Header Ads

Yang Diwajibkan Adalah Mengeluarkan Zakat Berupa Makanan, Bukan Berupa Uang

Yang Diwajibkan Adalah Mengeluarkan Zakat Berupa Makanan, Bukan Berupa Uang



Apakah boleh mengeluarkan zakat Fitrah berupa uang sebagai ganti dari makanan pokok?

Itu tidak boleh dilakukan karena Nabi ﷺ telah menetapkan bahwasanya zakat Fitrah adalah satu sho’ dari makanan, dan dia itu adalah makanan untuk orang-orang miskin, padahal di zaman itu sudah ada uang.

Boleh jadi ada orang berkata: “Sesungguhnya uang itu lebih bermanfaat untuk faqir miskin daripada makanan, karena mereka lebih tahu tentang keperluan mereka sendiri. Maka yang lebih bermaslahat adalah jika kita memberi mereka uang, lalu setelah itu terserah mereka untuk mempergunakannya sesuai kehendak mereka.”

Jawaban kita dengan memohon pertolongan pada Allah adalah: bahwasanya syariat ini datang dari Robb alam semesta, dan Dia paling tahu tentang kemaslahatan para hambanya. Allah ta’ala berfirman:

﴿أَلَا يَعْلَمُ مَنْ خَلَقَ وَهُوَ اللَّطِيفُ الْخَبِيرُ﴾ [الملك: 14]

“Apakah Dzat Yang menciptakan itu tidak mengetahui (yang kalian lahirkan atau rahasiakan); dan Dia Maha Halus lagi Maha Mengetahui?”

Dan hanya milik Dialah hikmah yang mendalam di seluruh urusan makhluk-Nya dan pensyariatan-Nya. Allah ta’ala berfirman tentang Al Qur’an:

﴿لَا يَأْتِيهِ الْبَاطِلُ مِنْ بَيْنِ يَدَيْهِ وَلَا مِنْ خَلْفِهِ تَنْزِيلٌ مِنْ حَكِيمٍ حَمِيدٍ﴾ [فصلت: 42].

“Yang tidak datang kepadanya (Al Quran) kebatilan baik dari depan maupun dari belakangnya, yang diturunkan dari Rabb Yang Maha Bijaksana lagi Maha Terpuji.”

Dan Robb kita عز وجل itulah yang menurunkan Jibril عليه السلام dengan membawa syariat yang sempurna ini, syariat yang lengkap dan mengagumkan, Dia tidak lupa pada kemaslahatan-kemaslahatan pada hamba-Nya. Allah ta’ala berfirman:

﴿وَمَا نَتَنَزَّلُ إِلَّا بِأَمْرِ رَبِّكَ لَهُ مَا بَيْنَ أَيْدِينَا وَمَا خَلْفَنَا وَمَا بَيْنَ ذَلِكَ وَمَا كَانَ رَبُّكَ نَسِيًّا﴾ [مريم: 64].

“Dan tidaklah kami (Jibril) turun, kecuali dengan perintah Tuhanmu. Kepunyaan-Nya-lah apa saja yang ada di hadapan kita, apa-apa yang ada di belakang kita dan apa-apa yang ada di antara keduanya, dan tidaklah Tuhanmu lupa.”

Orang-orang faqir dan miskin itu ada pada zaman Nabi ﷺ dan beliau mengetahui hajat-hajat mereka. Sekalipun demikian, beliau mensyariatkan pada mereka –dan beliau itu adalah penyampai berita dari Allah ta’ala- dengan syariat ini. Maka hal itu menunjukkan bahwasanya yang beliau sampaikan itulah yang benar, yang paling bermaslahat dan paling bermanfaat untuk mereka, sekalipun hal itu tidak diketahui oleh akal-akal kebanyakan manusia.

Al Imam Az Zuhriy رحمه الله berkata:

من الله الرسالة وعلى رسول الله صلى الله عليه وسلم البلاغ وعلينا التسليم.

