Header Ads

Meninggalkan mengambil faedah dari guru yang pernah berdusta

Audio from ابو صابر

Meninggalkan mengambil ilmu dari guru yg pernah berdusta

Soalan

بسم الله الرحمن الرحيم
السلام عليكم ورحمة الله وبركاته

Ya Sheikh حفظك الله,  Apakah benar sikap seseorang yang meninggalkan mengambil faedah dari gurunya yang pernah diambil ilmunya dikarenakan dia beralasan gurunya tersebut pernah berdusta kepadanya.

Apakah dengan kesalahan gurunya yang tertuduh pernah berdusta tersebut menyebabkan tidak boleh mengambil apapun faedah ilmiyah yang berasal dari guru tersebut, kerana diketahui guru tersebut bukan lah orang yang suka berdusta.

Dan apakah pernah berdusta satu kali, seseorang bisa dikatakan pendusta dan kapan seseorang dikatakan pendusta sehingga tidak boleh diambil ilmunya.


Jawapan

وعليكم السلام ورحمة الله وبركاته

Thoyyib, untuk pertanyaan,  Apakah boleh seseorang itu meninggalkan gurunya, padahal selama ini belajar ke gurunya kerana diketahui dia pernah berdusta kepada muridnya ini.

Thoyyib, kembalinya kepada beberapa sudut pandang.

Sudut pandang yang pertama adalah khilaf di antara para ulama, Apakah الكذب  yaitu dusta itu termasuk dosa kecil ataukah dosa besar?

Sebagian ulama mengatakan dosa kecil, tapi yang di rojihkan oleh Imam Ibnu Qayyim رحمه الله  di dalam I'lamul Muwaqi'in,  dia adalah dosa besar, dengan beberapa dalil dan dalilnya sohih dan jelas itu bahkan di dalam Alquran. Thoyyib.

Dan juga apa, beberapa dalil yang menunjukkan adanya ancaman terhadap orang yang dusta.

Maka yang rojih dusta ini adalah من الكباءر . Berarti kalau dia من الكباءر, maka dia adalah apa, من الفسوك. Thoyyib

Sementara Allah ta'ala telah, apa itu,

وَلَا تَقْبَلُوا لَهُمْ شَهَادَةً أَبَدًا ۚ وَأُولَٰئِكَ هُمُ الْفَاسِقُونَ
Maka jangan kalian terima untuk mereka persaksian mereka selamanya karena mereka adalah orang-orang fasik.

إِلَّا الَّذِينَ تَابُوا
Kecuali orang-orang yang bertaubat.

Kalau dia sudah bertaubat maka apa, dia, berarti apa,

من تاب عن ذنب كمن لا ذنب له

Barangsiapa bertobat dari suatu dosa, maka seakan-akan ia tidak berdosa.

Haditsnya hasan. Thoyyib.

Berarti apa?  Memang hukum asalnya orang yang berdusta, dia tidak boleh diambil riwayatnya.

Sebagaimana kita tahu ya itu apa, definisi dari orang yang adil, disebutkan oleh Imam Abu Amr Ibnu Solah di dalam Muqaddimah Ulumul Hadits, yaitu apa,  yaitu

ان يكون سالما من الفسوك
atau
من الكباءر

Dua-duanya sama.

فسوك  dan  كباءر

yaitu selamat dari kefasikan.

ومن خوارم المرؤة
dan perkara-perkara yang merusak kehormatan.

Thoyyib berarti apa, memang dia harus selamat dari dosa besar. Thoyyib.

Apakah selamat dari dosa besar ini tidak mungkin dia berdosa, sementara apa?

Kita masih manusia yang bukan apa, bukan Nabi.

Makanya di jelaskan oleh Imam As Son'ani رحمه الله تعالى di dalam taubih beliau terhadap mustholah Al Imam Ibnu Solah tadi, tidak ada seorangpun yang selamat dari dosa besar. Terutama apa, orang-orang macam kita. Thoyyib, berarti yang dimaksudkan disini adalah apa, yang namanya adil adalah,

مستقيم السيرة أموما
yaitu orang yang lurus jalan hidupnya secara umum.

Yaitu secara umum,  walaupun
mungkin dia punya dosa besar, siapa dari kita yang menjamin sudah selamat dari dosa besar. Tapi secara umum dia adalah orang baik. 

Dan kata beliau ini yang lebih apa itu, lebih layak untuk diterima definisinya. Thoyyib.

Berarti kembalinya adalah kepada apa?

Apakah seseorang itu layak dikatakan fasik seperti yang disebutkan dalam ayat kemudian dia ditolak persaksian dan riwayatnya dengan semata-mata satu dosa besar. Ataukah dikatakan fasik kalau apa itu, kalau nampak dia itu mengulang-ulang atau tidak mau bertobat. Thoyyib.

Maka yang rajih adalah apa, kembalinya kepada qorinah.

