BALASAN YANG SETIMPAL UNTUK AHLI TAQLID YANG BEBAL
Tolong sampaikan ini ke Syaikh Abu Fairuz akhi karena orang yang perkataan nya di bantah oleh Syaikh waktu yang lalu buat celotehan lagi :
"Imam Abuu Haniifah berkata ke muridnya imam Abii Yuusuf..
Imam Syaafi'ii berkata ke muridnya imam Robii'..
Imam Ahmad berkata ke anaknya 'Abdullaah..
Imam Maalik berkata ke anaknya Al-Qoosim..
Kalau hadiits itu Shohiih maka tinggalkanlah ucapanku, dan ambillah hadiits itu..
Terus orang awam ga ngerti ilmu bilang dan merasa itu ucapan untuk diri mereka yang awam?
Tau diri lah, itu ucapan 'ulamaa mujtahid mutlak ke mujtahid mutlak..
Bukan mujtahid mutlak ke mujtahid tertolak..
Kalau kamu merasa sudah hafal minimal 400rb hadiits terus ngomong gitu, saya setuju..
Jangan ngomong seenaknya, memutar balikkan ucapan imam besar..
Kamu ini Kepedean!!!
Lucu dan menggelitik mendengar perkataan seorang ustadz dari kelompok fanatikusnya syaikh Yahya Al-Hajurii tentang bantahannya kepada orang-orang yang mengikuti fiqih dengan pemahaman mujtahid, dalam sanggahannya ia berkata "manusia walaupun awam diberikan fitroh yang lurus buat menentukan atau membedakan mana yang benar dan mana yang keliru" bil makna.. Dalam keadaan dia berbicara mengenai ijtihad / rojih.. Nah artinya dia menyamakan nalar kemampuan antara 'ulamaa, ustadz, dan orang awam semua dipukul rata dan menuntut untuk berijtihad / beristidlal..
Secara tidak langsung dia menganggap perkara yang gamblang yang bisa difahami awam / muqollid dengan perkara yang mendetail pada cabang-cabang dalam agama yang masuk dalam pembahasan kelasan mujtahid adalah suatu derajat / kedudukan yang sama.. Allaahul musta'aan.. Berantakan manhaj orang ini.. Jaahil wa sho'aafiqoh..
Adapun syarat-syarat ijtihad yang dibawakan oleh Imam Al-Juwainii dalam Al-Waroqot lalu kemudian disyarah oleh Imam Ibnul Firkah adalah sebagai berikut:
من شرط المفتي أن يكون عالمًا بالفقه أصلًا وفرعًا، خلافًا ومذهبًا، وأن يكون كامل الأدلة في الاجتهاد عارفًا لجميع ما يحتاج إليه في الأحكام من النحو واللغة ومعرفة الرجال وتفسير الآيات الواردة في الأحكام والأخبار الواردة فيها
"Syarat seorang mufti/mujtahid adalah :
1. Berilmu tentang Ushul Fiqh
2. Dan Furu' nya
3. Ikhtilaf 'Ulamaa
4. Madzhab (walaupun 1 madzhab)
5. Nahwu dan Bahasa Arob
6. Rowi-rowi Hadiits
7. Ayat-ayat Ahkam dalam Qur'an beserta tafsirnya
8. Hadiits-hadiits ahkam beserta tafsirnya
Maka barangsiapa yang tidak mengumpulkan ilmu-ilmu ini maka hakikatnya ia adalah awam/muqollid/mustafti."
Nah jika anda tidak betah berada di lingkaran taqlid dan hendak keluar maka silahkan dilengkapi syarat-syarat tersebut dan dipelajari ilmu-ilmunya sampai anda benar-benar faqih baru anda bisa dikatakan sebagai seorang yang sudah sampai derajat mujtahid, sehingga bisa berijtihad dan merojih-rojihkan permasalahan fiqih!!! Kalau anda tidak menguasai itu semua maka sadari kapasitas diri, anda hanyalah muqollid yang tidak akan bisa merojih-rojihkan permasalahan fiqih, maka dari itu anda yang hanya sebatas muqollid diwajibkan taqlid kepada mujtahid..
Alangkah bodohnya tidak mau bertaqlid kepada 'ulamaa, malah taqlid ke ustadz lokal dengan dalih "mengikuti dalil" emangnya kalian pikir para 'ulamaa yang berijtihad itu mengikuti taurot, injil, darmogandul, gatolocho, tidak mengikuti dalil?! para 'ulamaa berhak merojih-rojihkan, selainnya tidak dianggap!!!
-------------------------
Jawaban :
وعليكم السلام ورحمة الله وبركاته.
Kita sudah banyak menyampaikan dalil-dalil wahyu yang menjadi dasar Islam dan iman kita serta menjadi pegangan kita. Kita sudah sudah menyampaikan bimbingan para Aimmatus Salafiyyin yang bersifat umum.
