Header Ads

Kejahatan Orang-orang Kafir Terhadap Muslimin Di Palestina Bukanlah Perkara Yang Baru Terjadi Sekarang

FAIDAH :

[Kejahatan Orang-orang Kafir Terhadap Muslimin Di Palestina Bukanlah Perkara Yang Baru Terjadi Sekarang]

Abu Fairuz وفقه الله berkata: sesungguhnya kejahatan-kejahatan orang-orang kafir dengan beraneka ragamnya agama mereka, terhadap Quds dan sekelilingnya, merupakan perkara yang telah berlangsung sangat lama.

Al Imam Ibnu Utsaimin رحمه الله berkata: "Wahai umat manusia, sungguh telah berlalu lebih dari delapan tahun sejak penjajahan Yahudi terhadap Masjidil Aqsha, dalam keadaan mereka menebarkan kerusakan di dalamnya, dan menyebarkan siksaan pada pemakmurnya.

Dan pada hari-hari ini Mahkamah Yahudi mengeluarkan undang-undang bolehnya orang-orang Yahudi untuk beribadah di Masjidil Aqsha itu sendiri. Dan makna hukum thaghutiy ini adalah: ditampilkannya syiar-syiar kekufuran di salah satu masjid Islam yang paling agung kehormatannya.
Masjidil Aqsha adalah masjid yang mana Rasulullah ﷺ diisrakan (diperjalankan di malam hari –pen) kepadanya untuk dimi’rajkan (dinaikkan memakai alat naik –pen) dari situ untuk menuju ke langit-langit yang tinggi menuju kepada Allah جل وتقدس وعلا.

Dia adalah masjid kedua yang didirikan di bumi agar Allah disembah dan ditauhidkan. Di dalam “Shahihain” dari Abu Dzar رضي الله عنه yang berkata:

قُلْتُ: يَا رسولَ اللهِ، أَيُّ مَسْجِدٍ وُضِعَ فِي الْأَرْضِ أَوَّلُ؟ قَالَ: «المَسْجِدُ اْلحَرَامُ». قُلْتُ: ثُمَّ أَيٌّ؟ قَالَ: «المَسْجِدُ الْأَقْصَى». قُلْتُ: كَمْ بَيْنَهُمَا؟ قَالَ: «أَرْبَعُوْنَ سَنَةً ».

Saya bertanya: “Wahai Rasulullah, masjid apakah yang didirikan pertama kali di bumi?” Beliau menjawab: “Masjidil Haram.” Saya bertanya: “Lalu masjid apa?” Beliau menjawab: “Masjidil Aqsha.” Saya bertanya: “Berapakah jarak di antara keduanya?” Beliau menjawab: “Empat puluh tahun.

Sungguh dia adalah masjid ketiga yang diagungkan di dalam Islam, yang mana diperbolehkan sengaja mengadakan safar kepadanya untuk menaati Allah dan mencari tambahan kurnia-Nya dan kedermawanan-Nya. Nabi ﷺ bersabda:

«لَا تُشَدُّ الرِّحَالُ إِلَّا إِلَى ثَلَاثَةِ مَسَاجِدَ: المَسْجِدِ اْلحَرَامِ، وَمَسْجِدِ الرَّسُوْلِ ﷺ، وَالمَسْجِدِ الْأَقْصَى».

“Tidak boleh menyengaja bersafar (untuk mencari berkah -pen) kecuali ke tiga masjid: Masjidil Haram, Masjid Rasul ﷺ, dan Masjidil Aqsha.”

Sesungguhnya dia yang terletak di tanah suci yang diberkahi yang menjadi tempat menetapkan ayah para Nabi, yaitu: Ibrahim, dan juga kedua anaknya selain Isma’il. Yaitu: tempat menetap Ishaq dan Ya’qub, sampai dia dan anak-anaknya keluar menuju kepada Yusuf di tanah Mesir, kemudian mereka tinggal di sana sampai-sampai mereka menjadi satu umat di sampai bangsa Qibthiy (Egipt –pen) yang mana bangsa itu menimpakan kepada mereka siksaan yang buruk, sampai kemudian Musa ﷺ membawa mereka lari keluar meninggalkan bangsa tadi.

Dan Allah سبحانه وتعالى telah mengingatkan Bani Israil tentang kenikmatan yang besar tadi. Musa juga mengingatkan mereka tentang nikmat-nikmat Allah yang Dia kurniakan kepada mereka dengan itu tadi dan dengan nikmat yang lainnya, ketika Allah menjadikan di tengah-tengah mereka ada para Nabi, dan menjadikan mereka sebagai raja-raja, serta Dia memberikan kepada mereka kurnia yang tidak diberikan kepada seorangpun dari alam semesta di masa mereka. Dan beliau memerintahkan mereka untuk berjihad memerangi orang-orang gagah perkasa yang menguasai tanah suci, dan dia memberikan kabar gembira pada mereka dengan datangnya pertolongan, yang mana beliau berkata:

﴿ يَا قَوْمِ ادْخُلُوا الْأَرْضَ الْمُقَدَّسَةَ الَّتِي كَتَبَ اللهُ لَكُمْ ﴾.

