Header Ads

FAKTOR-FAKTOR KELURUSAN DAN PEMBENGKOKAN MANUSIA

FAKTOR-FAKTOR KELURUSAN DAN PEMBENGKOKAN MANUSIA



Ditulis Al Faqir ilallah ta’ala/
Abu Fairuz Abdurrahman Bin Soekojo Al Indonesiy di Changloon, 1441 H

بسم الله الرحمن الرحيم.
إن الحمد لله نحمده ونستعينه ونستغفره، ونعوذ بالله من شرور أنفسنا ومن سيئات أعمالنا، من يهده الله فلا مضل له، ومن يضلل فلا هادي له، وأشهد أن لا إله إلا الله وحده لا شريك له، وأشهد أن محمدا عبده ورسوله.
أما بعد: فإن خير الحديث كتاب الله وخير الهدى هدى رسول الله صلى الله عليه وعلى آله وسلم، وشر الأمور محدثاتها وكل محدثة بدعة وكل بدعة ضلالة، وكل ضلالة في النار.
Sesungguhnya Allah ta’ala memegang ubun-ubun para hamba. Dan Dialah Pencipta, Pengatur dan Pemelihara alam semesta. Sekalipun demikian; Dia telah menjadikan banyak faktor-faktor yang berpengaruh pada kelurusan atau kebengkokan manusia.

Di antara faktor-faktor tersebut adalah sebagai berikut:
Pertama: Orang tua
Maka kedua orang tuanya itulah menjaganya di atas fithrah Islam dengan segenap adab-adab Islamiyyah, atau mereka itulah yang merusak anak itu.
Dari Abu Hurairah رضي الله عنه yang berkata:
قال رسول الله ﷺ: «ما من مولود إلا يولد على الفطرة فأبواه يهودانه وينصرانه أو يمجسانه كما تنتج البهيمة بهيمة جمعاء هل تحسون فيها من جدعاء». ثم يقول أبو هريرة رضي الله عنه: ﴿فطرة الله التي فطر الناس عليها لا تبديل لخلق الله ذلك الدين القيم﴾.
“Rasulullah ﷺ bersabda: “Tiada satu anakpun yang dilahirkan kecuali dia itu dilahirkan di atas fithrah. Lalu kedua orang tuanya itu membuatnya jadi yahudi, atau nashroniy atau majusiy. Sebagaimana hewan melahirkan hewan yang sempurna, maka apakah kalian mendapati di antara anaknya ada yang cacat?”

Kemudian Abu Hurairah membaca ayat: “Itu adalah fithrah Allah yang menciptakan manusia di atas fithrah tadi. Tidak bisa ada perubahan terhadap ciptaan Allah. Yang demikian itu adalah agama yang lurus.”
(HR. Al Bukhariy (1359) dan Muslim (2658)).

Ibnul Atsir رحمه الله berkata: “Makna hadits ini adalah: bahwasanya anak yang dilahirkan itu dilahirkan di atas semacam cetakan, yaitu fithrah Allah ta’ala, dan bahwasanya dia itu siap untuk menerima kebenaran secara alami dan suka rela. Andaikata para setan manusia dan jin membiarkan dirinya dan pilihannya tadi, niscaya anak tadi tidak akan memilih yang lain. Lalu Nabi membuat permisalan untuk masalah itu dengan binatang yang sempurna dan binatang yang cacat. Yaitu: hewan itu melahirkan hewan yang sempurna tubuhnya, anggota badannya seimbang dan selamat dari cacat. Andaikata manusia tidak ikut campur dengannya niscaya dia akan tetap seperti sediakala sebagaimana saat dia dilahirkan dengan selamat.” (“An Nihayah Fi Ghoribil Atsar”/hal. 705).

Al Imam Ibnul Qoyyim رحمه الله berkata: “Dan termasuk perkara yang paling diperlukan oleh anak kecil adalah: perhatian orang tua akan urusan akhlaq mereka, karena anak itu tumbuh di atas perkara yang dibiasakan oleh pendidiknya di masa kecilnya, berupa: sifat pelit, kemarahan, terus-menerus dalam kesalahan, tergesa-gesa, mudah mengikuti hawa nafsu, liar, keras, rakus, sehingga sulitlah baginya ketika sudah besar untuk memperbaikinya, sehingga jadilah akhlaq ini sifat dan karakter yang mendarah daging baginya. Andaikata dia (pemilik akhlaq tadi) berusaha melindungi diri dari sifat-sifat tadi dengan usaha yang amat keras, suatu hari akan terbongkar lagi sifat aslinya. Oleh karena itulah engkau dapati kebanyakan orang itu akhlaqnya menyeleweng. Dan itu ternyata hasil dari pendidikannya yang dia tumbuhan di atasnya.