Namun para ahli taqlid berpaling dari hujjah² itu semua, dan mereka tidak mendatangkan satu dalilpun dari wahyu yang mewajibkan taqlid. Lalu mereka membatasi nasihat² para aimmah sesuka hawa nafsu mereka demi mendukung bid'ah taqlidnya mereka.
Mereka menyatakan bahwasanya nasihat para aimmah tadi hanya berlaku untuk para imam atau yang ada di hadapan mereka, bukan untuk semua Muslimin.
Dan pemikiran para ahli taqlid menyelisihi kaidah yang ma'rufah di kalangan ulama:
العبرة بعموم اللفظ لا بخصوص السبب.
"Yang terpandang adalah keumuman lafazhnya, bukan kekhususan sebabnya." ("Majmu' Fatawa Ibni Taimiyyah" (31/44), "I'lamul Muwaqqi'in" (Ibnul Qayyim /4/108), "Tafsir Ibni Katsir" (3/hal. 19), "Anwarul Buruq" (Al Qarafiy/1/114).
Dan para ahli taqlid menyelisihi kaidah:
الاعتبار بعموم المعنى لا بخصوص المخاطب.
"Yang terpandang adalah keumuman makna, bukan kekhususan orang yang diajak bicara." ("Tafsirus Sa'diy" /64).**
Mereka juga berpaling sama sekali dari nash yang jelas dari Al Imam Asy Syafi'iy رحمه الله :
لا تقلدوني.
"Janganlah kalian bertaqlid (mengekor) kepadaku." (diriwayatkan oleh Ibnu Abi Hatim dalam "Adabusy Syafi’iy" /hal. 67/ sanadnya shahih).
Itu semua dilakukan oleh para ahli taqlid untuk membela bid'ah taqlid mereka.
Ya taqlid - sekalipun didukung oleh sejumlah ulama-, namun dia adalah bid'ah - sebagaimana ditetapkan oleh para aimmah-.
Al Imam Ibnul Qayyim رحمه الله menamakan taqlid sebagai "Bid'atun Qabihah" (rujuk "I'lamul Muwaqqi'in" /4/201-202).
Al Imam Asy Syaukaniy رحمه الله menamakan taqlid sebagai "Ummul bida'" (rujuk "Al Qaulul Mufid Fi Hukmit Taqlid" /1/32-34).
Dan waktu para Salafiyyin terlampau berharga untuk mengurusi para pengekor hawa nafsu tadi.
Dan para ahli taqlid tadi banyak mengejek dan menghina para Salafiyyin yang setia pada dalil Qur’an dan Sunnah serta wasiat para Aimmatus Salaf.
Maka sambil berpaling dari mereka, tidak mengapalah ejekan dan penghinaan mereka itu dijawab dengan sedikit balasan yang setimpal.
Diambil dari Diwan syair Al Imam Asy Syafi’iy رحمه الله :
قالوا سكتَّ وقد خوصمتَ؟ قلتُ لهم * إن الجواب لِبابِ الشرِّ مفتاحُ#
والصمت عن جاهل أو أحمق شرف * وفيه أيضا لصونِ العرض إصلاح #
أما ترى الأسد تُخشى وهي صامتة * والكلب يُخسى - لعمري- وهو نبّاح #
"Mereka bertanya: "Kenapa engkau diam padahal engkau didebat?" Aku berkata pada mereka: "Sesungguhnya jawabanku akan menjadi kunci untuk membuka pintu keburukan.
Dan sikap diam terhadap orang yang jahil dan tolol merupakan kemuliaan. Dan di dalamnya juga ada perbaikan untuk menjaga kehormatan.
Apakah engkau tidak melihat bahwasanya para singa itu ditakuti sekalipun mereka itu diam, sedangkan anjing itu dihinakan padahal dia itu banyak menggonggong?! ".
(" Diwanusy Syafi'iy"/hal. 43).
Juga tidak mengapa sambil berpaling dari mereka kita menyampaikan syair yang disebutkan oleh Al Imam Ibnu Abdil Barr رحمه الله :
ما يضر البحر أمسى زاخرا * أن رمى فيه غلام بحجر.
"Tidaklah lemparan anak kecil dengan batu itu akan merugikan lautan yang telah menjadi luas membentang."
("Bahjatul Majalis" /Ibnu Abdil Barr/1/hal. 216).
Dan cukuplah risalah sederhana saya:
"Solusi Tepat Bagi Perbedaan Madzhab Dan Pendapat Demi Kejayaan Umat" disebarkan.
والله تعالى أعلم بالصواب.
والحمد لله رب العالمين.
➖➖➖➖➖➖➖➖➖➖➖➖➖
(Dijawab Oleh : Asy Syaikh Abu Fairuz Abdurrahman bin Soekojo Al Qudsiy Al Indonesiy)
Sumber Channel Telegram: fawaidMaktabahFairuzAddailamiy