ANTARA BERBAKTI KEPADA ORANG TUA YANG SEDANG SAKIT DAN SUAMI
ANTARA BERBAKTI KEPADA ORANG TUA YANG SEDANG SAKIT DAN SUAMI
Pertanyaan :
السلام عليكم ورحمة الله وبركاته.
Sekiranya ibu bapa meminta anak perempuan mereka yang sudah berkahwin untuk melayani mereka kerana penyakit yang menimpa salah satu daripada mereka dan melemahkan mereka bersama-sama, siang dan malam Walaupun adik-beradik lelakinya ramai dan berdekatan dengan rumah ayah tetapi ayah selalu mengajak gadis itu dalam urusan rumah tangga dan urusan ibu bapa tetapi gadis itu merasakan kesusahan ketika mereka memintanya untuk datang di tengah malam dan anak-anaknya terabaikannya.
Adakah seorang gadis berdosa jika dia enggan bertemu dengan ayah ketika dia merasakan kesusahan itu?
Tolong nasihatkan saya...
بارك الله فيكم.
---------------------
Jawaban –dengan memohon pertolongan pada Allah ta’ala-:
Saya telah menanyakan hal itu kepada Fadhilatu Syaikhina Abi Abdirrahman Abdirraqib Bin Ali Al Yamaniy Al Kaukabaniy حفظه الله , lalu beliau menjawab:
“Semoga Allah memberikan penghormatan untukmu wahai saudara kita Asy Syaikh Al Fadhil Abu Fairuz.
Adapun tentang perkara yang engkau tanyakan, maka yang nampak bagiku adalah: bahwasanya perkara ini jika dikembalikan pada kerelaan jiwa dan kelapangan serta kedermawanan hati; maka memungkinkan untuk menyatukan antara hak kedua orang tua dan hak suami, sambil mendekati kelurusan dan setia pada sikap lurus, dengan cara: si wanita menetapkan untuk dirinya sendiri jadwal pergiliran bersama saudara-saudaranya untuk silih berganti melayani kedua orang tua, yang mana beban tadi dibagi-baginya di antara seluruh anak yang ada, sehingga menjadi ringanlah beban tadi. Atau apabila kedua orang tua menyukai pelayanan si anak perempuan secara khusus, maka hendaknya tempat tinggal mereka berdua berpindah dekat sekali dengan rumah si wanita tadi, yang mana memungkinkan baginya untuk berbolak-balik dalam melayani mereka berdua dari dekat, dan yang demikian itu tidak menyusahkannya, dan dia dengan itu mampu untuk menggabungkan antara ketaatan kepada suaminya dan berbakti kepada kedua orang tuanya, serta menjalan kewajiban mengurus anak-anaknya sendiri.
Demikian pula: mungkin saja bagi si wanita tadi untuk berbakti secara hartawi apabila dia mampu melakukannya, dengan cara: menyewa pembantu untuk melayani kedua orang tuanya, dari kalangan tetangganya yang wanita yang terpercaya, dan boleh jadi dia dan saudara-saudaranya saling bekerja sama dalam membayar upah si pembantu tadi, sehingga beban tadi terbagi-bagi di antara mereka semua, sehingga menjadi ringanlah beban berat tadi.
Maka yang paling penting di dalam keadaan ini adalah: kelapangan dada dan kerelaan berbuat baik, dan ketika itulah maka cara untuk memecahkan masalah tadi jadi banyak.
Adapun jika perkaranya dikembalikan pada kata putus dalam situasi ketidakmauan anak-anak untuk meluangkan waktu mereka, dan harus ada keputusan terhadap perselisihan; maka sesungguhnya suami lebih berhak untuk didahulukan oleh istrinya.
Demikian pula anak-anak si istri, terutama dalam situasi ini, yang mana anak-anak dari kedua orang tua wanita ini banyak dan dekat tempatnya dengan kedua orang tuanya, sementara si wanita ini sibuk untuk melayani suami dan anak-anaknya.
Dan setiap orang yang sibuk tidak boleh disibukkan dengan perkara yang menggugurkan kesibukannya tadi (kesibukan yang wajib untuk dia tunaikan –pen).
Allah عز وجل berfirman:
﴿الرِّجَالُ قَوَّامُونَ عَلَى النِّسَاءِ بِمَا فَضَّلَ الله بَعْضَهُمْ عَلَى بَعْضٍ وَبِمَا أَنْفَقُوا مِنْ أَمْوَالِهِمْ فَالصَّالِحَاتُ قَانِتَاتٌ حَافِظَاتٌ لِلْغَيْبِ بِمَا حَفِظَ الله وَاللَّاتِي تَخَافُونَ نُشُوزَهُنَّ فَعِظُوهُنَّ وَاهْجُرُوهُنَّ فِي الْمَضَاجِعِ وَاضْرِبُوهُنَّ فَإِنْ أَطَعْنَكُمْ فَلَا تَبْغُوا عَلَيْهِنَّ سَبِيلًا إِنَّ الله كَانَ عَلِيًّا كَبِيرًا﴾ [النساء: 34].
