Ikhlas di dalam beramal
Soal Jawab Agama:
Bismillah...Smoga Syaikh Abu Fairuz & keluarga selalu dalam ridho Allah ta'ala.
Afwan Syaikh, ana bermaksud menyampaikan suatu persoalan yang ana hadapi terkait keikhlasan hati.
Dalam memberikan hadiah ana hanya berharap pahala dari Allah, namun diluar dugaan penerima hadiah begitu bahagianya dan sering sekali membangga2kan hadiah tersebut. Ana sudah menyampaikan agar beliau bersikap lebih tenang, namun apa daya tak kunjung reda. Sehingga lambat laun dihati ana mulai timbul rasa bangga atas amalan yang ana lakukan tersebut.
Yang menjadi pertanyaan, apakah perasaan bangga yang hadir dihati ana tersebut merusak keikhlasan ana? Apakah rasa bangga tersebut sama dengan "riya"? Kalau benar bagaimana caranya ana memperbaikinya kembali keikhlasan hati atas amalan ana tersebut?
Jazakallahu kahoiran wa barakallahu fikum
JAWABANNYA
Memuji dan membanggakan hadiah kepada yang pemberikan hadiah adalah bagian dari kewajiban dan merupakan hal wajar yang dilakukan bagi penerima hadiah tersebut, karena hal itu sebagai ungkapan rasa syukur.
Dalam hadist sohih yang diriwayatkan oleh imam tirmidzi dari Abu Hurairah رضي الله عنه
" Rosulﷺ bersabda "Tidak beryukur kepada Allah orang yang tidak bersyukur kepada manusia"
Ibnu Qoyyim dalam kitab uddatus ushobirin menerangkan bahwa Rukun syukur ada tiga, yaitu :
1. Meyakini bahwa nikmat itu dari Allahتَعَالَى
2. Memuji dan menyebut-nyebut
3. Menggunakan nikmat tersebut untuk kebaikan "demi itulah perkara itu diberikan kepadanya"
Dalam hadist shohih Rosul ﷺ pernah ditanya "orang mengerjakan amalan lalu orang lain memuji dia Rosul ﷺ berkata "itu adalahkegembiraan orang mukmin yang disegerakan". Hal ini menunjukkan rosul ﷺ tidak mencela hal tersebut melainkan sebagai kabar gembira. Maka jika penerima jadiah/sedekah memuji-muji amalan seseorang tersebut adalah hal yang wajar bahkan wajib sebagai rasa syukur kepada Allah تَعَالَى dan mahluk Nya.
Pujian-pujian yang disampaikan dihadapan pemberi hadiah/sedekah memang bisa menjadi fitnah/ ujian pada dirinya, apakah hati dan niatnya dalam beramal sholeh berubah menjadi ujub/bangga atau tidak. Sedangkan ujub adalah tipuan syetan dan akan merusak amal sholeh.
Bangga/ ujub berbeda dengan riya atau sum'ah. Riya adalah beramal dengan tujuan dilihat kemudian dipuji orang, sedangkan sum'ah adalah beramal niatnya ingin didengar untuk dipuji orang lain.
Lalu obat hati untuk mencegah agar amalan agar rusak lagi adalah dengan sering membaca ayat-ayat dan hadist yang sering membahas masalah keutamaan ikhlas dan ruginya riya, serta dalil-dalil yang mewajibkan untuk meyakini bahwasannya nikmat itu dari Allah تَعَالَى
Pada hakekatnya nikmat apapun itu datangnya dari Allah تَعَالَى , jadi sesungguhnya bukan kita yang memberikan nikmat itu kepada mahlukNya, melainkan Allah تَعَالَى dan kita hanya sekedar perantara. Boleh jadi Allah تَعَالَى memberi secara langsung rizki kepada orang miskin ataupun melalui perantara orang lain lagi selain kita, sehingga kita tidak ada kesempatan mendapatkan pahala amalan itu.
Berarti ini adalah nikmat bagi kita yang wajib disyukuri, karena kita telah dilibatkan sebagai perantara Allah تَعَالَى
dalam memberi nikmat kepada mahlukNya, sehingga kita mendapatkan juga pahala dari Allahتَعَالَى atas amalan tersebut. Sedekah hakekatnya tidak mengurangi harta, bahkan diakherat pahala kita bertambah dan didunia dicintai oleh orang lain (bukan karena kita yang berjasa kepada orang lain).
Maka suatu keharusan bagi kita untuk menanamkan dalam hati, bahwa amalan tersebut seaungguhnya dari Allah dan kita hanya sekedar perantara yg sesungguhnya juga tidak Allah perlu pada kita agar hati kita selalu ikhlas. Dan juga perlu diingat betapa ruginya orang-orang yang beramalan kemudian amalannya hancur sia-sia. Sedangkan diakherat satu hasanad saja sangat diperlukan, maka bagaimana kalau amalan yang sebesar gunung itu hancur akan menjadi penyesalan.
Perangilah setiap kali muncul godaan yang merusak keikhlasan hati. Dan dengan adanya peperangan itu kita juga harus bersyukur pada Allah تَعَالَى, karena sebabnya kita mendapat pahala jihad dalam memerangi diri untuk selalu ikhlas, tawadhu.
Sebagaimana dalam hadist dari abdullah bin amr bin ash
"Mujahid yang sempurna adalah yang memerangi dirinya untuk taat kepada Allah "
Kesimpulan :
Jadi sejak awal sampai akhir, amalan ikhlas dalam bersedekah adalah sebuah nikmat dan tidak layak untuk bangga ataupun berbangga diri walaupun rasa itu sebesar / seukuran biji jarah.
Sumber Channel Telegram: soaljawab_sheikhabufairuz