Demikian pula sang anak jika telah berakal maka dia wajib untuk menjauhi majelis-majelis permainan, kebatilan, lagu-lagu, mendengar kekejian dan kebid’ahan serta ucapan yang buruk, karena jika perkara tadi telah menempel di pendengarannya, susahlah baginya untuk berpisah darinya ketika sudah besar, dan sulit bagi walinya untuk menyelamatkannya dari perkara tadi. Maka perubahan adat kebiasaan itu merupakan perkara yang paling susah, pelakunya memerlukan pembaharuan tabiat yang kedua. Dan keluar dari cengkeraman tabiat itu susah sekali.

Walinya juga harus amat menjauhkan nya dari bermudah-mudah mengambil barang dari orang lain, karena anak ini kapan saja dia terbiasa mengambil barang

dari orang lain, jadilah itu tabiat dia dan tumbuh untuk biasa mengambil bukan memberi. Walinya harus membiasakan nya untuk suka memberi dan mencurahkan kebaikan. Jika sang wali ingin memberi sesuatu, hendaknya dia itu memberikannya melalui tangan anak tadi, agar dia merasakan manisnya sikap memberi.

Dan hendaknya sang wali menjauhkannya dari kedustaan dan pengkhianatan, lebih besar daripada dia menjauhkannya dari kumpulan racun. Karena kapan saja anak itu bermudah-mudah untuk berdusta dan berkhianat, rusaklah kebahagiaan dunianya dan akhiratnya, dan terhalanglah dia dari seluruh kebaikan.

Dan hendaknya juga menjauhkannya dari kemalasan, menganggur, ataupun bersantai-santai. Bahkan harus melatihnya dengan yang sebaliknya, dan tidak menyenangkannya kecuali dengan perkara yang memperkuat jiwanya dan badannya untuk melakukan kesibukan, karena kemalasan dan pengangguran itu punya akibat buruk dan berujung pada penyesalan, sementara kesungguhan dan keletihan itu punya akibat yang terpuji, di dunia atau di akhirat atau dua-duanya.

Maka orang yang paling gembira (nantinya) adalah orang yang paling letih (sekarang), dan orang yang paling letih (nantinya) adalah orang yang paling gembira (sekarang). Maka kepemimpinan di dunia dan kesuksesan di akhirat itu tidak bisa dicapai kecuali melalui jembatan keletihan.
Yahya bin Abi Katsir berkata: “Ilmu tidak bisa diraih dengan badan yang santai.”
Dan juga membiasakannya untuk bangun di akhir malam, karena itu adalah waktu pembagian ghonimah dan hadiah, maka ada orang yang mendapatkan banyak, ada yang mendapatkan sedikit, dan ada juga yang tidak dapat apa-apa. Maka jika dia terbiasa sejak kecilnya untuk sholat malam, akan mudahlah baginya jika sudah besar.

Pasal: Dan hendaknya orang tuanya menjauhkannya dari makanan yang berlebihan, bicara yang berlebihan, tidur yang berlebihan, pergaulan yang berlebihan dengan orang-orang, karena kerugian-kerugian itu terjadi karena berlebihan dalam perkara tadi. Perkara tadi akan meluputkan sang hamba dari kebaikan dunianya dan akhiratnya.
Dan dijauhkan juga sejauh-jauhnya dari bahaya-bahaya syahawat yang terkait dengan perut dan kemaluan, karena membebaskan dan melapangkan anak untuk masuk ke sebab-sebab syahawat tadi akan menyebabkan kerusakan yang susah untuk diperbaiki setelah itu. Alangkah banyaknya orang tua yang mencelakakan anaknya, sang buah hatinya di dunia dan akhirat, gara-gara orang tua menyepelekannya dan tidak mendidiknya serta tidak membantunya untuk menghadapi syahwatnya. Dia mengira bahwasanya dia memuliakan anaknya, padahal dia telah menghinakannya. Dia mengira menyayangi anaknya, padahal dia telah menzholimi anaknya dan menghalanginya dari kebaikan, sehingga dia gagal mengambil manfaat dari anaknya di dunia dan akhirat.
Jika engkau merenungkan kerusakan yang terjadi pada anak-anak, maka engkau akan melihat bahwasanya kebanyakannya adalah disebabkan oleh orang tuanya sendiri.

