Trauma
Soalan
Minta nasihat sikit tentang seorang kawan nih. Dia ni ana kenal dan kehidupan masa kecil dia tadi penuh dengan kesengsaraan.
Dia mendapat seorang ayah yang garang. Memperlakukan dia dengan cara yang tidak betul. Kadang-kadang memukul, memukul ibunya, memukul kakaknya, di hadapan dia. *Dan sekarang ni ayah dia dah pun tak ada. Tapi dia masih lagi tergiang-giang dengan apa yang ayah dia perlakukan kepada dia dahulu. Sehingga, kalau setiap kali berjumpa, ada saja, dia akan cerita balik, cerita berulang-ulang.*
Jadi apa nasihat yang kita boleh kita nasihati dia dan macam mana sepatutnya dia sikapi ayah dia yang sudah tak ada itu. Macam mana caranya?
Jawapan
بسم الله الرحمن الرحيم
*Trauma itu ada. Memang manusia itu trauma. Ketika mengalami kejadian yang betul-betul terkesan di dalam hati maka boleh jadi akan muncul trauma, susah untuk dilupakan dan sebagainya. Sama saja dia perkara yang sangat menyedih kan atau sangat mengecewakan atau sangat menggembirakan atau sangat menakutkan.*
Semua itu akan apa, akan terkesan dan akan susah untuk hilang. Maka perkara-perkara terkadang memang menimbulkan trauma semacam itu.
Makanya dijelaskan oleh para ulama, dijelaskan oleh Ibnul Qaiyim رحمه الله, termasuk dari hikmah Allah menjadikan manusia itu punya sifat lupa adalah untuk apa, untuk mententeramkan hatinya. Agar apa, agar tidak terus-menerus sedih. Tapi seiring dengan waktu maka akan semakin berkurang kesedihan itu karena apa, karena hafalan dia tentang kejadian itu akan mulai berkurang. Ini adalah hikmah Allah تعالى.
Adapun kalau kejadian itu memang terlampau menyakitkan, memang dia itu terlalu apa, terlalu dalam tusukannya sehingga, untuk di hapus itu susah.
Dari sisi ini, kita memaklumi. Semua orang boleh jadi mengalami kejadian yang semacam itu, atau yang mirip dengan itu, atau yang dekat dengan itu.
Tetapi jelas sebagaimana *disebutkan oleh Imam As Sa'di رحمه الله تعالى, didalam "al Wasa'il Mufidah fi Hayaati Sa'idah", yaitu "Sarana-sarana yang bermanfaat untuk mendapatkan kehidupan yang berbahagia", bahwasanya terus-menerus mengingat kesedihan, perkara yang menyedihkan itu, akan membahayakan dia, dan tidak akan menguntungkan dia.*
Makanya banyak di dalam Alquran, Allah تعالى melarang nabi untuk terlalu bersedih hati, terlalu menyesali tentang kekafiran mereka dan sebagainya dan sebagainya.
Sebagaimana dijelaskan oleh sebagian orang Arab, apa itu,
كن من ابنأل اليم ولا تكن من ابنأ الماضي
"Jadilah kalian sebagai anak-anak hari ini jangan sebagai anak-anak masa lalu.
Yaitu selalu ingat apa yang terdahulu, sehingga apa, menyebabkan sedih, menyebabkan dia menjadi malas, menjadi lemah, atau takut untuk melangkah, dan seterusnya. Tapi yang penting, lihat sekarang, apa yang perlu dilakukan untuk kemanfaatan sekarang.
Maka kita katakan dari satu sisi kita tidak menyalahkan dia, ingat kejahatan orang tersebut, atau barangkali, ya ayah dia dan sebagainya. Tetapi jangan itu terus menerus menghantui dia. Karena apa, hal itu akan melemahkan langkah dia untuk mengambil perkara yang lebih bermanfaat.
Cukup dia telah menyebutkan apa yang dahulu. Kemudian apa, hendaknya dia mengingat firman Allah ta'ala,
تِلْكَ أُمَّةٌ قَدْ خَلَتْ ۖ لَهَا مَا كَسَبَتْ وَلَكُم مَّا كَسَبْتُمْ ۖ وَلَا تُسْأَلُونَ عَمَّا كَانُوا يَعْمَلُونَ
Mereka adalah umat yang telah berlalu. Mereka akan mendapatkan apa yang mereka kerjakan dan kalian akan mendapatkan apa yang akan kalian kerjakan. Dan kalian tidak akan ditanya tentang apa yang perbuatan, yang dulu mereka lakukan.
