Header Ads

PERINTAH UNTUK MENGIKUTI RASUL ﷺ DAN LARANGAN DARI MEMBUAT KEBID'AHAN DIDALAM AGAMA INI

Sumber Channel Telegram: @MaktabahFairuzAddailamiy

PERINTAH UNTUK MENGIKUTI RASUL ﷺ DAN LARANGAN DARI MEMBUAT KEBID'AHAN DIDALAM AGAMA INI

Allah ta’ala berfirman:
﴿قُلْ إِنْ كُنْتُمْ تُحِبُّونَ الله فَاتَّبِعُونِي يُحْبِبْكُمُ الله وَيَغْفِرْ لَكُمْ ذُنُوبَكُمْ وَالله غَفُورٌ رَحِيمٌ﴾ [آل عمران/31].

“Katakanlah: Jika kalian mencintai Allah, maka ikutilah aku, niscaya Allah akan mencintai kalian dan mengampuni dosa-dosa kalian. Dan Allah itu Ghofur (Maha Pengampun) dan Rahim (Maha Menyayangi para hamba).” (QS. Ali Imran: 31).


Syaikhul Islam رحمه الله berkata: “Dan hanyalah kesempurnaan rasa cinta pada beliau dan pengagungannya itu ada pada mutaba’ah (mengikutinya), taat dan mengikuti perintahnya, menghidupkan sunnah-sunnahnya yang lahiriyyah dan bathiniyyah, menyebarkan syariat yang beliau diutus dengannya, menegakkan jihad untuknya dengan hati, tangan dan lisan. Maka inilah jalan para As Sabiqunal Awwalun (yang terdahulu dan pertama masuk Islam) dari kalangan Muhajirin dan Anshar dan yang mengikuti mereka dengan baik.” (“Iqtidhaush Shirathal Mustaqim”/2/hal. 124/Maktabatur Rusyd).

Al Imam Ibnu Katsir رحمه الله berkata: “Ayat yang mulia ini merupakan hakim bagi setiap orang yang mengaku cinta pada Allah, tapi dia tidak berada di atas jalan Muhammad ﷺ , karena dia itu sungguh pada hakikatnya telah berdusta di dalam pengakuannya, sampai dia itu mau mengikuti syariat Muhammad ﷺ  dan agama Nabi di dalam seluruh ucapan dan keadaannya, sebagaimana telah tetap di dalam “Ash Shahih” dari Rasulullah ﷺ yang bersabda:

«مَنْ عَمِلَ عَمَلا لَيْسَ عليه أمْرُنَا فَهُوَ رَدُّ»

“Barangsiapa mengerjakan suatu amalan yang bukan dari urusan agama kami maka amalannya itu tertolak.”

Oleh karena itulah Allah berfirman: (yang artinya) “Katakanlah: Jika kalian mencintai Allah, maka ikutilah aku, niscaya Allah akan mencintai kalian” Yaitu kalian akan mendapatkan sesuatu yang melebihi apa yang kalian cari, yaitu diakuinya cinta kalian pada-Nya. Yang akan kalian dapatkan adalah: Allah cinta pada kalian, dan itu lebih agung daripada yang pertama. Sebagaimana sebagian orang bijak berkata: "Bukanlah yang penting itu kalian mencintai, tapi yang penting adalah: kalian dicintai.” (“Tafsirul Qur’anil ‘Azhim"/1/hal. 494-495/cet. Darus Shiddiq).

Allah ta’ala berfirman:
﴿لَقَدْ كَانَ لَكُمْ فِي رَسُولِ الله أُسْوَةٌ حَسَنَةٌ لِمَنْ كَانَ يَرْجُو الله وَالْيَوْمَ الْآخِرَ وَذَكَرَ الله كَثِيرًا﴾ [الأحزاب: 21].

“Sungguh telah ada untuk kalian pada diri Rasulullah suri teladan yang bagus bagi orang yang mengharapkan Allah dan Hari Akhir dan banyak mengingat Allah.”

Dan dari ‘Aisyah رضي الله عنها yang berkata: Rasulullah ﷺ bersabda:

«مَنْ أَحْدَثَ فِي أَمْرِنَا هَذَا مَا لَيْسَ فِيهِ فَهُوَ رَدٌّ ».