Pasal: Orang tua harus amat waspada jangan sampai sang anak mengkonsumsi bahan yang bisa menghilangkan akalnya, baik berupa barang memabukkan ataupun yang lainnya, atau bergaul dengan orang yang dikhawatirkan kerusakannya, atau berbicara dengannya, atau mengambil mengambil sesuatu dari tangan orang itu, karena itu semua adalah sumber kebinasaan. Kapan saja dia mudah melakukan itu, maka sungguh dia akan bermudah-mudah kehilangan sifat cemburu, dan orang yang tidak punya kecemburuan itu tidak akan masuk Jannah. Tidak ada perkara yang merusak anak-anak semisal kelalaian orang tua dan peremehan mereka adanya “api di sela-sela baju mereka”. Dan seterusnya.
(selesai dari “Tuhfatul Maudud”/hal. 240-243).

Kedua: Pendidik
Hadits tadi menunjukkan bahwasanya tanggung jawab ini pada asalnya berlaku pada kedua orang tua, namun juga berlaku pada orang yang menduduki posisi keduanya sebagai pendidik dan perawat.

As Sindiy رحمه الله berkata: “Kesimpulannya adalah: jika anak itu berpindah kepada agama yang lain, maka hal itu terjadi dengan perantara orang lain. Dan yang dimaksudkan dengan “kedua orang tuanya” itu adalah permisalan. Atau yang dimaksudkan dengan “kedua orang

tuanya” adalah ayah bundanya atau yang menduduki posisi keduanya yang diikuti oleh sang anak, dari kalangan setan-setan manusia dan jin.” (“Hasyiyatus Sindiy ‘Ala Shohihil Bukhariy”/1/hal. 199).

Maka hendaknya kedua orang tua dan orang yang menduduki posisi keduanya itu bertaqwa kepada Allah, karena Allah menjadikan mereka sebagai pengurus amanah ini, maka Allah melihat bagaimana mereka berbuat.

Dan hendaknya anak diarahkan untuk mengambil ilmu dari pendidik yang lurus agamanya, bukan para pembawa kerusakan, karena akibatnya sangat berbahaya.

Al Imam Muhammad bin Sirin رحمه الله berkata: "Sesungguhnya ilmu ini adalah agama. Maka perhatikanlah kepada siapa kalian mengambil agama kalian." (“Shahih Muslim”/hal. 12).
Al Hasan Al Bashri رحمه الله berkata: "Wahai anak Adam, jaga agamamu, jaga agamamu, karena hanya agama itulah daging dan darahmu. Kalau engkau selamat, maka alangkah tentramnya dan alangkah nikmatnya. Tapi jika yang terjadi adalah selain itu, maka -kita berlindung kepada Allah- dia itu hanyalah api yang tidak padam, batu yang tidak dingin dan jiwa yang tidak mati" (riwayat Al Firyabi -rohimahullah- di "Shifatun Nifaq"/no. 49/dishahihkan oleh Syaikhuna Abdurraqib Al Ibbiy حفظه الله).

Ketiga: Teman dekat
Dari Abu Hurairah رضي الله عنه Rasulullah ﷺ bersabda:
«الرَّجُلُ عَلَى دِيْنِ خَلِيْلِهِ، فَلْيَنْظُرْ أَحَدُكُمْ مَنْ يُخَالِلُ».
"Seseorang itu berdasarkan agama teman dekatnya, maka hendaknya salah seorang dari kalian memperhatikan siapakah yang dijadikan sebagai teman dekatnya." (HR. Imam Ahmad (8249), Abu Dawud (4835) dan At Tirmidziy (2552), hadits hasan. Dan dihasankan oleh Al Imam Al Wadi’iy رحمه الله dalam “Ash Shahihul Musnad” (1272)).