“Risalah itu datangnya dari Allah, dan menjadi kewajiban Rosulullah ﷺ penyampaiannya, dan kewajiban kita adalah tunduk patuh.” (“Shohihul Bukhoriy/Kitabul Ilm/di atas hadits ke (7530)) ().
Kholifah Umar bin Abdul Aziz رحمه الله berkata dalam surat beliau kepada Adi bin Artho'ah رحمه الله :

فإني أوصيك بتقوى الله ، والاقتصاد في أمره ، واتباع سنة نبيه صلى الله عليه وسلم ، وترك ما أحدث المحدثون مما قد جرت سنته ، وكفوا مؤنته ، فعليكم بلزوم السنة ، فإن السنة إنما سنها من قد عرف ما في خلافها من الخطأ والزلل ، والحمق والتعمق ، فارض لنفسك ما رضي به القوم لأنفسهم ، فإنهم عن علم وقفوا ، وببصر نافذ قد كفوا ، ولهم كانوا على كشف الأمور أقوى وبفضل لو كان فيه أجري فلئن قلتم : أمر حدث بعدهم ، ما أحدثه بعدهم إلا من اتبع غير سنتهم ، ورغب بنفسه عنهم ، إنهم لهم السابقون ، فقد تكلموا منه بما يكفي ، ووصفوا منه ما يشفي ، فما دونهم مقصر ، وما فوقهم محسر ، لقد قصر عنهم قوم فجفوا وتجاوز آخرون فغلوا وإنهم فيما بين ذلك لعلى هدى مستقيم

"Maka sesungguhnya aku berwasiat kepadamu untuk bertakwa kepada Allah dan sederhana di dalam urusan agama-Nya, dan mengikuti sunnah Nabi-Nya صلى الله عليه وسلم dan meninggalkan perkara yang dibikin-bikin oleh para ahli muhdatsat dari perkara yang sunnahnya itu telah berjalan. Dan para Salaf itu telah mencukupi tanggungannya maka wajib bagi kalian untuk berpegang teguh dan setia dengan As Sunnah, karena As Sunnah itu hanyalah disunnahkan oleh orang yang tahu bahwasanya di dalam penyelisihannya itu ada kesalahan dan ketergelinciran, ketololan dan berdalam-dalam.

Maka ridhailah untuk dirimu apa yang para Salaf itu ridha dengannya untuk diri mereka. Karena sesungguhnya mereka itu berhenti berdasarkan ilmu, menahan diri juga berdasarkan pandangan yang tajam. Dan mereka itu lebih kuat untuk menyingkap berbagai perkara, dan lebih pantas untuk mendapatkan keutamaan kalau memang di situ ada keutamaan. Kalau engkau berkata,"Perkara tersebut terjadi sepeninggal mereka." Tidaklah membikin-bikin sepeninggal mereka kecuali orang yang mengikuti selain jalan mereka, dan lebih mengutamakan diri sendiri dari pada para Salaf itu. Sesungguhnya mereka itulah para pendahulu yang hakiki. Mereka telah berbicara dalam hal tersebut dengan sesuatu yang mencukupi, dan menggambarkannya dengan sesuatu yang memuaskan. Perkara yang di bawah mereka adalah perkara yang membikin kurang, dan sesuatu yang melampaui mereka adalah sesuatu yang membikin capek. Sungguh suatu kaum telah bersikap kurang sehingga menjadi jauh dari petunjuk, sementara sekelompok yang lain telah berlebihan sehingga melampaui batas, dan sesungguhnya para Salaf itu ada di antara keduanya, benar-benar di atas jalan yang lurus." (Diriwayatkan oleh Abu Dawud dalam “As Sunan” (4612), dan Al Ajurriy dalam "Asy Syari'ah" (535)/Shohih).

Al Imam Asy Syafi’iy رحمه الله berkata: “Aku beriman pada Allah, dan kepada apa yang datang dari Allah, berdasarkan kehendak Allah. Dan aku beriman pada Rosulullah, dan kepada apa yang didatangkan oleh Rosululloh, berdasarkan kehendak Rosulullah.” (Disebutkan oleh Ibnu Qudamah dalam “Lum’atul I’tiqod”/hal. 45).

Syaikhul Islam رحمه الله berkata: “Maka segala perkara yang tuntutan pengerjaannya itu ada pada zaman Rosulullah ﷺ seandainya berupa kemaslahatan, akan tetapi beliau tidak mengerjakannya, maka diketahuilah bahwasanya perkara tadi sebenarnya bukanlah kemaslahatan.” (“Iqtidhoush Shirothil Mustaqim”/2/hal. 57).

Dan dari seorang Anshor dari sahabat Nabi صلى الله عليه وسلم, bahwasanya Nabi صلى الله عليه وسلم bersabda:

«فمن اقتدى بي فهو مني. ومن رغب عن سنتي فليس مني. إن لكل عمل شرة، ثم فترة فمن كانت فترته إلى بدعة فقد ضل، ومن كانت فترته إلى سنة فقد اهتدى».

