Header Ads

PENJELASAN TENTANG KELIRUNYA MENJADIKAN KISAH PIAGAM MADINAH SEBAGAI DALIL DEMOKRASI

PENJELASAN TENTANG KELIRUNYA MENJADIKAN KISAH PIAGAM MADINAH SEBAGAI DALIL DEMOKRASI



Pertanyaan :
Assalamu'alaikum, Afwan, ada syubhat lagi :

"Piagam Madinah yang juga dikenal dengan istilah Perjanjian Madinah, Dustur Madinah, dan Shahifah Al-Madinah, merupakan kesepakatan damai sekaligus draf perundang-undangan yang mengatur kemajemukan komunitas dan berbagai sektor kehidupan Madinah, mulai dari urusan politik, sosial, hukum, ekonomi, hak asasi manusia, kesetaraan, di kebebasan beragama, pertahanan, keamanan, dan perdamaian
Yang harus dipatuhi segenap masyarakat Madinah dimana siapa yg melanggar akan dikenai sanksi

Sebagian kita menganggap bahwa Islam dengan segala perangkat sumber hukumnya (Al-Qur'an dan Al-Hadits) sudah sangat komprehensif mengatur segala tata kelola sosial-politik masyarakat. Namun pertanyaan yang timbul adalah "Mengapa Rasulullah SAW membuat kesepakatan dengan non-muslim berupa Piagam Madinah ?" padahal sudah sempurnya tata hukum (syariat) Islam ?"

--------------------------

وعليكم السلام ورحمة الله وبركاته.

Jawaban dengan memohon pertolongan Allah semata :

Syariat Islam menjadi sempurna ketika turun ayat ketiga dari surat Al Maidah, di akhir² hayat Nabi Muhammad صلى الله عليه وسلم، setelah sepuluh tahun berdakwah di period Madinah.

Adapun:
Piagam Madinah, maka dia itu dibuat di awal² periode Hijrah, tahun satu Hijriyah. Di saat itu masih amat sangat banyak sekali ayat ayat Al Qur'an dan hadits² belum disampaikan. Maka tidak layak dikatakan: "Bahwasanya syariat di saat itu sudah sempurna, namun Nabi membuat undang² di luar syariat, dan hal itu menunjukkan bolehnya membuat bid'ah".

Dan Piagam tadi dibuat Nabi Muhammad صلى الله عليه وسلم, dan beliau mendapatkan wahyu dan taufik dari Allah, maka Piagam tadi menjadi bagian dari syariat dan Sunnah.

Jika setelah itu turun dalil yang menghapusnya maka diapun terhapus.
Adapun bagian yang tidak terhapus maka dia kekal sampai hari Kiamat.

Maka di awal² periode Madinah Nabi sholat menghadap ke Baitul Maqdis selama delapan belas bulan, lalu turunlah ayat yang menghapusnya sehingga kiblat menjadi ke arah Ka'bah. Maka tidak boleh lagi seorang Muslim sholat ke arah Baitul Maqdis dengan alasan dulu Nabi di awal² periode Madinah solat ke arah Baitul Maqdis.

Maka begitu pula dalam masalah hubungan dengan masyarakat kuffar:
Poin² Piagam Madinah yang tidak dimansukh oleh dalil yang datang berikutnya, boleh untuk terus diamalkan, karena dia bagian dari Sunnah.

Adapun Poin² yang telah dihapuskan oleh dalil yang datang setelah itu, maka masa berlakunya telah usia, haram untuk dikerjakan karena akan bertabrakan dengan dalil yang muhkam (hukumnya menetap dan pasti).
والله أعلم بالصواب.
-------------------------

Penanya :
Jazaakallahu khairan atas jawabanya, semoga yang terkena syubhat demokrasi bisa memahami hal ini, tidak tertipu dengan syubhat dai² demokrasi, namun karena demokrasi sudah mengakar di negeri ini sepertinya akan susah masyarakat melepaskan diri, kecuali Allah menghendaki paham hakikat keburukan demokrasi.

Jawab:
Sebenarnya perkaranya itu jelas bagi orang yang berfithrah lurus dan belajar dengan baik. Namun jadi susah jika ada hawa nafsu yang menutupi dan pembisik yang menghalangi.
فالله الموفق إلى أقوم الطريق.

---------------------
Penanya :
Afwan menggangu lagi, Tentang piagam Madinah dalam jawaban dikatakan :

Jika setelah itu turun dalil yang menghapusnya maka diapun terhapus. Adapun bagian yang tidak terhapus maka dia kekal sampai hari Kiamat.

Pertanyaan :
afwan, apakah setelah berlalunya piagam madinah sampai Rasulullah shalallahu 'alaihi wassalam wafat memang ada yg di mansukh ( dihapus ) ?
------------------

Jawab:
Ada yang sudah dihapus, seperti: dibolehkannya ada dua agama di jazirah Arab. Itu sudah dihapus oleh Nabi Muhammad صلى الله عليه وسلم.

Adapun di wilayah Muslimin yang lainnya seperti Irak, Iran, Syam, Mesir dll, maka orang kafir boleh tinggal bersama Muslimin, namun harus membayar jizyah, dan harus lebih hina dan rendah serta tidak boleh memakai pakaian Muslimin, dll. Bukannya seperti yang diterapkan para liberalism yang justru menyetarakan Muslim dan kafir, dan justru menyemangati Muslimin untuk banyak mengekor pada orang-orang kafir dan membuang budaya yang diridhai oleh Nabi, dengan menyombongkan budaya jahiliyyah nenek moyang.
لا إله إلا الله.

-selesai-
---------------------

( Dijawab Oleh : Asy Syaikh Abu Fairuz Abdurrahman bin Soekojo Al Qudsiy Al Jawiy )

Sumber Channel Telegram: fawaidMaktabahFairuzAddailamiy
Diberdayakan oleh Blogger.