Orang tua atau wali harus memberikan perhatian yang sempurna agar anak-anak tidak terjatuh ke dalam akibat buruk dari persahabatan dengan orang-orang yang merusak.
Dari Abu Musa رضي الله عنه , dari Nabi ﷺ yang bersabda:
«مثل الجليس الصالح والسوء، كحامل المسك ونافخ الكير، فحامل المسك: إما أن يحذيك، وإما أن تبتاع منه، وإما أن تجد منه ريحا طيبة، ونافخ الكير: إما أن يحرق ثيابك، وإما أن تجد ريحا خبيثة».

"Permisalan teman duduk yang sholih dengan teman duduk yang jelek adalah seperti permisalan penjual misik dan tukang pandai besi. Adapun penjual misik tadi, boleh jadi kamu akan membeli misik darinya, atau engkau akan mendapatkan aroma harum darinya. Adapun tukang pandai besi, mungkin dia akan membakar badanmu, atau bajumu, atau kamu akan mendapatkan darinya bau busuk." (HR. Al Bukhariy (5534) dan Muslim (2628)).

Al Imam An Nawawiy رحمه الله berkata: “Dan dalam hadits ini ada keutamaan duduk-duduk dengan orang-orang sholih, para pelaku kebaikan, para penjaga kehormatan, akhlaq yang mulia, waro’ ilmu dan adab. Dan ada larangan terhadap duduk-duduk dengan para pelaku kejahatan, bid’ah-bid’ah, orang-orang yang menggunjingi manusia, atau orang yang banyak kefujurannya dan kebatilannya, dan perkara-perkara yang tercela yang lain.” (“Syarh Shohih Muslim”/16/hal. 178).

Pemikiran busuk ahli batil mudah menyebar pada orang-orang yang dekat dengannya. Dari Imran bin Hushain رضي الله عنهما yang berkata: Rasulullah صلى الله وعليه وسلم bersabda:
«من سمع بالدجال فلينأ عنه فوالله إن الرجل ليأتيه وهو يحسب أنه مؤمن فيتبعه مما يبعث به من الشبهات أو لما يبعث به من الشبهات».

“Barangsiapa mendengar datangnya dajjal maka hendaknya dia menjauh darinya. Karena demi Allah, sesungguhnya ada orang yang mendatangi dajjal dalam keadaan dia mengira dirinya itu mukmin, lalu dia mengikuti dajjal itu dikarenakan syubhat-syubhat yang dibangkitkan oleh dajjal.” (HR. Abu Dawud (4311) dan dishahihkan oleh Al Imam Al Wadi’iy رحمه الله dalam “Ash Shahihul Musnad” (1019)).

Setelah menyebutkan hadits ini Al Imam Ibnu Baththah رحمه الله berkata: “Ini adalah sabda Rasul ﷺ dan beliau adalah orang yang benar dan dibenarkan. Maka demi Allah wahai kaum Muslimin, jangan sampai baik sangka salah seorang dari kalian terhadap dirinya sendiri dan terhadap keshahihan madzhabnya yang diketahuinya membawa dirinya untuk melakukan taruhan dengan agamanya, dengan duduk-duduk dengan para pengekor hawa nafsu, lalu berkata: “Aku akan masuk kepadanya untuk melakukan diskusi dengannya, atau akan kukeluarkan darinya madzhabnya.” Karena sesungguhnya ahli hawa itu lebih besar fitnahnya daripada dajjal. Ucapan mereka lebih lengket daripada kurap, dan lebih membakar hati daripada gejolak api. Sungguh aku telah melihat sekelompok orang yang dulunya melaknati ahli hawa, mencaci mereka. Lalu mereka duduk-duduk dengan mereka untuk mengingkari mereka dan membantah mereka. Terus-menerus berlangsung ramah-tamah di antara mereka, makar tersembunyi, dan halusnya kekufuran tersamarkan hingga akhirnya orang-orang tadi masuk ke madzhab ahli hawa tadi.” (“Al Ibanatul Kubro”/di bawah no. 480).