Kalau terus menerus kita mengingat itu dan kita akan rugi dan boleh jadi kita akan terkena dosanya.
Kenapa? Dalam hadits Aisyah diriwayatkan kalau tidak salah oleh Bukhari dan lain-lain, Rasulullah صلى الله عليه وسلم bersabda, apa itu,
لا تَسُبُّوا الأمواتَ، فَإنَّهُمْ قَدْ أفْضَوْا إِلَى مَا قَدَّموا
Jangan kalian mencaci-maki orang-orang yang telah mati karena mereka itu telah apa, telah mendapatkan apa yang mereka amalkan sekarang.
Apakah dengan kita mencaci maki dia, menyebutkan aib dia dan kejelekan dia, akan menyebabkan kita puas?Kenyataannya kita tidak puas kan? Maksudnya saudara tersebut tak puas tu.
Dan juga apakah menyebabkan dia itu, dia itu akan tersakiti dengan kita sebutkan. Dia sudah mati dia tidak akan kesakitan dengan ucapan kita.
Tapi apa, cukup bahawasanya Allah akan membalas orang sesuai dengan dosa dia. Dan Allah Maha Adil. Jangan khuatir itu. Kesedihan dirimu, kesedihan ibumu kesedihan saudari-saudari mu misalkan. Dan seluruh penderitaan mereka, Allah تعالى akan menghukum orang tadi sesuai dengan kadarnya. Jangan khuatir itu.
Dan mereka yang terzalimi akan mendapatkan pahala yang banyak. Tapi boleh jadi engkau dengan mengucapkan itu terus menerus, engkau akan mengikis hakmu, dan boleh jadi, suatu saat, engkau tidak akan memiliki hak apa-apa dari apa, dari amalan tadi, dan justru setelah itu, engkau akan memikul dosa.
Karena apa? Engkau melampaui batas, boleh jadi. Di sisi Allah تعالى, engkau melampaui batas terhadap apa yang menjadi hak engkau, di dalam mencaci dia. Namanya orang yang mencaci, dia punya hak untuk mencaci tapi sesuai dengan batasnya.
Sementara orang yang tidak tahu syariat, boleh jadi dia melampaui batas di dalam mencaci. Maka tidak lagi dia mendapatkan kepuasan tapi bahkan apa, hatinya terbakar dan di akhirat dia dapat dosa, kalau terlalu sering menyebutkan itu.
Dan dari sisi yang lain, walaupun orang tua itu jahat, walaupun orang tua itu zalim misalkan, tapi tetap dia pasti pernah memiliki kebaikan kepada kita. Tidak mungkin sejak, secara umum ye.Tidak mungkin, kalau orang tua ini, akalnya masih waras. Ketika kita masih di kandung ibu itu kita sudah disakiti, Itu tidak mungkin.
Ketika kita lahir tidak mungkin langsung dia itu membanting kita, memukul kita, tidak mungkin. Tapi menyayangi kita, mengasihani kita, mencurahkan wang untuk kita, begadang di malam malam karena kita menangis. Mengganti pampers kita dan seterusnya dan seterusnya.
Keluar wang untuk membeli susu, membeli ubat, membeli minuman membeli pakaian, membeli dan sebagainya untuk kita.
Maka walaupun dia punya dosa dosa, *hak dia kepada kita itu sangat besar.* *Jasa dia kepada kita itu sangat besar.* Maka Rasulullah صلى الله عليه وسلم wa sallam dalam hadits yang diriwayatkan oleh Imam Muslim dari Abi Hurairah رضي الله عنه bahwa Rasulullah صلى الله عليه وسلم bersabda,
Tidak mungkin seorang anak itu akan membalas kebaikan orang tuanya, kecuali kalau dia mendapati orang tuanya itu menjadi hamba sahaya, kemudian dia membeli nya dengan harta dia, kemudian memerdekakan orang tua dia tadi. Baru dia mampu membalasnya.
Ini kalimat yang umum, sama saja orang tua itu zalim atau tidak zalim, tidak mungkin anak itu membalas kebaikan orang tua. Nyawa kita terjaga dengan sebab dia sekian lama.