“Barangsiapa membuat dalam urusan agama kami perkara yang tidak ada dalam agama kami, maka dia itu tertolak.” (HR. Al Bukhariy (2697) dan Muslim (1718)).

Dan Al ‘Irbadh bin Sariyah رضي الله عنه berkata:
صَلَّى بِنَا رسولُ اللهِ ﷺ ذَاتَ يَوْمٍ، ثُمَّ أَقْبَلَ عَلَيْنَا فَوَعَظَنَا مَوْعِظَةً بَلِيْغَةً، ذَرَفَتْ مِنْهَا الْعُيُوْنُ وَوَجِلَتْ مِنْهَا الْقُلُوْبُ، فقال قَائِلٌ: يَا رسولَ اللهِ، كَأَنَّ هَذِهِ مَوْعِظَةُ مُوَدِّعٍ، فَمَاذَا تَعْهَدُ إِلَيْنَا؟ فقال: «أُوْصِيْكُمْ بِتَقْوَى اللهِ وَالسَّمْعِ وَالطَّاعَةِ وَإِنْ عَبْداً حَبَشِيّاً، فَإِنَّهُ مَنْ يَعِشْ مِنْكُمْ بَعْدِي فَسَيَرَى اخْتِلَافاً كَثِيْراً فَعَلَيْكُمْ بِسُنَّتِي وَسُنَّةِ اْلخُلَفَاءِ المَهْدِيِّيْنَ الرَاشِدِيْنَ، تَمَسَّكُوْا بِهَا وَعَضُّوْا عَلَيْهَا بِالنَّوَاجِذِ، وَإِيَّاكُمْ وَمُحْدَثَاتِ الْأُمُوْرِ، فَإِنَّ كُلَّ مُحْدَثَةٍ بِدْعَةٌ وَكُلَّ بِدْعَةٍ ضَلَالَةٌ».

Rasulullah ﷺ pernah mengimami kami shalat pada suatu hari, kemudian beliau menghadapkan wajah pada kami, lalu menasihati kami dengan nasihat yang tajam, yang dengannya air mata berlinang, dan hati merasa takut. Maka seseorang berkata: “Wahai Rasulullah, seakan-akan ini adalah nasihat orang yang hendak berpisah, maka apakah perjanjian yang Anda ambil dari kami?” Maka beliau bersabda: “Kuwasiatkan kalian untuk bertaqwa pada Allah, dan mendengar dan taat kepada pemerintah, sekalipun dia itu adalah hamba sahaya Habasyah, karena orang yang hidup di antara kalian sepeninggalku akan melihat perselisihan yang banyak. Maka wajib bagi kalian untuk memegang sunnahku dan sunnah Al Khulafaur Rasyidin yang mendapatkan petunjuk. Pegang teguhlah dia dan gigitlah dia dengan geraham kalian. Dan hindarilah setiap perkara yang muhdats karena yang muhdats itu bid’ah, dan setiap bid’ah itu kesesatan.” (HR. Abu Dawud (4594), At Tirmidziy (2676), HR. Ahmad (17182) dan Al Hakim (2676), semuanya dari jalur Abdurrahman bin Amr As Sulamiy, hasan dengan penguatnya. Dan dihasankan oleh Al Imam Al Wadi’iy رحمه الله dalam “Al Jami’ush Shahih” no. (3158)).

Maka mencukupkan diri dengan syari’at yang telah dikenal pada zaman Nabi ﷺ dan para Shahabat رضي الله عنهم adalah perkara yang sangat penting, agar para hamba selamat dari fitnah-fitnah (kekacauan dan kesesatan) dan perselisihan yang banyak.