Keempat: Setan dari kalangan jin
Allah ta’ala berfirman tentang ajakan setan:
﴿ إِنْ يَدْعُونَ مِنْ دُونِهِ إِلَّا إِنَاثًا وَإِنْ يَدْعُونَ إِلَّا شَيْطَانًا مَرِيدًا * لَعَنَهُ الله وَقَالَ لَأَتَّخِذَنَّ مِنْ عِبَادِكَ نَصِيبًا مَفْرُوضًا * وَلَأُضِلَّنَّهُمْ وَلَأُمَنِّيَنَّهُمْ وَلَآمُرَنَّهُمْ فَلَيُبَتِّكُنَّ آذَانَ الْأَنْعَامِ وَلَآمُرَنَّهُمْ فَلَيُغَيِّرُنَّ خَلْقَ الله وَمَنْ يَتَّخِذِ الشَّيْطَانَ وَلِيًّا مِنْ دُونِ الله فَقَدْ خَسِرَ خُسْرَانًا مُبِينًا ﴾ [النساء: 117 - 119].

“Yang mereka sembah selain Allah itu, tidak lain hanyalah berhala, dan (dengan menyembah berhala itu) mereka tidak lain hanyalah menyembah syaitan yang durhaka, yang dilaknati Allah dan syaitan itu mengatakan: "Saya benar-benar akan mengambil dari hamba-hamba Engkau bagian yang sudah ditentukan (untuk saya), dan aku benar-benar akan menyesatkan mereka, dan akan membangkitkan angan-angan kosong pada mereka dan menyuruh mereka (memotong telinga-telinga binatang ternak), lalu mereka benar-benar memotongnya, dan akan aku suruh mereka (mengubah ciptaan Allah), lalu benar-benar mereka merubah ciptaan Allah". Barangsiapa yang menjadikan syaitan menjadi pelindung selain Allah, maka sesungguhnya ia menderita kerugian yang nyata.”

Kelima: Para Malaikat
Allah ta'ala berfirman:
﴿إِنَّ الَّذِينَ قَالُوا رَبُّنَا الله ثُمَّ اسْتَقَامُوا تَتَنَزَّلُ عَلَيْهِمُ الْمَلَائِكَةُ أَلَّا تَخَافُوا وَلَا تَحْزَنُوا وَأَبْشِرُوا بِالْجَنَّةِ الَّتِي كُنْتُمْ تُوعَدُونَ * نَحْنُ أَوْلِيَاؤُكُمْ فِي الْحَيَاةِ الدُّنْيَا وَفِي الْآخِرَةِ وَلَكُمْ فِيهَا مَا تَشْتَهِي أَنْفُسُكُمْ وَلَكُمْ فِيهَا مَا تَدَّعُونَ * نُزُلًا مِنْ غَفُورٍ رَحِيمٍ﴾ [فصلت: 30 - 32].

"Sesungguhnya orang-orang yang berkata: "Rabb kami adalah Allah, kemudian mereka istiqomah (tetap lurus), akan turunlah kepada mereka para malaikat yang berkata: "Janganlah kalian takut, dan janganlah kalian bersedih hati. Dan bergembiralah kalian dengan Jannah yang dulu kalian dijanjikan dengannya. Kami adalah para wali kalian dalam kehidupan dunia dan di Akhirat, dan kalian di dalamnya akan mendapatkan apa yang diinginkan oleh diri kalian, dan kalian di dalamnya akan mendapatkan apa yang kalian minta, sebagai hidangan dari Ghafur (Yang Maha Pengampun) dan Rahim (Yang Maha Penyayang)."

Al Imam Ibnul Qayyim رحمه الله berkata: “Maka tiada seorangpun yang lebih bermanfaat bagi sang hamba daripada persahabatan malaikat untuknya. Dan malaikat adalah walinya di saat terjaga dan tidur, saat hidupnya dan ketika kematiannya, dan di dalam kuburnya, teman akrabnya ketika kesepian, sahabatnya ketika sendirian, membisikinya dalam suasana rahasia, dan memerangi para setan untuk membela dirinya, menolongnya untuk menghadapi setan, menjanjikan kebaikan untuknya, memberinya kabar gembira, mendorongnya untuk membenarkan kebenaran.” (“Al Jawabul Kafi”/hal. 74).
والله تعالى أعلم، والحمد لله رب العالمين.

Sumber Channel Telegram: soaljawab_sheikhabufairuz/190
Diberdayakan oleh Blogger.