Maka apa, *jangan kita memperbanyak kesedihan-kesedihan yang lalu dan sebagainya, tapi doakan ampunan untuk dia, ingat jasa dia selama ini.
Boleh jadi dia itu adalah apa, dia berbuat itu karena ada sebab. Sama saja sebabnya betul atau kah sebabnya salah. Terutama apa, orang awam, dia berbuat ada sebabnya tapi melampaui batas.
Kita sendiri belum tentu ketika kita memukul orang lain, atau mencaci orang lain. kita telah melakukan tepat pada tempatnya. Jadi kita berlebihan. Maka orang tua kita, dari sisi, boleh jadi dia itu zalim, boleh jadi ada sebabnya dia trauma sebagaimana engkau trauma, dia juga trauma tapi الحمدلله Allah membimbing dirimu dengan apa, tidak sampai berbuat zalim, sementara Allah tidak membimbing ayahmu itu sehingga apa, traumanya iru menyebabkan dia menyakiti istrinya berlebihan dan sebagainya.
Tapi apa, intinya adalah orang yang masih waras kalau dia masih waras, maka dia berbuat sesuatu pasti ada sebabnya itu. Tetapi boleh jadi berlebihan dan dosa.
Maka ingat itu. Boleh jadi dia punya uzur.
Uzur yang bukan berarti dia lepas dari dosa, tapi seharusnya kita mencukupkan diri dengan apa, dengan cacian yang telah lalu. Tidak perlu dilanjutkan itu.
Ha sekarang apa, saatnya untuk berbakti. Boleh jadi bakti kita selama ini belum cukup dan tidak mungkin cukup. Maka apa, kita mohonkan ampun untuk dia yang sudah di alam kubur itu, jangan dia terlalu banyak disiksa oleh Allah.
Ingat kebaikan dia selama dulu yang kita tahu dan yang kita tidak tahu. Sebelum kita berakal, berapa banyak kebaikan orang tua kita. Tidak mampu kita menghitungnya itu.
Bahkan kita perlu ingatkan dia tentang masalah itu. Itu dari orang tua. Dari sisi dia sendiri tadi. Yaitu apa, ini akan mengganggu kehidupan dia kalau terus-menerus dia mengingat kesedihan' kesedihan tadi. Tapi apa, obatilah dengan apa, firman Allah تعالى,
الا بذكر الله قلوب
Ketahuilah dengan mengingat Allah, maka hati itu akan jadi tenteram.
Lebih banyak kita ingat Allah, ingat jasa-jasa Allah.
Jangan mengingat kezaliman orang kepada kita. Kita sendiri banyak berbuat zalim. Ingat itu. Dan kemudian, perbaiki diri sendiri dan jangan sampai kita menjadi apa, menjadi orang tersebut.
Sebagaimana di dalam kisah nyata di kalangan orang Arab. Kalau tidak salah dulu kita dapatkan. Ada seorang anak dia terlalu benci kepada ayahnya dan ayahnya bilang, "Saya mengakui saya mempunyai dosa dan sekarang saya sudah tua dan saya ingat, memang saya telah menyia-nyiakan kalian tapi terakhir, saya nasihatkan kepadamu. "Jadilah engkau lebih baik daripada ayah. Jangan ikuti langkah Ayah. Cukup ayah yang berdosa. Jangan kau ikuti langkah ayah.
Ha kita, orang tua sudah mati, tidak akan mampu memperbaiki diri. Kita yang masih hidup. Kita usahakan untuk semakin baik, semakin dekat dengan Allah, semakin berilmu agar langkah kita lebih baik, karena belum tentu nanti kalau kita mengalami trauma yang sama, kita lebih baik dari ayah kita, belum tentu.
Maka sekarang mumpung barangkali belum mengalami itu, kita persiapkan diri dengan banyak-banyak mendekat kepada Allah, dan memohon kepada Allah apa, agar kita diselamatkan dari su'ul qodo' takdir yang, takdir yang buruk. Boleh jadi kalau kita mengalami itu kita malah lebih jelek dari ayah kita, itu boleh jadi.
Kekuatan kita belum tentu lebih, lebih bagus daripada ayah kita. Ha kita ingatkan dengan yang semacam itu. Jadi perbaiki apa yang telah ada, kemudian apa, melangkah dengan yang lebih baik. Selesai, itu lebih baik.
والله اعلم
Sumber Channel Telegram: soaljawab_sheikhabufairuz