HATI MENJADI TENTERAM KARENA MERASA DOANYA DIKABULKAN ?
HATI MENJADI TENTERAM KARENA MERASA DOANYA DIKABULKAN ?
Bismillah..
Semoga keadaan Syaikh Abu Fairuz senantiasa dalam keadaan sehat wal afiat, Aamiin.
Ini ana ada titipan pertanyaan dari keponakan ana, mohon jawaban nya dari Syaikh, sebelumnya ana ucapkan Jazakallohu khoiron atas jawaban / penjelasan dari Syaikh Abu Fairuz, Khoirul Nganjuk.
"Tolong jika mungkin om kepengajian tolong tanya in Saya sudah beberapa Minggu ini berdoa dan doa nya selalu sama dan beberapa hari ini om saya merasa hati saya kayak tentram Solah itu kayak Allah udah bisikin ke saya bahwa ia sudah mengabulkan doa saya dan hati saya selalu yakin kalo doa itu sudah dikabulkan"
Apa itu tanda ya om kalo doa saya sudah terkabul?
--------------------------
jawaban:
Terkadang yang terjadi adalah: hati menjadi tenteram karena dipenuhi rasa ridha pada takdir Allah dan percaya pada pilihan-Nya untuk kita.
Terkadang kenyataan yang terjadi adalah: hati menjadi tenteram karena kita memilih sesuatu yang sesuai dengan fithrah dan dalil naqli serta dalil aqli.
Terkadang kenyataan yang tengah dialami adalah: hati menjadi tenteram karena sedang mengingat Allah.
Terkadang yang terjadi adalah: hati menjadi tenteram karena mata batinnya dikaburkan oleh setan akan menyangka kebatilan yang dia perbuatan akan mendatangkan keuntungan.
Lalu bagaimana kita tahu rasa tenteram tadi menunjukkan yang ini ataukah yang itu?
Jawabannya: perhatikan apakah amalan kita secara fisik sudah sesuai dengan syariat ataukah belum, dan secara pikiran sudah didasari oleh iman pada takdir ataukah belum, serta secara kejiwaan selalu mengingat Allah ataukah tidak?
Perlu dinilai secara teliti.
semata-mata perasaan tenteram itu bukan ukuran ketepatan langkah atau bukan, pengabulan doa atau bukan, kecuali jika ketenteraman itu muncul dari jiwa orang yang fithrahnya lurus dan ilmu syariatnya mendalam seperti dalam hadits Nawwas Bin Sam'an رضي الله عنه :
البر حسن الخلق والإثم ما حاك في صدرك.
"Kebajikan adalah akhlak yang baik. Dan dosa adalah sesuatu yang membuat resah di dadamu". (HR. Muslim (2553)).
Maka tolok ukurnya adalah: kembalikan hal itu pada dalil, apakah sesuai dengan itu ataukah tidak, lalu kembalikan pada akal sehat: manfaat dan maslahatnya itu lebih besar ataukah tidak. Sama saja: hal ini terkait dengan pilihan kita setelah istikharah, ataupun terkait dengan amalan sehari-hari.
والله أعلم بالصواب.
والحمد لله رب العالمين.
--------------------------
( dijawab oleh : Asy Syaikh Abu Fairuz Abdurrohman bin Soekojo Al Qudsiy Al Jawiy حفظه الله )
Sumber Channel Telegram: fawaidMaktabahFairuzAddailamiy