Dari Abu Waqid Al Laitsiy رضي الله عنه yang berkata:
إِنَّ رسولَ اللهِ ﷺ قَالَ وَنَحْنُ جُلُوْسٌ عَلَى بِسَاطٍ: «إِنَّهَا سَتَكُوْنُ فِتْنَةٌ». قَالُوا: وَكَيْفَ نَفْعَلُ يَا رسولَ اللهِ؟ فَرَدَّ إِلَى الْبِسَاطِ فَأَمْسَكَ بِهِ فَقَالَ: «تَفْعَلُوْنَ هَكَذَا». وَقَالَ لهُمْ رسولُ اللهِ ﷺ يَوْماً: «إِنَّهَا سَتَكُوْنُ فِتْنَةٌ»، فَلَمْ يَسْمَعْهُ كَثِيْرٌ مِنَ النَّاسِ، فَقَالَ مُعَاذُ بْنُ جَبَلٍ: أَلَا تَسْمَعُوْنَ مَا يَقُوْلُ رسولُ اللهِ ﷺ؟ فَقَالُوا: مَا قَالَ؟ قَالَ: «إِنَّهَا سَتَكُوْنُ فِتْنَةٌ». فَقَالُوا: فَكَيْفَ لَنَا يَا رسولَ اللهِ؟ وَكَيْفَ نَصْنَعُ؟ قَالَ: «تَرْجِعُوْنَ إِلَى أَمْرِكُمُ الْأَوَّلِ».

“Sesungguhnya Rasulullah ﷺ bersabda dalam keadaan kami sedang duduk-duduk di atas tikar: “Sesungguhnya akan terjadi fitnah.” Mereka bertanya: “Dan bagaimana kami harus berbuat wahai Rasulullah?” Maka beliau menggenggam tikar seraya bersabda: “Kalian melakukan seperti ini.” Dan pada suatu hari Rasulullah ﷺ bersabda: “Sesungguhnya akan terjadi fitnah,” Akan kebanyakan orang tidak mendengar sabda beliau tadi. Maka Mu’adz bin Jabal berkata: “Apakah kalian tidak mendengar apa yang disabdakan oleh Rasulullah ﷺ ?” maka bereka bertanya: “Apakah yang beliau sabdakan?” Nabi bersabda: “Sesungguhnya akan terjadi fitnah.” Mereka bertanya: “Dan bagaimana dengan kami wahai Rasulullah? Bagaimana kami harus berbuat?” Maka beliau menggenggam tikar seraya bersabda: “Kalian (umat ini) kembali kepada urusan agama kalian yang pertama”. (HR. Ath Thabraniy dalam “Al Kabir” (3307) dan Ath Thahawiy dalam “Musykilul Atsar” (996)/sanadnya shahih).

Dan urusan agama yang pertama untuk umat ini adalah agama Islam yang dikenal pada masa generasi yang pertama dari umat ini, yaitu Nabi ﷺ dan para Shahabat رضي الله عنهم.
  
Dan dari Ibnu Mas’ud رضي الله عنه yang berkata:
إِنَّكُمُ الْيَوْمَ عَلَى الْفِطْرَةِ، وَإِنَّكُمْ سَتُحْدِثُوْنَ وَيُحْدَثُ لَكُمْ، فَإِذَا رَأَيْتُمْ مُحْدَثَةً فَعَلَيْكُمْ بِاْلهَدْيِ الْأَوَّلِ.

“Sesungguhnya kalian (umat ini) pada hari ini ada di atas fithrah, dan sungguh kalian nanti akan membuat perkara baru, dan akan dibuatkan perkara baru untuk kalian. Jika kalian sudah melihat perkara yang baru (dalam agama), maka kalian harus berpegang pada jalan yang pertama (jalan generasi pertama dari umat ini).” (Diriwayatkan oleh Al Marwaziy dalam “As Sunnah” no. (80) dan Ibnu Baththah dalam “Al Ibanatul Kubra” no. (181), dan dishahihkan oleh Syaikhuna Yahya حفظه الله).

Dan Al Imam Ibnul Qayyim رحمه الله berkata –dan boleh jadi beliau menukilkan dari Ibnul Jauziy رحمه الله-: “Maka sesungguhnya tidaklah diragukan bahwasanya Rasulullah ﷺ itu ada di atas jalan yang lurus. Dan barangsiapa meragukan ini, maka dia itu bukanlah seorang Muslim. Dan siapakah yang mengajari dirinya? Kemanakah dia akan berpaling dari sunnah beliau? Dan jalan apakah yang layak dicari oleh seorang hamba selain jalan beliau? Hendaknya sang hamba bertanya pada dirinya sendiri: “Bukankah engkau mengetahui bahwasanya jalan Rasulullah ﷺ itu adalah Ash Shiratul Mustaqim?” jika jiwanya menjawab: “Tentu,” hendaknya dia berkata: “Apakah Nabi dulu berbuat ini –yaitu: mengikuti bisikan waswas-?” Niscaya jiwanya akan menjawab: “Tidak.” Maka katakanlah pada jiwamu: “Maka tidak ada setelah kebenaran itu kecuali kesesatan.