“Hai kaumku, masuklah ke tanah suci (Palestina) yang telah ditentukan Allah untuk kalian.”

Dan hanyalah Allah itu menetapkan Tanah Suci tadi untuk mereka karena pada waktu itu mereka adalah orang orang yang paling berhak dengan tanah itu karena mereka adalah pemilik keimanan, keshalihan dan syariat yang tengah berlaku:

﴿وَلَقَدْ كَتَبْنَا فِي الزَّبُورِ مِنْ بَعْدِ الذِّكْرِ أَنَّ الْأَرْضَ يَرِثُهَا عِبَادِيَ الصَّالِحُونَ * إِنَّ فِي هَذَا لَبَلَاغًا لِقَوْمٍ عَابِدِينَ﴾.
“Dan sungguh telah Kami tulis di dalam Zabur sesudah (Kami tulis dalam) Lauh Mahfuzh, bahwasanya bumi ini diwarisi hamba-hamba-Ku yang saleh. Sesungguhnya (apa yang disebutkan) dalam (surat) ini, benar-benar menjadi peringatan bagi kaum yang menyembah (Allah).”

Akan tetapi mereka mengundurkan diri dari jihad:

﴿ إِنَّ فِيهَا قَوْمًا جَبَّارِينَ وَإِنَّا لَنْ نَدْخُلَهَا حَتَّى يَخْرُجُوا مِنْهَا ﴾.

“Mereka berkata: "Hai Musa, sesungguhnya dalam negeri itu ada orang-orang yang gagah perkasa, sesungguhnya kami sekali-kali tidak akan memasukinya sebelum mereka ke luar darinya.”

Dan:

﴿قالوا يَا مُوسَى إِنَّا لَنْ نَدْخُلَهَا أَبَدًا مَا دَامُوا فِيهَا فَاذْهَبْ أَنْتَ وَرَبُّكَ فَقَاتِلَا إِنَّا هَاهُنَا قَاعِدُونَ ﴾.

“Mereka berkata: Hai Musa, kami sekali-kali tidak akan memasukinya selama-lamanya, selagi mereka ada di dalamnya, karena itu pergilah kamu bersama Tuhanmu, dan berperanglah kamu berdua, sesungguhnya kami hanya duduk menanti di sini saja".

Dan disebabkan oleh mundurnya mereka dari jihad, dan mereka membantah Nabi mereka dengan perkataan yang sangat busuk tadi; Allah mengharamkan Tanah Suci tadi dari mereka, lalu mereka kebingungan di daerah antara Mesir dan Syam selama empat puluh tahun dalam keadaan tidak tahu jalan, sampai mayoritas dari mereka mati, atau semuanya mati kecuali yang dilahirkan di daerah yang membingungkan tadi.

Lalu Harun dan Musa عليهما الصلاة والسلام meninggal dunia, dan mereka berdua digantikan oleh Yusya’ untuk memimpin generas baru dari Bani Israil yang tersisa. Dan Allah memberikan kemenangan kepada mereka dengan menaklukkan Tanah Suci, dan mereka tinggal di sana sampai pemerintahnya berpindah kepada Dawud dan Sulaiman عليهما الصلاة والسلام, kemudian beliau (Sulaiman –pen) memperbaharui bangunan Baitul Maqdis. Dan sebelum itu Ya’qub telah membangunnya.

Dan tatkala Bani Israil membangkang terhadap perintah Rabb mereka, dan mendurhakai para Rasul-Nya; Allah menguasakan kepada mereka raja dari Persia yang dipanggil sebagai Bukhtanshar (Nebukadnezar –pen), lalu dia menghancurkan negeri-negeri mereka, memusnahkan mereka dengan pembunuhan, penawanan dan pengusiran, dan dia meruntuhkan Baitul Maqdis pada kali yang pertama.

Kemudian, seusai Allah عز وجل menghukum Bani Israil, hikmah-Nya menuntut untuk mereka kembali ke Baitul Maqdis, dan mereka tumbuh dengan pertumbuhan yang baru, Allah juga mendukung mereka dengan harta benda dan anak-anak, dan Allah menjadikan mereka sebagai bangsa yang jumlahnya paling banyak. Kemudian mereka lupa pada apa yang pernah terjadi pada mereka, dan mereka mengkufuri Allah dan Rasul-Nya.