"Maka barangsiapa meneladani diriku, maka dia termasuk dari golonganku. Dan barangsiapa membenci sunnahku, maka bukanlah dia itu dari golonganku. Sesungguhnya setiap amalan itu punya masa semangat, kemudian masa malas. Maka barangsiapa masa malasnya itu (diarahkan) kepada bid'ah, maka sungguh dia telah tersesat. Dan barangsiapa masa malasnya itu (diarahkan) kepada yang sunnah, maka sungguh dia telah mengikuti petunjuk." (HR. Ahmad (23521), dan dishohihkan oleh Al Imam Al Wadi’iy رحمه الله dalam “Al Jami'ush Shohih” (3251)).

Syaikhul Islam رحمه الله berkata: "Maka barangsiapa membenci sunnahku, maka bukanlah dia itu dari golonganku" yaitu: dia menempuh jalan yang lain dalam keadaan dia menduga bahwasanya jalan yang lain itu lebih baik daripada sunnah Nabi. Maka barangsiapa demikian, maka sungguh dia telah berlepas diri dari Allah dan Rosul-Nya. Allah ta'ala berfirman:

﴿وَمَن يَرْغَبُ عَن مِّلَّةِ إِبْرَاهِيمَ إِلاَّ مَن سَفِهَ نَفْسَهُ﴾ [البقرة : 130 ]

"Dan siapakah orang yang membenci agama Ibrohim selain orang yang membikin tolol dirinya sendiri?"

Bahkan wajib bagi setiap Muslim untuk meyakini bahwasanya ucapan yang terbaik adalah firman Allah, dan petunjuk yang terbaik adalah petunjuk Muhammad صلى الله عليه وسلم , sebagaimana telah tetap dalam "Ash Shohih" bahwasanya beliau berkhothbah dengan ucapan itu setiap hari Jum'at." ("Majmu'ul Fatawa"/11/hal. 201).

Maka tidak boleh mengeluarkan zakat Fitrah berbentuk uang sebagai ganti dari makanan pokok.

Ini telah ditetapkan oleh Al Imam Muhammad bin Idris Asy Syafi’iy رحمه الله yang mana beliau berkata: “Zakat itu tidak boleh dihargai dengan uang. Andaikata dia boleh dihargai dengan uang niscaya jadinya adalah: jika dia membayarkan satu sho’ zabib jenis dhuru’, itu setara dengan pembayaran delapan sho’ hinthoh (gandum biji gemuk).” (“Al Umm”/Asy Syafi’iy/2/hal. 72).

Al Mawardiy رحمه الله, qodhiy besar Syafi’iyyah di zamannya, berkata: “Kami telah menyebutkan bahwasanya membayarkan uang dalam zakat-zakat adalah tidak boleh. Dan tidak boleh membayarkan uang dalam zakat Fitrah. Maka jika dia membayarkan harga satu sho’ dengan dirham (uang perak) atau dinar (uang emas); hal itu tidak boleh, berdasarkan penjelasan yang telah lewat. Dan juga karena Rosulullah ﷺ telah menetapkan kadar yang sama dalam jenis-jenis makanan yang berbeda-beda, yang mana beliau menyamakan kadar di antara makanan-makanan tadi, padahal jenis-jenisnya berbeda-beda dan harga-harganya itu beraneka ragam. Maka hal itu menunjukkan bahwasanya yang terpandang adalah kadar makanan-makanan yang telah ditetapkan, bukan harganya(). Dan juga andaikata boleh mempertimbangkan harga satu sho’ suatu bahan makanan, niscaya menjadi wajiblah jika harga satu sho’ zabib jenis dhuru’, dan dia itu adalah zabib tipe besar, itu dua kali lipat dari harga gandum hinthoh, lalu orang tadi membayarkan dari zabib tadi setengah sho’ saja yang harganya sama dengan satu sho’ hinthoh, akan menjadi sah zakatnya tadi. Manakala telah terbentuk kesepakatan bahwasanya hal itu tidak sah, sekalipun harganya sama dengan harga satu sho’ hinthoh, hal itu menunjukkan tidak bolehnya membayarkan uang sebagai ganti bahan makanan yang telah ditetapkan().” (“Al Hawil Kabir” /Al Mawardiy/3/hal. 383).

