak cepat menghukum, sebagaimana yang dilakukan oleh Nabi shollallohu ‘alaihi wasallam dalam rangka meneladani Musa ‘alaihissalam.” (“Fathul Bari”/10/hal. 512).

Dan juga di dalam hadits Ka’b bin Malik rodhiyallohu ‘anh yang berkata:
ثم قلت لهم: هل لقي هذا معي أحد؟ قالوا: نعم رجلان قالا مثل ما قلت، فقيل لهما مثل ما قيل لك. فقلت: من هما؟ قالوا: مرارة بن الربيع العمري وهلال بن أمية الواقفي. فذكروا لي رجلين صالحين قد شهدا بدرا فيهما أسوة، فمضيت حين ذكروهما لي. (أخرجه البخاري (4418) ومسلم (2769)).

“… lalu aku bertanya pada mereka: “Apakah ada orang yang mengalami hal ini bersamaku?” Mereka menjawab: “Iya. Ada dua orang yang berkata seperti apa yang engkau katakan, maka dikatakan kepada mereka seperti apa yang dikatakan kepadamu.” Maka aku bertanya: “Siapakah keduanya itu?” Mereka menjawab: “Muroroh Ibnur Robi’ Al ‘Umariy dan Hilal bin Umayyah Al Waqifiy.” Mereka menyebutkan padaku dua orang sholih yang telah mengikuti perang Badr, pada diri mereka ada keteladanan. Maka akupun melanjutkan tekadku ketika mereka menyebutkan padaku dua orang tadi.” (HR. Al Bukhoriy (4418) dan Muslim (2769)).

Lihatlah penjelasannya di dalam kitab “Zadul Ma’ad” karya Al Imam Ibnul Qoyyim rohimahulloh.

Dan masih banyak langkah-langkah untuk mengokohkan hati dalam menghadapi musibah.

Pasal penting:

Al Imam Ibnul Qoyyim رحمه الله berkata: “Pasal dalam petunjuk beliau صلى الله عليه وسلم dalam mengobati panasnya musibah dan kesedihannya. Alloh ta’ala berfirman:

﴿وبشر الصابرين * الذين إذا أصابتهم مصيبة قالوا إنا لله وإنا إليه راجعون * أولئك عليهم صلوات من ربهم ورحمة وأولئك هم المهتدون﴾ [البقرة : 155].

“Dan berikanlah kabar gembira untuk orang-orang yang bersabar, yaitu orang-orang yang jika tertimpa musibah mereka berkata: “Sesungguhnya kami adalah milik Alloh, dan sungguh hanya kepada-Nya kami akan kembali.” Mereka itulah orang-orang yang akan mendapatkan sholawat dari Robb mereka dan rohmat, dan mereka itulah orang-orang yang mengikuti petunjuk.”

Dan di dalam Al Musnad dari beliau صلى الله عليه وسلم bahwasanya beliau bersabda:

«ما من أحد تصيبه مصيبة فيقول : إنا لله وإنا إليه راجعون اللهم أجرني في مصيبتي وأخلف لي خيرا منها إلا أجاره الله في مصيبته وأخلف له خيرا منها».

“Tiada seorang pun yang tertimpa musibah lalu dia berkata: “Sesungguhnya kami adalah milik Alloh, dan sungguh hanya kepada-Nya kami akan kembali. Ya Alloh berilah saya pahala dalam musibah saya dan berilah saya ganti yang lebih baik daripadanya” kecuali pasti Alloh akan memberinya pahala dalam musibahnya dan memberinya ganti yang lebih baik daripadanya.”

Dan kalimat ini adalah termasuk obat yang paling mantap bagi orang yang terkena musibah dan paling bermanfaat untuknya di dunianya dan akhiratnya, kerana kalimat ini mengandung dua prinsip yang agung jika sang hamba mengetahuinya dengan pasti, menjadi terhiburlah dia dari musibahnya.