﴿ كُلَّمَا جَاءَهُمْ رَسُولٌ بِمَا لَا تَهْوَى أَنْفُسُهُمْ فَرِيقًا كَذَّبُوا وَفَرِيقًا يَقْتُلُونَ﴾.

“Tetapi setiap datang seorang Rasul kepada mereka dengan membawa apa yang yang tidak diingini oleh hawa nafsu mereka, (maka) sebagian dari rasul-rasul itu mereka dustakan dan sebagian yang lain mereka bunuh.”

Kemudian Allah menguasakan kepada mereka sebagian dari raja-raja Persia dan Romawi pada kali yang kedua, dan para raja tadi menjajah negeri-negeri mereka, merasakan kepada mereka siksaan, meruntuhkan Baitul Maqdis, dan menghancurkan semua yang mereka kuasai sehancur-hancurnya. Itu semua disebabkan oleh maksiat-maksiat dan kekufuran pada Allah عز وجل dan pada para Rasul-Nya عليهم الصلاة والسلام yang mereka lakukan.

﴿ وَكَذَلِكَ نُوَلِّي بَعْضَ الظَّالِمِينَ بَعْضًا بِمَا كَانُوا يَكْسِبُونَ ﴾.

“Dan demikianlah Kami jadikan sebagian orang-orang yang zhalim itu menguasai sebagian yang lain disebabkan apa yang mereka perbuat.”

Kemudian Masjidil Aqsha tetap di bawah kekuasaan Nashara dari kalangan Romawi sejarak sekitar tiga ratus tahun sebelum diutusnya Nabi Muhammad ﷺ.

Kemudian Allah menyelamatkan Baitul Maqdis dari tangan-tangan mereka melalui penaklukan-penaklukan Islami di tangan Khalifah Rasyid yaitu: Umar Ibnul Khaththab رضي الله عنه, pada tahun lima belas Hijriyah. Kemudian jadilah Masjidil Aqsha ada di tangan ahlinya (yaitu: Muslimin ahli tauhid –pen) dan para pewarisnya yang benar, dan mereka adalah kaum Muslimin.
Allah ta’ala berfirman:

﴿وَعَدَ الله الَّذِينَ آمَنُوا مِنْكُمْ وَعَمِلُوا الصَّالِحَاتِ لَيَسْتَخْلِفَنَّهُمْ فِي الْأَرْضِ كَمَا اسْتَخْلَفَ الَّذِينَ مِنْ قَبْلِهِمْ وَلَيُمَكِّنَنَّ لَهُمْ دِينَهُمُ الَّذِي ارْتَضَى لَهُمْ وَلَيُبَدِّلَنَّهُمْ مِنْ بَعْدِ خَوْفِهِمْ أَمْنًا يَعْبُدُونَنِي لَا يُشْرِكُونَ بِي شَيْئًا وَمَنْ كَفَرَ بَعْدَ ذَلِكَ فَأُولَئِكَ هُمُ الْفَاسِقُونَ﴾ [النور: 55].

“Dan Allah telah berjanji kepada orang-orang yang beriman di antara kalian dan mengerjakan amal-amal yang shalih bahwa Dia sungguh-sungguh akan menjadikan mereka berkuasa di muka bumi, sebagaimana Dia telah menjadikan orang-orang sebelum mereka berkuasa, dan sungguh Dia akan meneguhkan bagi mereka agama yang telah diridhai-Nya untuk mereka, dan Dia benar-benar akan menukar (keadaan) mereka, sesudah mereka dalam ketakutan menjadi aman sentausa. Mereka tetap menyembahku-Ku dengan tiada mempersekutukan sesuatu apapun dengan Aku. Dan barangsiapa yang (tetap) kafir sesudah (janji) itu, maka mereka itulah orang-orang yang fasik”.

Dan Baitul Maqdis tetap di tangan kaum Muslimin sampai dikuasi oleh orang-orang Nashara dari kalangan Perancis pada masa perang Salib tanggal 23 Sya’ban tahun 492 H. mereka memasuki Quds dengan sekitar satu juta prajurit, dan mereka membunuhi kaum Muslimin sebanyak sekitar enam puluh ribu orang. Mereka memasuki masjid dan menguasai apa yang ada di dalamnya, berupa emas dan perak, dan itu adalah hasil yang sangat susah bagi kaum Muslimin. Orang-orang Nashara menampakkan syiar-syiar mereka di dalam Masjidil Aqsha, mereka menancapkan salib, memukul lonceng dan memasukkan ke dalamnya akidah bahwasanya Allah itu salah satu dari yang tiga, bahwasanya Allah adalah Al Masih Bin Maryam, dan Al Masih adalah anak Allah. Ini demi Allah termasuk dari fitnah yang terbesar, dan ujian yang paling besar.