Ibnu Rusyd رحمه الله berkata: “Dan ulama berselisih pendapatK apakah boleh dalam zakat Fitrah itu mengeluarkan uang sebagai ganti bahan makanan? Ataukah tidak boleh? Maka Malik dan Asy Syafi’iy berkata: “Tidak boleh di zalam zakat itu membayarkan uang sebagai ganti benda-benda yang ditetapkan untuk dibayarkan dalam zakat-zakat.” Abu Hanifah mengatakan: “Itu boleh, sama saja dirinya mampu untuk mengeluarkan benda tadi ataukah tidak mampu.”

Dan sebab perselisihan mereka adalah: apakah zakat itu ibadah ataukah dia itu hak yang wajib ditunaikan untuk orang-orang miskin? Barangsiapa berkata: “Sesungguhnya zakat itu ibadah,” dia berpendapat bahwasanya jika orang tadi membayarkan yang bukan dari benda-benda tadi, zakatnya tidak sah; karena jika dirinya menjalankan ibadah tidak seperti yang diperintahkan maka ibadahnya itu rusak. Tapi barangsiapa berkata: “Zakat itu adalah hak orang-orang miskin,” Maka tidak ada bedanya baginya antara benda tadi dengan uang yang senilai dengan itu.

Para ulama Syafi’iyyah berkata: “Kami boleh berkata –jika kami menerima bahwasanya zakat adalah hak orang-orang miskin-: bahwasanya Sang Pembuat Syariat hanyalah menggantungkan hak tadi dengan benda untuk dibayarkan, untuk menyekutukan orang-orang faqir bersama orang-orang kaya di dalam jenis-jenis harta.” Dan seterusnya.
(selesai dari “Bidayatul Mujtahid”/2/hal. 30).

Dan Al Imam Ahmad bin Hanbal رحمه الله juga tidak membolehkan pembayaran dengan uang pada zakat Fitrah.

Al Imam Abdullah bin Al Imam Ahmad berkata: aku mendengar ayahku membenci dibayarkannya uang pada zakat Fitrah, dan beliau berkata: “Aku khawatir jika orang tadi memberikan uang maka zakatnya itu tidak sah.” (“Masailul Imam Ahmad”/Abdullah bin Ahmad/hal. 171).

Al Imam Abu Dawud As Sijistaniy رحمه الله berkata: Aku mendengar Ahmad ditanya tentang membayarkan roti dalam zakat Fitrah? Maka beliau menjawab: “Tidak boleh.” Ditanyakan pada Ahmad dan aku mendengar: “Bagaimana jika dia membayarkan dirham-dirham?” Beliau menjawab: “Aku khawatir itu tidak sah. Menyelisihi sunnah Rosulullah ﷺ.”  (“Masailul Imam Ahmad”/Abu Dawud As Sijistaniy/hal. 123).

Al Imam Ibnu Baz رحمه الله berkata: “Dan menurut pendapat kebanyakan ulama: tidak boleh membayarkan uang (di dalam zakat Fitrah), karena hal itu menyelisihi apa yang telah ditetapkan oleh Nabi ﷺ dan para Sahabat beliau رضي الله عنهم. Allah عز وجل berfirman:

﴿قُلْ أَطِيعُوا الله وَأَطِيعُوا الرَّسُولَ فَإِنْ تَوَلَّوْا فَإِنَّمَا عَلَيْهِ مَا حُمِّلَ وَعَلَيْكُمْ مَا حُمِّلْتُمْ وَإِنْ تُطِيعُوهُ تَهْتَدُوا وَمَا عَلَى الرَّسُولِ إِلَّا الْبَلَاغُ الْمُبِينُ﴾.

“Katakanlah: "Taatlah kalian kepada Allah dan taatlah kalian kepada Rasul; dan jika kalian berpaling maka sesungguhnya kewajiban Rasul itu adalah apa yang dibebankan kepadanya, dan kewajiban kalian adalah semata-mata apa yang dibebankan kepada kalian. Dan jika kalian taat kepadanya, niscaya kalian mendapat petunjuk. Dan tidaklah kewajiban Rasul itu melainkan menyampaikan (amanat Allah) dengan terang".

Dan Allah سبحانه berfirman:

﴿فَلْيَحْذَرِ الَّذِينَ يُخَالِفُونَ عَنْ أَمْرِهِ أَنْ تُصِيبَهُمْ فِتْنَةٌ أَوْ يُصِيبَهُمْ عَذَابٌ أَلِيمٌ﴾.