(Prinsip) Yang pertama adalah: bahwasanya hamba, keluarganya dan hartanya adalah milik Alloh عز وجل secara hakiki, dan Alloh telah menjadikannya sebagai titipan di sisi sang hamba. Maka jika Alloh mengambilnya darinya maka Dia itu bagaikan orang yang meminjamkan lalu mengambil kembali barangnya dari orang yang meminjam. Dan juga sesungguhnya dia itu terlingkupi dengan dua ketidakadaan: ketidakadaan sebelum itu, dan ketidakadaan setelah itu. Dan barang milik sang hamba itu adalah sekedar kesenangan yang dipinjamkan di masa yang pendek.
Dan juga sungguh dia itu bukanlah yang mengadakan barang itu sendiri dari ketidakadaan sampai barang itu menjadi miliknya secara hakiki, dan bukan pula dia yang menjaga barang tadi dari berbagai penyakit setelah barang tadi ada. Dan bukan pula dirinya yang menjadikan barang tadi lestari keberadaannya. Maka dia itu tidak punya pengaruh ataupun kepemilikan secara hakiki.

Dan juga dia itu adalah sekedar pengatur terhadap barang tadi dengan perintah, bagaikan pengaturan seorang hamba yang diperintah dan dilarang, bukan pengaturan yang dilakukan seorang tuan, oleh karena itulah tidak boleh baginya untuk mengelola barang tadi kecuali dengan apa yang mencocoki perintah pemiliknya yang hakiki.

(Prinsip) Yang kedua: bahwasanya tempat kembalinya sang hamba adalah kepada Alloh Tuannya yang benar, dan tidak bisa tidak dia harus meninggalkan dunia di belakang belakangnya dan mendatangi Robbnya sendirian sebagaimana Dia meciptakannya pada kali yang pertama tanpa keluarga, tanpa harta dan tanpa kerabat, akan tetapi dengan kebaikan- kebaikan dan kejelekan-kejelekan.

Maka jika inilah permulaan sang hamba dan apa yang Alloh berikan dan penghujungnya, maka bagaimana dia bergembira dengan apa yang ada, atau berputus asa terhadap apa yang hilang. Maka jika dia berpikir tentang permulaan dan kembalinya dirinya maka itu adalah termasuk obat yang paling besar untuk penyakit tadi.

Dan termasuk dari obat ( menghadapi pedihnya musibah ) adalah: hendaknya dia tahu dengan ilmu yaqin bahwasanya apa yang menimpanya itu tidak akan luput darinya, dan apa yang luput darinya tidak akan menimpanya. Alloh ta’ala berfirman:

﴿ما أصاب من مصيبة في الأرض ولا في أنفسكم إلا في كتاب من قبل أن نبرأها إن ذلك على الله يسير * لكي لا تأسوا على ما فاتكم ولا تفرحوا بما آتاكم والله لا يحب كل مختال فخور﴾ [ الحديد : 22]

“Tidaklah suatu musibah itu menimpa di bumi ataupun menimpa kalian kecuali ada di dalam suatu kitab sebelum kami menciptakannya. Sesungguhnya yang demikian itu mudah bagi Alloh. Itu agar kalian tidak putus asa atas apa yang luput dari kalian dan kalian tidak berbangga dengan apa yang Alloh berikan pada kalian. Dan Alloh tidak suka setiap orang angkuh lagi menyombongkan diri.”

Dan termasuk dari obatnya adalah: hendaknya dia melihat apa yang menimpa dirinya, niscaya dia mendapati Robbnya telah menyisakan untuknya yang semisal itu atau lebih bagus dari itu dan menyimpan untuknya –jika dia sabar dan ridho- yang lebih besar dan berliat-lipat daripada jika musibah tadi luput darinya. Dan Alloh itu andaikata menghendaki niscaya bisa menjadikan musibah tadi lebih besar daripada musibah yang tersebut.

Dan termasuk dari obatnya adalah: hendaknya dia memadamkan api musibahnya dengan dinginnya meneladani orang-orang yang terkena musibah. Dan hendaknya dia mengetahui bahwasanya: “Di setiap lembah itu ada Bani Sa’d.” Dan hendaknya dia melihat ke kanan: bukankah dia tidak akan melihat kecuali adanya ujian? Kemudian hendaknya dia melihat ke kiri: bukankah dia tidak akan melihat kecuali adanya penyesalan? Dan andaikata dia memeriksa alam ini tidaklah dia melihat di kalangan mereka kecuali orang yang terkena ujian, bisa jadi ujian itu berupa luputnya perkara yang disukai, bisa jadi berupa dihasilkannya perkara yang dibenci.

