Header Ads

HUKUM SESEORANG MENCARI PEKERJAAN LAIN DALAM KEADAAN MASIH STATUS KARYAWAN DISUATU DIPERUSAHAAN

HUKUM SESEORANG MENCARI PEKERJAAN LAIN DALAM KEADAAN MASIH STATUS KARYAWAN DISUATU DIPERUSAHAAN


---------------------------

Pertanyaan :
Assalamu'alaikum

Apa hukum seorang karyawan mencari pekerjaan lain selagi masih berstatus karyawan di suatu perusahaan? Apakah harom ? Ada yang mengatakan itu harom dikarenakan dia sama saja melakukan jual beli diatas jual beli orang lain sebagaimana hadits :

ولا يبع بعضكم على بيع بعض.

"Dan janganlah sebagian dari kalian menjual di atas penjualan sebagian yang lain"

Apa pendalilan itu shahih ?
--------------------------------------

Dijawab Oleh :
Asy Syaikh Abu Fairuz Abdurrohman bin Soekojo Al Qudsiy Al Jawiy Al Indonesiy حفظه الله

Itu tidak mengapa asalkan pekerjaan tadi halal dan tidak menzhalimi hak majikan dia yang pertama, baik dari sisi waktu, ataupun tenaga, ataupun perhatian dan sebagainya.

Adapun hadits:

ولا يبع بعضكم على بيع بعض.

"Dan janganlah sebagian dari kalian menjual di atas penjualan sebagian yang lain"

Maka hadits tadi shahih, dan itu adalah bagian dari larangan untuk berbuat zhalim.
Maka syarat yang ana sebutkan di dalam pembolehan yang di atas telah menutup pintu kezhaliman tadi.
Yaitu: jika karyawan tadi bekerja di pagi hari , maka di sore hari dia terserah mau berkerja kepada siapa saja asalkan hal itu tidak menzhalimi hak majikan yang pagi hari.

Demikian pula jika dia bekerja pada kontraktor pertama untuk membangun sebuah rumah di sore hari, dia boleh bekerja pada kontraktor lain di pagi hari asalkan tenaganya tidak terkuras sehingga menzhalimi kontraktor sore. Dan seterusnya.

Dan hal itu memang boleh menurut para ulama, dengan dalil² dan hujjah yang diterangkan oleh Syaikhuna Muhammad bin Hizam hafizhahullah dalam "Fathul Allam Syarh Bulughil Maram" Kitabul Buyu' .

Adapun untuk hadits di atas, maka telah diterangkan oleh para ulama, bahwasanya inti larangannya ada pada perusakan akad. Contohnya adalah: seorang pembeli telah bersepakat dengan seorang penjual untuk membeli motor penjual itu seharga lima juta. Lalu datang penjual yang lain mengatakan: "Beli saja motor yang sama dari saya seharga empat setengah juta." Akibatnya, si pembeli lari ke penjual kedua dan membatalkan transaksi yang pertama. Ini adalah kezhaliman yang dibuat oleh penjual kedua.

Itulah makna "Jual beli di atas jual beli" menurut para ulama.

Adapun jika transaksi pertama adalah untuk pagi hari, dan transaksi kedua adalah untuk urusan sore hari tanpa menzhalimi transaksi yang lainnya, maka hal itu tidak dikatakan sebagai "transaksi di atas transaksi", karena urusannya berlainan waktunya dan pelaksanaannya tanpa saling mengganggu.

Demikian pula ada transaksi yang waktunya sama atau hampir bersamaan, tapi tidak saling menzhalimi, misalkan: orang masuk ke pasar, lalu dia membeli ikan dari penjual pertama, dan secara hampir bersamaan dia juga membeli sayur pada penjual kedua yang mejanya berdampingan dengan meja penjual pertama. Asalkan tidak saling menzhalimi, hal itu tidak mengapa, baik itu transaksi 'ain (barang) ataupun naf' (manfaat/jasa).

Oleh karena itu maka Al Imam Ibnul Qayyim rahimahullah di dalam kitab beliau "Ighatsatul Lahfan" menyebutkan bahwasanya hukum asal segala akad adalah halal, masuk ke dalam keumuman firman Allah ta'ala:

وأحلّ الله البيع.

"Dan Allah menghalalkan jual beli".
Dan dia itu tidak keluar dari hukum kehalalan sampai terbukti ada dalil yang mengharamkannya.
Selesai penukilan secara ringkas.

Maka lamaran pekerjaan yang kedua tadi, dengan syarat² yang ana sebutkan itu tidak terbukti masuk ke dalam hadits yang ditanyakan.
Dia telah dibahas dalam Bab Ijarah (persewaan) ketika membahas bekerjanya seseorang pada lebih dari satu majikan.
Itu sekedar jawaban singkat di waktu yang agak sempit ini.

والله أعلم بالصواب.
والحمد لله رب العالمين.
Sumber Channel Telegram: fawaidMaktabahFairuzAddailamiy
Diberdayakan oleh Blogger.