“Maka hendaklah orang-orang yang menyalahi perintah Rasul itu merasa takut akan ditimpa cobaan atau ditimpa azab yang pedih.” ()
Dan hanya Allah sajalah Yang Mengurusi taufiq.”
(Selesai dari “Majmu’ Fatawa Ibni Baz”/14/hal. 32).

Al Imam Ibnu Utsaimin رحمه الله ditanya: “Kenapa sedekah Fitrah itu tidak sah dengan uang, yaitu dirham-dirham?”

Maka beliau رحمه الله menjawab: “Pengeluaran zakat Fitrah itu tidak sah kecuali dari makanan, berdasarkan ucapan Ibnu Umar رضي الله عنهما yang berkata:

«فرض رسول الله صلى الله عليه وسلم زكاة الفطر صاعا من تمر ، أو صاعاً من شعير».

"Bahwasanya Rosulullah ﷺ mewajibkan zakat Fitrah satu sho’ dari korma, atau satu sho’ dari sya’ir (sejenis gandum).”

Maka di sini telah ditentukan.

Dan Abu Sa’id Al Khudriy رضي الله عنه yang berkata:
«كنا نخرجها على عهد النبي صلى الله عليه وعلى آله وسلم صاعاً من طعام».
“Dulu kami biasa mengeluarkan zakat Fitrah pada zaman Rosulullah ﷺ berupa satu sho’ dari makanan.”

Dan juga dikarenakan Nabi ﷺ mewajibkannya berupa satu sho’ dari makanan: kurma atau gandum atau zabib atau aqith. Dan empat benda ini seringkali berbeda-beda harganya, yaitu: jarang sekali terjadi bahwasanya satu sho’ kurma itu setara dengan satu sho’ gandum, atau setara dengan satu sho’ zabib, setara dengan satu sho’ aqith. Nabi ﷺ mewajibkan zakat Fitrah berupa satu sho’ makanan, dan makanan itu harganya bermacam-macam. Maka ini menunjukkan bahwasanya bahwasanya dengan uang itu tidak sah. Akan tetapi jika ditetapkan bahwasanya kita tinggal di suatu Negara yang mereka tidak menerima kecuali dengan uang, hendaknya kita berkata kepada mereka: “Ambillah makanan ini, dan juallah oleh kalian (agar mendapatkan uang –pent).” Jika mereka tidak mau juga, maka hendaknya kita berikan zakat tadi ke Negara lain.” (Selesai dari “Liqoatil Babil Maftuh”/190/hal. 13).

Fadhilatusy Syaikh Al ‘Allamah Sholih bin Fauzan Al Fauzan حفظه الله ditanya: “Telah banyak perdebatan di akhir-akhir ini di antara ulama-ulama di sebagian negri yang lain tentang apa yang disyariatkan dalam zakat Fitrah, dan dimungkinkannya pengeluarannya dengan uang. Maka apa pendapat Anda yang mulia?”

Maka beliau حفظه الله menjawab: “Yang disyariatkan dalam zakat Fitrah adalah: dia itu ditunaikan sesuai dengan bentuk yang disyariatkan, yang diperintahkan oleh Nabi ﷺ, dengan cara seorang Muslim menyerahkan satu sho’ dari makanan pokok di negri itu, dan diberikan pada orang faqir pada waktu zakat itu. Adapun mengeluarkan uang maka hal itu tidak sah di dalam zakat Fitrah, karena hal itu menyelisihi apa yang diperintahkan oleh Nabi ﷺ dan apa yang diamalkan oleh para Sahabat yang mulia, berupa pengeluaran makanan. Dan mereka itu tidaklah mengeluarkan uang dalam zakat Fitrah, dan mereka lebih tahu daripada kita tentang apa yang boleh dan apa yang tidak boleh. Dan para ulama yang berpendapat dibolehkannya mengeluarkan uang, mereka mengatakan itu dengan ijtihad mereka. Dan ijtihad itu jika menyelisihi nash, ijtihad tadi tidak boleh dipandang.” (Selesai dari “Al Muntaqo Min Fatawal Fauzan”/81/hal. 13-14).
--------------

( Penjelasan Indah Tentang Zakat Fitrah | Asy Syaikh Abu Fairuz Abdurrohman bin Soekojo Al Qudisy Al Jawiy Al Indonesiy حفظه الله )

Sumber Channel Telegram: fawaidMaktabahFairuzAddailamiy
Diberdayakan oleh Blogger.