Dan bahwasanya kejelekan-kejelekan dunia itu adalah bagaikan mimpi di dalam tidur, atau bagaikan naungan yang akan segera hilang. Jika dunia itu membuat tertawa sedikit, dia akan membuat banyak menangis. Jika dia menyenangkan sehari, dia akan membuat susah di masa yang panjang. Dan jika dunia itu memberikan sedikit kesenangan, dia akan menghalangi selama masa yang panjang. Dan tidaklah dunia itu memenuhi suatu rumah dengan kebaikan kecuali akan memenuhinya dengan pelajaran. Dan tidaklah menyenangkannya sehari kecuali akan menyimpan untuknya hari kejelekan.

Ibnu Mas’ud رضي الله عنه berkata:

لكل فرحة ترحة وما ملئ بيت فرحا إلا ملئ ترحا

“Setiap kegembiraan itu punya kesedihan.
Dan tidaklah suatu rumah itu dipenuhi dengan kegembiraan kecuali akan dipenuhi dengan kesedihan.”

Ibnu Sirin berkata: “Tiada ketertawaan sedikitpun kecuali setelah itu adalah tangisan.”

Hind bintin Nu’man berkata: “Sungguh aku telah melihat dalam kondisi kami termasuk orang yang paling mulia dan paling kuat kekuasaannya, lalu tidaklah matahari terbenam sampai aku melihat dalam kondisi kami adalah orang yang paling sedikit. Dan bahwasanya wajib bagi Alloh untuk tidaklah Dia itu memenuhi suatu rumah dengan kebaikan kecuali akan memenuhinya dengan pelajaran.”

Dan seseorang memintanya untuk menceritakan kisah dirinya, maka dia menjawab: “Kami masuk di waktu pagi dalam keadaan tiada seorang Arabpun kecuali dia mengharapkan kami. Lalu kami masuk di waktu sore dalam keadaan tiada seorang Arabpun kecuali dia mengasihani kami.”

Dan pernah suatu hari saudarinya, Huroqoh bintin Nu’man, menangis dalam keadaan dia di masa kejayaannya. Maka Hind bertanya padanya: “Apa yang membuatmu menangis? Barangkali ada orang yang menyakitimu?” Dia menjawab: “Bukan, akan tetapi aku melihat kelapangan hidup di keluargaku. Dan jarang sekali suatu rumah penuh dengan kesenangan kecuali akan penuh dengan kesedihan.”

Ishaq bin Tholhah: “Aku pernah masuk menemui Hind pada suatu hari, maka aku bertanya padanya: “Bagaimana engkau melihat pelajaran raja-raja?” maka dia menjawab: “Kondisi kami hari ini lebih baik daripada kondisi kami kemarin.

Sungguh kami dapati dalam kitab-kitab bahwasanya tidaklah suatu keluarga hidup dengan kebaikan kecuali akan mereka akan disusuli setelah itu dengan pelajaran. Dan bahwasanya zaman itu tidaklah menampakkan untuk suatu kaum dengan perkara yang mereka senangi sehari saja kecuali zaman tadi menyembunyikan untuk mereka satu hari yang mereka benci.”

Lalu Hind berkata:
( فبينا نسوس الناس والأمر أمرنا ... إذا نحن فيهم سوقة نتنصف )
( فأف لدنيا لا يدوم نعيمها ... تقلب تارات بنا وتصرف )

“Sementara kami memimpin manusia dan kekuasaan adalah di tangan kami, tiba-tiba saja kami di tengah-tengah mereka menjadi orang pasar.
Aku jengkel dengan dunia, kenikmatannya tidak lestari, berbolak-balik berulang-kali terhadap kami dan berpaling.”

Dan termasuk dari obat ( menghadapi pedihnya musibah ) adalah: hendaknya dia mengetahui bahwasanya keluh kesah itu tidak bisa menolak musibah, bahkan melipatgandakannya, dan itu pada hakikatnya adalah pertambahan penyakit.



Dan termasuk dari obatnya adalah: hendaknya dia mengetahui bahwasanya hilangnya pahala kesabaran dan pahala kepasrahan –yaitu sholawat, rohmat dan hidayah yang dijaminkan Alloh pada kesabaran dan istirja’ (ucapan: inna lillah …) itu lebih besar daripada musibah tadi secara hakiki.