Kalau dia memang pernah dosa besar tetapi ini bukan kebiasaan dia.  Tapi apa, sekadar setan pernah menipu dia lalu dia setelah itu apa, bertobat dan sebagainya 

Maka apa, dia layak untuk tidak ditolak atau mungkin melakukan suatu kefasikan tetapi secara umum kefasikan ini tidak mengganggu periwayatan, tidak mengganggu persaksian.
Maka apa, yang seperti ini layak untuk diterima. Sebagaimana penjelasan para ulama tentang apa, perkara-perkara yang di zaman salaf ada, itu di hukumi sebagai kefasikan tetapi sekarang,
تأوم بهل بلوى

yaitu musibahnya sudah meliputi seluruh umat.

Maka kalau orang-orang macam ini, yang secara umum dia jujur, cuma dia punya dosa besar kalau persaksiannya ditolak maka apa, maka berbagai macam transaksi dan urusan di mahkamah akan rusak.

Kebetulan yang melihat pembunuhan adalah apa, orang yang dia itu memakai pantalon. Para ulama mengatakan yang memakai pantalon dia fasik. Yaitu apa, pakaiannya ketat. Ini adalah fasik.

Demikian pula yg kebetulan yang melihat adanya pencurian ini adalah orang yang,

دي حالك لحية
Yaitu dia mencukur jenggot, mencukur jenggotnya, dan ini adalah fasik dengan kesepakatan ulama.

Tapi para ulama mengatakan kalau persaksian dia dengan sebab ini ditolak maka boleh jadi banyak hak yang hilang.

Berarti apa, kembalinya adalah, walaupun dia punya kefasikan, dan memang rata-rata manusia itu tidak selamat dari kefasikan, tetapi secara umum dia orang jujur, maka apa, selama kefasikannya ini tidak mengganggu riwayat maka tidak apa-apa.

Selama tidak dusta atas nama Rasulullah dan tidak terkait dengan riwayat hadits.

Sementara sekarang masalah ini, masalah dia mengajar, walaupun yang dibahas adalah riwayat hadith tetapi hadith sudah dibukukan. Jadi dia tidak masuk di dalam jajaran para rowi, tapi dia sekadar membaca buku. Kita tidak rugi itu.

Selama apa, memang dalam kehidupan sehari-harinya dia adalah orang baik, cuma pernah tergelincir, pernah bohong, pernah janji, "Saya mau, saya utang ya. Nanti saya bayar 1 bulan."  Ternyata 3 bulan nggak bayar-bayar.

Maka seperti ini tidak harus menyebabkan oh riwayatnya gugur, nggak nggak perlu, kalau sekedar masalah itu.

Selama secara umum dia orang jujur cuma ya kadang namanya hutang,  mungkin orang punya udzur itu. Di maafkan.

Kecuali kalau apa, ini kedustaannya adalah kedustaan yang memang sangat berbahaya, terkait dengan manhaj atau terkait dengan kehormatan yang fatal.

Dia berdusta dalam artian, dia pernah mencemarkan nama baik saya di hadapan pemerintah atau dihadapan masyarakat,  ha ini layak untuk ditinggalkan, kalau terbukti itu adalah kedustaan. Dan dia tidak tobat. Itu boleh kita tinggalkan.

Tapi kalau sekedar yang macam-macam tadi, yang tidak mengganggu ilmu dan periwayatan, secara umum dia adalah orang yang baik dan dia, ilmunya layak diambil, maka apa, jangan ditinggalkan yang seperti itu. Thoyyib.

Dan disebutkan oleh Khatib al Baghdadi dalam Jami' li Akhlakil Rowi, terkadang ada seorang guru yang meriwayatkan sesuatu tapi dalam suatu sudut pandang, dia boleh dikatakan dusta.

Tapi apa, terkadang seorang guru itu dusta karena apa, dia sedang bengang sama muridnya, sehingga apa, tidak meriwayatkan dengan riwayat yg betul, sementara guru ini, secara umum, dia tsiqoh. Cuma sedang bengang. Maka seperti ini jangan ditinggalkan.

Kebetulan aja sedang-sedang marah sama muridnya,  muridnya kadang nakal atau muridnya bising di situ atau dan sebagainya.

Maka yang seperti ini tidak masalah, selama apa, secara umum dia bukan pendusta.

Thoyyib, Makanya yang betul dikatakan kadzab, pendusta kalau apa, kembali kepada hadis Ibnu Mas'ud,

ولا يزال الرجل يكضب ويتحرا كذب هذا كر
Abdu atau arrojulu

Terus-menerus seseorang itu berdusta dan berusaha berdusta sehingga dia dicatat di sisi Allah sebagai kadzab, pendusta.

Kalau cuma dusta hanya sekali, ini tidak dikatakan sebagai kadzab. Tapi kalau sering sementara dalam kisah tadi tidak sering kan dia zohirnya.  Ya cuma sekali,dua kali, kita kalau kita hitung kita pernah berapa kali dusta.

Tidak layak kita mengajar kalau sekadar begitu. Yang penting apa, secara umum, orangnya baik, dan layak dan tidak tipe pendusta.  Tapi apa, tentunya kesalahan-kesalahan itu tetap kesalahan, dosa adalah dosa, harus di tobati dari pelakunya.

والله اعلم
والحمدلله رب العلمين

Sumber Sumber Channel Telegram: soaljawab_sheikhabufairuz
Diberdayakan oleh Blogger.