“Kaum laki-laki itu adalah pemimpin bagi kaum wanita, disebabkan karena Allah telah melebihkan sebagian mereka (laki-laki) atas sebagian yang lain (wanita), dan karena mereka (laki-laki) telah menafkahkan sebagian dari harta mereka. Sebab itu maka wanita yang shalih adalah wanita yang taat kepada Allah lagi memelihara diri ketika suaminya tidak ada, oleh karena Allah telah memelihara (mereka). Para wanita yang kalian (para suami) khawatirkan nusyuz (kesombongan dan keberpalingan terhadap suami) mereka, maka nasehatilah mereka dan pisahkanlah mereka di tempat tidur mereka, dan pukullah mereka. Kemudian jika mereka menaati kalian, maka janganlah kalian mencari-cari jalan untuk menyusahkan mereka. Sesungguhnya Allah Maha Tinggi lagi Maha Besar.”
Dan Nabi ﷺ bersabda:
«لو كنت آمرًا أحدًا أن يسجد لأحد لأمرت المرأة أن تسجد لزوجها».
“Seandainya aku memerintahkan seseorang untuk bersujud kepada orang lain, niscaya aku memerintahkan wanita untuk bersujud kepada suaminya.”
Dan dalil-dalil di dalam bab ini itu banyak, selain yang telah berlalu.
Juga sebagian imam dari para Salaf telah menetapkan untuk mendahulukan hak suami ketika terjadi pertentangan hak-hak dan berlangsungnya perebutan kepentingan.
Al Imam Ahmad رحمه الله berkata tentang seorang wanita yang memiliki suami dan ibu yang sakit: “Ketaatan pada suaminya itu lebih wajib untuk dia tunaikan daripada ibunya, kecuali jika suaminya mengidzinkannya (untuk mengurus ibunya –pen).” (“Syarhu Muntahal Iradat”/3/hal. 47).
Dan di dalam “Al Inshaf” (8/362) dikatakan: “Wanita tadi tidak wajib untuk menaati kedua orang tuanya untuk berpisah dengan suaminya, ataupun untuk berkunjung, dan semisalnya. Bahkan ketaatan pada suaminya itu lebih berhak untuk diutamakan.” Selesai.
(Selesai penukilan dari jawaban Syaikhuna Abdurraqib Al Kaukabaniy حفظه الله).
----------
Saya juga telah menanyakan masalah tadi pada Syaikhunal Mifdhal Abu Muhammad Abdul Karim Bin Ghalib Al Yamaniy Al Hasaniy حفظه الله , maka beliau menjawab:
“Jika didapatkan orang yang mengurusi keperluan kedua orang tua tadi tanpa ada bahaya yang mengancam mereka berdua jika si anak wanita ini tertinggal dari merawat kedua orang tuanya, karena si wanita ini khawatir nanti justru anak-anak dan suami dia yang terlantar, maka wanita ini tidak berdosa.” (Selesai penukilan yang diinginkan).
---------
Saya juga telah menanyakan masalah tadi pada Syaikhunal Mifdhal Abu Abdillah Manshur Bin Ali Al Yamaniy Al Adibiy حفظه الله , maka beliau menjawab: “Masalah yang engkau sebutkan tadi dasarnya adalah kembali pada hak suami: jika si suami mengidzinkan wanita tadi untuk melayani kedua orang tuanya, untuk berbuat kebaikan pada mereka berdua, maka yang demikian itu lebih baik bagi dirinya (si suami), dan pahalanya ada di sisi Allah عز وجل. Dan hal ini masuk ke dalam masalah:
لا ضرر ولا ضرار.
“Tidak boleh membahayakan diri sendiri, dan tidak boleh membahayakan orang lain.”
Hendaknya si wanita berusaha untuk menepati kelurusan dan mendekati jalan yang lurus, yang terkait dengan urusan rumah suaminya, dan yang di rumah kedua orang tuanya, dan seterusnya. Dan hanya Allah sajalah Yang dimintai pertolongan.”
(Selesai penukilan yang diinginkan dari jawaban Asy Syaikh حفظه الله).
والله تعالى أعلم بالصواب.
والحمد لله رب العالمين.
---------------------------------
( Dijawab Oleh : Asy Syaikh Abu Fairuz Abdurrahman bin Soekojo Al Qudsiy Al Indonesiy)
Sumber Channel Telegram: fawaidMaktabahFairuzAddailamiy