Dan termasuk dari obatnya adalah: hendaknya dia mengetahui bahwasanya keluh kesah dia itu membuat musuhnya senang, membuat sedih sahabatnya, membuat marah Robbnya, membuat senang setannya, dan menggugurkan pahalanya serta melemahkan dirinya. Jika dia bersabar dan mengharapkan pahala dia berhasil memotong setan dan menolaknya dalam keadaan setan tadi hina, membuat ridho Robbnya, membuat senang sahabatnya, dan membuat susah musuhnya, memikul kesedihan saudara-saudaranya dan menghibur mereka sebelum mereka menghibur dirinya. Maka inilah kekokohan dan kesempurnaan yang agung, bukannya memukul pipi, merobek krah baju, doa dengan kecelakaan dan kebinasaan dan kemarahan pada yang ditakdirkan.

Dan termasuk dari obatnya adalah: hendaknya dia mengetahui bahwasanya akibat yang menyusuli kesabaran dan mengharapkan pahala, yang berupa keledzatan dan kesenangan itu berlipat-lipat daripada yang dihasilkan oleh kesenangan yang ada andaikata musibah tadi tidak terjadi dan barang tadi tetap ada di sisinya. Dan cukuplah baginya Baitul Hamd (rumah pujian di Jannah) yang dibangunkan untuknya di Jannah dikarenakan dia memuji Robbnya dan beristirja’. Maka hendaknya dia melihat: musibah manakah yang lebih besar: musibah yang disegerakan ataukah musibah luputnya Baitul Hamd di Jannah yang kekal?

Dalam “Sunan At Tirmidziy” dari Nabi صلى الله عليه وسلم :
«يود ناس يوم القيامة أن جلودهم كانت تقرض بالمقاريض في الدنيا لما يرون من ثواب أهل البلاء»

“Ada orang-orang yang pada hari Kiamat ingin sekali kulit mereka digunting dengan gunting-gunting di dunia dikarena mereka melihat pahala dari orang-orang yang mendapatkan ujian.”
[Diriwayatkan oleh At Tirmidziy dalam Sunan beliau nomor (2402), tapi di dalam sanadnya ada Abdurrohman bin Maghro, shoduq, tapi riwayatnya terhadap Al A’masy munkaroh. Dan hadits ini termasuk di dalamnya. Rujuk “Tahdzibut Tahdzib” (6/hal. 246)].

Sebagian Salaf berkata: “Andaikata bukan karena musibah-musibah di dunia niscaya kita datang pada hari Kiamat sebagai orang-orang yang bangkrut.”

Dan termasuk dari obatnya adalah: hendaknya dia menghibur hatinya dengan hiburan harapan adanya ganti pemberian dari Alloh, karena segala sesuatu itu punya ganti kecuali Alloh. Tiada ganti jika Alloh disia-siakan. Sebagaimana dikatakan:

( من كل شئ إذا ضيعته عوض ... وما من الله إن ضيعته عوض )

“Segala sesuatu itu ada gantinya jika engkau hilangkan, adapun yang dari Alloh jika engkau hilangkan maka tiada gantinya.”

Dan termasuk dari obat ( menghadapi pedihnya musibah ) adalah: hendaknya dia mengetahui bahwasanya bagiannya dari musibah itu adalah apa yang dihasilkan dari musibah tadi untuknya. Maka barangsiapa ridho maka dia akan mendapatkan ridho, dan barangsiapa murka maka dia akan mendapatkan kemurkaan. Maka bagianmu adalah apa yang dihasilkan dari musibah itu untukmu. Maka pilihlah bagian yang terbaik atau yang terjelek.

