MENYAMBUT DENGAN GEMBIRA HARI BESAR IEDUL ADHA
Sumber Channel Telegram: MaktabahFairuzAddailamiy
MENYAMBUT DENGAN GEMBIRA
HARI BESAR IEDUL ADHA
Sesungguhnya sebentar lagi kaum Muslimin akan memasuki Hari Raya yang amat besar, yaitu Idul Adha beserta tiga hari Tasyriq yang mana di dalamnya banyak peribadatan agung yang telah menanti dengan keutamaan yang tinggi dan pahala yang mengagumkan hati. Di antara peribadatan tadi adalah: Menyembelih Hewan Qurban. Dan asal dari ibadah ini adalah pengabadian momentum pengurbanan Kekasih dan Utusan Allah: Ibrahim ﷺ, dan putra beliau yang setelah itu menjadi Utusan Allah: Isma’il ﷺ. Si ayah mengurbankan putra sulung yang selama ini didambakannya, sementara si anak suka rela menjalani pengurbanan yang dituntut oleh Penguasa alam semesta.
Allah ta’ala berfirman:
﴿فَلَمَّا بَلَغَ مَعَهُ السَّعْيَ قَالَ يَابُنَيَّ إِنِّي أَرَى فِي الْمَنَامِ أَنِّي أَذْبَحُكَ فَانْظُرْ مَاذَا تَرَى قَالَ يَاأَبَتِ افْعَلْ مَا تُؤْمَرُ سَتَجِدُنِي إِنْ شَاءَ الله مِنَ الصَّابِرِينَ * فَلَمَّا أَسْلَمَا وَتَلَّهُ لِلْجَبِينِ * وَنَادَيْنَاهُ أَنْ يَاإِبْرَاهِيمُ * قَدْ صَدَّقْتَ الرُّؤْيَا إِنَّا كَذَلِكَ نَجْزِي الْمُحْسِنِينَ * إِنَّ هَذَا لَهُوَ الْبَلَاءُ الْمُبِينُ * وَفَدَيْنَاهُ بِذِبْحٍ عَظِيمٍ * وَتَرَكْنَا عَلَيْهِ فِي الْآخِرِينَ * سَلَامٌ عَلَى إِبْرَاهِيمَ * كَذَلِكَ نَجْزِي الْمُحْسِنِينَ * إِنَّهُ مِنْ عِبَادِنَا الْمُؤْمِنِينَ﴾ [الصافات: 102 - 111].
“Maka tatkala anak itu sampai (pada umur sanggup) berusaha bersama-sama Ibrahim, Ibrahim berkata: "Hai anakku sesungguhnya aku melihat dalam mimpi bahwa aku menyembelihmu. Maka pikirkanlah apa pendapatmu" Ia menjawab: "Wahai ayahku, kerjakanlah apa yang diperintahkan kepada Anda; insya Allah Anda akan mendapati saya termasuk orang-orang yang sabar". Tatkala keduanya telah berserah diri dan Ibrahim membaringkan anaknya atas pelipis(nya), (nyatalah kesabaran keduanya). Dan Kami panggillah dia: "Hai Ibrahim, sesungguhnya kamu telah membenarkan mimpi itu sesungguhnya demikianlah Kami memberi balasan kepada orang-orang yang berbuat baik. Sesungguhnya ini benar-benar suatu ujian yang nyata. Dan Kami tebus anak itu dengan seekor sembelihan yang besar. Kami abadikan untuk Ibrahim itu (pujian yang baik) di kalangan orang-orang yang datang kemudian, (yaitu)"Kesejahteraan dilimpahkan atas Ibrahim". Demikianlah Kami memberi balasan kepada orang-orang yang berbuat baik. Sesungguhnya ia termasuk hamba-hamba Kami yang beriman”.
Al Imam Muhammad Asy Syinqithiy رحمه الله berkata: “Dan kisah penebusan Isma’il dengan kambing besar tadi; di dalamnya ada pelajaran bagi umat ini, untuk individu dan masyarakat mereka di dalam seluruh keluarga, ayah, ibu dan anak, mereka semua menyerahkan segenap urusannya kepada perintah Allah, kepada pengorbanan yang mencapai batasan tertinggi, manakala Ibrahim berkata kepada Isma’il seperti yang Allah ta’ala kisahkan kepada kita (yang artinya): "Hai anakku sesungguhnya aku melihat dalam mimpi bahwa aku menyembelihmu. Maka pikirkanlah apa pendapatmu". Sesungguhnya itu adalah peristiwa yang sangat besar. Dan pendapat macam apa yang dimiliki oleh si anak dalam masalah penyembelihan dirinya? Akan tetapi ucapan tadi memang sebagai tahapan untuk menyampaikan perintah Allah, maka sikap si anak tidak kurang besarnya daripada sikap si ayah: "Wahai ayahku, kerjakanlah apa yang diperintahkan kepada Anda; insya Allah Anda akan mendapati saya termasuk orang-orang yang sabar". Ucapan tadi bukan hanya penawaran dan penerimaan belaka, bahkan pada saat pelaksanaannya benar-benar tiba, mereka semua melangkah untuk menjalankannya. “Tatkala keduanya telah berserah diri dan Ibrahim membaringkan anaknya atas pelipis(nya)”.