Orang-orang Nashara tetap menjajah Masjidil Aqsha selama lebih dari sembilan puluh tahun sampai masjid itu diselamatkan oleh Allah dari tangan-tangan mereka melalui jasa Shalahuddin Al Ayyubiy Yusuf Bin Ayyub رحمه الله pada tanggal 27 Rajab 583 H, dan saat itu adalah kemenangan yang sangat jelas, serta hari yang agung dan disaksikan. Allah pada waktu itu mengembalikan kepada Masjidil Aqsha kemuliaannya, salib-salib dirusak, dan didengungkan di dalamnya adzan, serta diumumkan peribadatan pada Al Wahid (Yang Maha Satu) Ad Dayyan (Yang Maha Membalas).
 
Kemudian sesungguhnya Nashara mengulang serangannya terhadap kaum Muslimin dan mendesak Raja Al Kamil, anak dari saudara Shalahuddin, lalu beliau berdamai agar beliau mengembalikan Baitul Maqdis kepada mereka, dan mereka membiarkan beliau menguasai negeri-negeri yang lain, dan itu terjadi pada bulan Rabi’ul Akhir tahun 626 H. Maka kembalilah kekuasaan salib kepada Masjidil Aqsha pada kali yang lain. Dan ketetapan Allah pasti akan terlaksana.

Tangan-tangan Nashara terus menguasai Baitul Maqdis sehingga diselamatkan oleh Raja yang shalih Ayyub anak dari saudara Al Kamil pada tahun 642 H, dan Baitul Maqdis tetap ada di tangan kaum Muslimin.

Dan pada tanggal 2 Rabi’ul Awwal tahun 1387 H, para musuh Allah dan Rasul-Nya yaitu kaum Yahudi menjajah Baitul Maqdis dengan bantuan para penolong mereka dari kalangan Nashara. Dan Baitul Maqdis terus-menerus di bawah kekuasaan mereka, dan mereka tidak akan mau meninggalkan Baitul Maqdis.

Sampai berita kepada kami bahwasanya Perdana Menteri mereka berkata: “Jika Israel boleh mengalah dalam masalah Tel Aviv, maka tidak boleh bagi Israel untuk mengalah dalam masalah Jerusalem Al Quds.”
Ya, benar. Israel tidak akan mau mengalah meninggalkan Al Quds kecuali dengan kekuatan. Dan tidak tidak ada kekuatan kecuali dengan pertolongan dari Allah عز وجل. Dan tidak ada pertolongan dari Allah عز وجل kecuali setelah kita menolong-Nya.
Allah berfirman:

﴿يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آَمَنُوا إِنْ تَنْصُرُوا الله يَنْصُرْكُمْ وَيُثَبِّتْ أَقْدَامَكُمْ﴾ [محمد/7].

"Wahai orang-orang yang beriman, jika kalian menolong agama Allah pastilah Dia akan menolong kalian, dan memperkokoh tapak-tapak kaki kalian." (QS. Muhammad 7).

Dan jika kita menolong Allah, maka hal itu bukanlah dengan ucapan-ucapan yang mengkilat dan khutbah-khutbah yang berdengung yang memindahkan kasus tadi menjadi kasus politis, kekalahan materi dan kerumitan wilayah.

Demi Allah, masalah Al Quds adalah kerumitan terkait dengan agama Islam untuk dunia Islam seluruhnya.
Sesungguhnya pertolongan dari Allah عز وجل itu tidak terjadi kecuali dengan kita mengikhlaskan agama untuk-Nya, berpegang teguh dengan agama-Nya secara lahir dan batin, memohon pertolongan kepada-Nya, dan mempersiapkan kekuatan maknawi dan fisik dengan segenap yang kita mampui, lalu melakukan peperangan agar kalimat Allah itulah yang paling tinggi, dan agar rumah-rumah-Nya tersucikan dari kenajisan para musuh-Nya.”
(Selesai dari “Adh Dhiyaul Lami’ Minal Khuthabil Jawami’”/Al Utsaimin/4/hal. 20-25).
-----------------------

(Nukilan dari Kitab “Penderitaan Muslim Palestina Dan Kejahatan Yahudi Yang Nista” | Asy Syaikh Abu Fairuz Abadurrahman bin Soekojo Al Indunisiy Hafidzahulloh)

Senin 22 Rabi'ul Akhir 1445 / 6-11-2023

Sumber Channel Telegram: fawaidMaktabahFairuzAdDailamiy
Diberdayakan oleh Blogger.