Maka jika musibah tadi menghasilkan untuknya kemurkaan dan kekufuran dicatatlah dia di dalam dewan orang-orang yang binasa. Dan jika musibah tadi menghasilkan untuknya keluh kesah dan bermudah-mudah dalam meninggalkan kewajiban dicatatlah dia di dalam dewan orang-orang yang meremehkan kewajiban. Dan jika musibah tadi menghasilkan untuknya keluhan dan tidak bersabar dicatatlah dia di dalam dewan orang-orang yang tertipu. Dan jika musibah tadi menghasilkan untuknya bantahan terhadap Alloh dan celaan terhadap hikmah-Nya maka sungguh dia telah mengetuk pintu zandaqoh (nifaq I’tiqodiy). Dan jika musibah tadi menghasilkan untuknya kesabaran dan kekokohan untuk Alloh, dicatatlah dia di dalam dewan orang-orang yang bersabar. Dan jika musibah tadi menghasilkan untuknya ridho pada Alloh, dicatatlah dia di dalam dewan orang-orang yang ridho. Dan jika musibah tadi menghasilkan untuknya pujian dan syukur, dicatatlah dia di dalam dewan orang-orang yang bersyukur, dan dia ada di bawah bendera Al Hamd bersama-sama orang-orang yang banyak memuji. Dan jika musibah tadi menghasilkan untuknya rasa cinta dan kerinduan untuk berjumpa dengan Robbnya, dicatatlah dia di dalam dewan orang-orang yang cinta dan ikhlas.

Dan dalam Musnad Al Imam Ahmad dan At Tirmidziy dari hadits Mahmud bin Labid dari Nabi صلى الله عليه وسلم :

«إن الله إذا أحب قوما ابتلاهم فمن رضي فله الرضى ومن سخط فله السخط»

“Sesungguhnya Alloh jika mencintai suatu kaum Alloh akan mengujinya, maka barangsiapa ridho maka dia akan mendapatkan ridho, dan barangsiapa murka maka dia akan mendapatkan murka.”

Al Imam Ahmad menambahkan:

«ومن جزع فله الجزع»

“Dan barangsiapa berkeluh kesah maka dia akan mendapatkan keluh kesah.”

Dan termasuk dari obatnya adalah: hendaknya dia mengetahui bahwasanya sekalipun dirinya mencapai puncak keluh kesah, maka akhir dari urusannya adalah kesabaran yang terpaksa, dan dia tidak terpuji dan tidak mendapatkan pahala.

Sebagian orang yang bijaksana berkata: “Orang yang berakal berbuat di awal musibah apa yang diperbuat oleh orang bodoh beberapa hari kemudian. Dan barangsiapa tidak bersabar dengan kesabaran orang-orang yang mulia, dia akan menghibur diri dengan cara menghibur dirinya binatang ternak.”**

Dan dalam hadits Shohih dari Nabi صلى الله عليه وسلم :

«الصبر عند الصدمة الأولى»

“Kesabaran yang terpandang itu adalah kesabaran ketika benturan yang pertama.”

Al Asy’ats bin Qois berkata: “Sesungguhnya engkau jika bersabar dengan keimanan dan mengharapkan pahala, (maka itulah yang terpandang). Jika tidak demikian, maka engkau akan menghibur diri dengan cara menghibur dirinya binatang ternak (kesabarannya itu terpaksa).”

Dan termasuk dari obatnya adalah: hendaknya dia mengetahui bahwasanya obat yang paling bermanfaat untuknya adalah mencocoki Robbnya dan Ilahnya dalam perkara yang Dia cintai dan Dia ridhoi untuknya, dan bahwasanya kekhususan rasa cinta dan rahasianya adalah: mencocoki Dzat Yang dicintainya. Maka barangsiapa mengaku-aku cinta pada Dzat Yang dicintai lalu dia murka pada apa yang Dia cintai dan mencintai apa yang Dia murkai, maka sungguh dia telah bersaksi terhadap dirinya sendiri dengan kedustaan dirinya dan bahwasanya dia murka pada Dzat Yang dicintainya.

Abud Darda berkata: “Bahwasanya Alloh jika menetapkan suatu ketetapan, Dia senang untuk ridhoi.”

Imron bin Hushoin berkata dalam sakitnya: “Perkara yang paling aku sukai adalah perkara yang paling Dia cintai.”

Demikian pula ucapan Abul Aliyah.

Dan ini adalah obat, tidaklah obat tadi berlaku kecuali pada orang-orang yang cinta pada Alloh. Dan tidak mungkin setiap orang bisa berobat dengannya.