Duhai, itu adalah sikap yang agung yang mana seluruh keterangan tidak mampu untuk menggambarkannya. Setiap pena terhenti dari menjelaskannya. Setiap lidah terasa berat untuk mengungkapkannya.
Lelaki yang sudah tua renta akan membawa pisau di tangannya dan membaringkan anaknya, bagaimanakah tangannya akan kuat untuk membawa pisau, dan matanya kuat untuk menatap pisau tadi di tangannya, dan bagaimana tangan yang lain patuh untuk membaringkan anaknya di atas pelipisnya?
Sungguh itu adalah kekuatan iman dan sunnah kesetiaan. Itu dia si anak bersama ayahnya menaati tangan tadi, bersabar untuk menjalani perintahkan dan pasrah kepada ketetapan Allah. “Insya Allah Anda akan mendapati saya termasuk orang-orang yang sabar". Dan sikap yang nampak sekarang adalah: si ayah memegang pisau, sedangkan anak terbaring di pelipisnya, tidak tersisa selain terhentinya nafas-nafas untuk menanti detik pelaksanaan.
Akan tetapi rahmat Allah lebih luas, dan kelonggaran-Nya dari sisi-Nya lebih dekat. “Dan Kami panggillah dia: "Hai Ibrahim, sesungguhnya kamu telah membenarkan mimpi itu sesungguhnya demikianlah Kami memberi balasan kepada orang-orang yang berbuat baik”. Maka kesesuaiannya adalah agung dan faidahnya adalah besar untuk Islam mengabadikannya di dalam hadyu (menghadiahkan hewan ke Baitullah) dan dhahiyyah (ibdah Qurban), juga di dalam pelemparan Jumrah dan seterusnya. Demikian pula seluruhnya di dalam manasik, ibadah, dan pendekatan diri kepada Allah ta’ala; di dalamnya ada pemurnian dan pemusatan perhatian, serta kelestarian dzikir kepada Allah ta’ala.
Maka di dalam ayat-ayat ini dan di dalam sikap-sikap tadi ada pelajaran-pelajaran tentang pengorbanan dan mencurahkan segalanya untuk Allah Rabb alam semesta. Maka inilah ketakwaan kepada Allah ta’ala: mencurahkan segala sesuatu di dalam ketaatan kepada Allah, di dalam menjalankan perintah-perintah-Nya dan menjauhi larangan-larangannya, dengan harta, kekuatan, akal pikiran dan kehormatan, serta bahkan dengan darah, jiwa dan nyawa”. (Selesai dari “Adhwaul Bayan”/9/hal. 10-11).
Al Imam Ibnul Qayyim رحمه الله berkata: “Sesungguhnya kisah penyembelihan tadi adalah di Mekkah secara pastinya. Maka dari itu Allah ta’ala menjadikan penyembelihan hadyu dan Qurban itu di Mekkah untuk mengingatkan umat ini kepada kisah yang terjadi pada ayah mereka Ibrahim bersama anaknya”. (“Ighatsatul Lahfan”/2/hal. 355).
Maka ruh Idul Adha adalah pengorbanan dan pencurahan segalanya untuk Allah ta’ala, sambil melestarikan sunnah Nabi yang hanif Ibrahim dan putra beliau Isma’il عليهما الصلاة والسلام.
Kemudian, dalam rangka untuk menyegarkan kembali ingatan umat Islam kepada tata cara ibadah Qurban yang sesuai dengan syariat Allah ta’ala dan Rasul-Nya ﷺ, Fadhilatusy Syaikh Al Faqih Abu Abdillah Muhammad Bin Ali Bin Hizam Al Yamaniy, Al Ba’daniy Al Fadhliy حفظه الله mengadakan pengkajian ulang syarat-syarat dan tata cara ibadah Qurban, yang kemudian pelajaran tadi dibukukan oleh sebagian dari murid beliau.
Dan saya telah menerjemahkan karya tulis yang mulia tadi, sambil saya sertakan di dalam catatan kaki faidah-faidah yang sangat penting untuk melengkapi keterangan dan pembahasan hadits-hadits yang beliau sebutkan.
Saya juga menambahkan pasal-pasal untuk memudahkan para pembaca mencari bagian-bagian yang yang diperlukan.
وبالله التوفيق والسداد، ولا حول ولا قوة إلا بالله العلي العظيم.
----------------------------
(Kata Pengantar Penulis "mudzaakarah fiy ahkamil Udhhiyah" | Syaikh Muhammad Bin Ali Bin Hizam | Terjemah bebas : "Ibadah Qurban" Asy Syaikh Abu Fairuz Abdurrahman bin Soekojo Al Indonesiy Al Jawiy Al Qudsiy حفظهما الله)