Dan termasuk dari obat ( menghadapi pedihnya musibah ) adalah: hendaknya dia menimbang di antara keledzatan dan kesenangan yang paling besar dan paling lestari: keledzatan kesenangannya dengan barang yang dia tertimpa musibah dengan hilangnya barang tadi, dan keledzatan kesenangannya dengan pahala Alloh untuknya. Jika jelas baginya mana yang lebih utama lalu dia lebih mendahulukan yang lebih utama itu, maka hendaknya dia memuji Alloh atas taufiq-Nya.

Tapi jika dia lebih mengutamakan yang kurang utama dari segala sisi, maka hendaknya dia mengetahui bahwasanya musibah yang ada pada akalnya, hatinya dan agamanya itu lebih besar daripada musibah yang menimpa dunianya.

Dan termasuk dari obatnya adalah: hendaknya dia mengetahui bahwasanya yang memberikan musibah padanya adalah Dzat Yang paling menempatkan sesuatu pada tempatnya dan Dzat Yang paling penyayang, dan bahwasanya Dia Yang Mahasuci tidaklah mengirimkan ujian padanya untuk membinasakannya dan tidak pula untuk menyiksanya dan bukan pula untuk menghabisinya. Akan tetapi Dia itu mengujinya dengan suatu kehilangan untuk menguji kesabarannya dan keridhoannya pada-Nya serta keimanannya, dan untuk mendengar kerundukannya pada-Nya, doanya, dan untuk melihat dirinya terpuruk di pintu-Nya dalam keadaan bernaung di sisi-Nya dalam keadaan patah hati di hadapan diri-Nya dalam keadaan mengangkat kisah-kisah keluhan pada-Nya.

Asy Syaikh Abdul Qodir berkata: “Wahai anakku, sesungguhnya musibah itu tidaklah datang untuk membinasakanmu. Musibah itu hanyalah datang untuk menguji kesabaranmu dan keimananmu. Wahai anakku, taqdir itu bagaikan binatang buas, dan binatang buas tidak memakan bangkai.”
Maksudku adalah: bahwasanya musibah itu bagaikan perapian seorang hamba yang mencairkan hasilnya. Maka bisa jadi dia mengeluarkan emas merah, dan bisa jadi dia mengeluarkan kotoran semuanya sebagaimana dikatakan:

( سبكناه ونحسبه لجينا ... فأبدى الكير عن خبث الحديد )

“Kami meleburkannya dan kami kira dia itu campuran, maka perapian itu menampakkan kotoran besi.”

Jika perapian ini tidak bermanfaat baginya di dunia, maka di hadapan dia akan ada perapian terbesar (neraka). Jika sang hamba mengetahui bahwasanya dimasukkannya dirinya ke dalam perapian dunia dan peleburannya itu lebih baik baginya daripada perapian dan peleburan akhirat, dan bahwasanya memang harus masuk ke salah satu perapian, maka hendaknya dia mengetahui kadar nikmat Alloh padanya dalam perapian yang disegerakan ini.

Dan termasuk dari obatnya adalah: hendaknya dia mengetahui bahwasanya andaikata bukan karena ujian-ujian dunia dan musibah-musibahnya niscaya sang hamba tertimpa penyakit sombong, kagum pada diri sendiri, penyakit fir’aun dan kekakuan hati –yang mana itu adalah sebab kebinasaan dirinya di dunia dan akhirat-. Maka termasuk dari rohmat dari Dzat Yang paling penyayang bahwasanya Dirinya terkadang mengurusi dirinya dengan obat-obat musibah yang menjadi perlindungan untuknya dari penyakit-penyakit ini, dan menjadi penjagaan untuk kesehatan ibadahnya, dan mengeluarkan dari dirinya bahan-bahan yang rusak dan buruk yang membinasakan. Maka Mahasuci Dzat Yang merohmati dengan ujian-Nya dan mengujinya dengan kenikmatan-kenikmatan-Nya, sebagaimana dikatakan:

( قد ينعم بالبلوى وإن عظمت ... ويبتلي الله بعض القوم بالنعم )

“Alloh terkadang memberikan nikmat dengan ujian sekalipun ujian tadi besar. Dan Alloh menguji sebagian kaum dengan nikmat-nikmat.”

Andaikata bukan karena Alloh Yang Mahasuci mengobati para hamba-Nya dengan obat-obat ujian dan musibah niscaya mereka bersikap melampaui batas, menzholimi dan bersikap jahat. Dan Alloh Yang Mahasuci jika menginginkan kebaikan untuk hamba-Nya Dia akan meminumkan padanya obat dari musibah dan ujian-ujian sesuai dengan kadar kondisinya yang dengannya Dia mengeluarkan penyakit-penyakit yang membinasakan, sampai apabila Dia merapikannya dan membersihkannya dan menjernihkannya, Dia menjadikannya layak untuk mendapatkan kedudukan yang paling mulia di dunia yaitu ubudiyyah-Nya, dan pahala yang paling tinggi di akhirat melihat-Nya dan kedekatan dengan-Nya.


Dan termasuk dari obatnya adalah: hendaknya dia mengetahui bahwasanya pahitnya dunia adalah manisnya akhirat itu sendiri, Alloh Yang Mahasuci membaliknya seperti itu. Dan manisnya dunia adalah pahitnya akhirat itu sendiri. Dan berpindahnya dia dari rasa pahit yang terputus kepada rasa manis yang abadi itu benar-benar lebih baik untuknya daripada kebalikannya. Jika perkara ini tersamarkan darimu, maka perhatikanlah sabda Nabi yang benar dan dibenarkan:

«حفت الجنة بالمكاره وحفت النار بالشهوات».

“Jannah itu diliputi dengan perkara yang dibenci, dan neraka itu diliputi dengan syahwat-syahwat.” [HR. Al Bukhoriy (6487) dan Muslim (2822) dari Abi Huroiroh].

Dan di dalam posisi ini akal-akal para makhluk bertingkat-tingkat, dan nampaklah hakikat-hakikat para tokoh. Kebanyakan dari mereka lebih mengutamakan rasa manis yang terputus daripada rasa manis yang abadi yang tidak akan hilang. Dan kebanyakan mereka tidak kuat memikul rasa pahit sesaat demi para manis yang abadi, dan tidak kuat memikul kehinaan sesaat demi kemuliaan yang abadi, serta tidak kuat memikul ujian sesaat demi kesejahteraan yang abadi, karena perkara yang ada sekarang ini menurut dia adalah sesuatu yang bisa disaksikan, sementara perkara yang ditunggu menurutnya adalah sesuatu yang tidak ada. Sementara itu keimanannya lemah dan kekuasaan syahwat sebagai raja, maka terlahirkanlah dari itu sikap lebih mengutamakan dunia dan menolak akhirat. Dan ini adalah keadaan pandangan yang tertuju pada lahiriyyah perkara, awal urusan dan permulaannya. Adapun pandangan yang menembus dan merobek tirai-tirai dunia dan melampauinya sampai ke akibat dan tujuan, maka nilainya itu lain.

Maka serulah dirimu kepada apa yang dijanjikan Alloh untuk para wali-Nya dan orang-orang yang taat kepada-Nya, yang berupa kesenangan yang lestari dan kebagiaan yang abadi serta keberuntungan yang terbesar. Dan ajaklah untuk melihat kepada apa yang Alloh sediakan untuk para pengangguran dan orang yang suka menyia-nyiakan, yang berupa kehinaan, hukuman dan penyesalan yang abadi, lalu pilihlah mana dari dua jenis tadi yang lebih layak untukmu. Dan setiap orang beramal sesuai dengan jalannya. Dan setiap orang akan condong pada apa yang mencocoki dirinya dan apa yang lebih utama bagi dirinya.

Dan janganlah engkau menganggap obat ini terlalu panjang, karena kerasnya kebutuhan padanya dari kalangan dokter dan pasien butuh pada penjabarannya. Dan hanya dengan pertolongan Alloh sematalah taufiq itu.
(selesai dari “Zadul Ma’ad”/4/hal. 173/cet. Ar Risalah).

(Bersambung, In syaa Allah)
--------------------

(Ketenteraman Jiwa Saat Musibah Melanda | Asy Syaikh Abu Fairuz Abdurrahman bij Soekojo Al Qudsiy Al Jawiy)
--------------------
Sumber Channel Telegram: fawaidMaktabahFairuzAddailamiy
Diberdayakan oleh Blogger.