 Dan tidak ada setelah jalan ke Surga kecuali jalan ke Neraka. Dan tidak ada setelah jalan Allah dan jalan Rasul-Nya kecuali jalan setan. Jika engkau mengikuti jalan setan, maka engkau adalah rekan seiring dia, dan engkau nanti akan berkata pada setan itu:
﴿يَالَيْتَ بَيْنِي وَبَيْنَكَ بُعْدَ الْمَشْرِقَيْنِ فَبِئْسَ الْقَرِينُ﴾ [الزخرف: 38].
 ”Wahai engkau, andaikata antara diriku dan dirimu ada jarak sejauh jarak antara barat dan timur, maka sungguh engkau adalah teman seiring yang paling buruk.”

Dan hendaknya dia memperhatikan keadaan para Salaf (pendahulu umat ini) di dalam mereka mengikuti Rasulullah ﷺ , lalu hendaknya dia meneladani mereka dan memilih jalan mereka.”
(selesai dari “Ighatsatul Lahfan”/hal. 142/cet. Dar Ibni Zaidun).

Maka mengikuti sunnah Nabi ﷺ adalah sebab datangnya petunjuk dan diraihnya keselamatan. Dan menyelisihinya adalah sebab kesesatan dan kebinasaan.

 Allah عزّ وجلّ berfirman:
﴿فَلْيَحْذَرِ الَّذِينَ يُخَالِفُونَ عَنْ أَمْرِهِ أَنْ تُصِيبَهُمْ فِتْنَةٌ أَوْ يُصِيبَهُمْ عَذَابٌ أَلِيمٌ﴾ ]النور: 63[

“Maka hendaknya orang-orang yang menyelisihi urusan agama beliau (Nabi) itu merasa takut akan tertimpa fitnah (kesesatan dan penyimpangan) atau tertimpa siksaan yang pedih.”

Dan dari Al ‘Irbadh Bin Sariyah رضي الله عنه yang berkata: Rasulullah ﷺ bersabda:

«قَدْ تَرَكْتُكُمْ عَلَى الْبَيْضَاءِ. لَيْلُهَا كَنَهَارِهَا لَا يَزِيْغُ عَنْهَا بَعْدِي إِلَّا هَلَكَ».

“Sungguh aku telah meninggalkan kalian di atas syari’at yang putih, malamnya jelas bagaikan siangnya, tidaklah menyimpang darinya sepeninggalku kecuali dia akan binasa.” (HR. Ibnu Majah (42)/shahih).

Dan dari Abdullah bin Amr ibnil ‘Ash رضي الله عنهما, bahwasanya Nabi ﷺ bersabda:

«إِنَّ لِكُلِّ عَمَلٍ شِرَّةً، وَلِكُلِّ شِرَّةٍ فَتْرَةً. فَمَنْ كَانَتْ فَتْرَتُهُ إِلَى سُنَّتِي فَقَدْ أَفْلَحَ. وَمَنْ كَانَتْ فَتْرَتُهُ إِلَى غَيْرِ ذَلِكَ فَقَدْ هَلَكَ».

"Sesungguhnya setiap amalan itu punya masa semangat, dan setiap masa semangat itu punya masa malas. Maka barangsiapa masa malasnya itu (diarahkan) kepada sunnahku, maka sungguh dia telah beruntung. Dan barangsiapa masa malasnya itu (diarahkan) kepada selain itu, maka sungguh dia akan binasa." (HR. Ahmad (6764), dan dishahihkan oleh Al Imam Al Wadi’iy رحمه الله dalam “Al Jami'ush Shahih” (3250)).

Dan dari seorang Anshar dari sahabat Nabi ﷺ, bahwasanya Nabi ﷺ bersabda:

«فَمَنِ اقِتَدَى بِي فَهُوَ مِنِّي. وَمَنْ رَغِبَ عَنْ سُنَّتِي فَلَيْسَ مِنِّي. إِنَّ لِكُلِّ عَمَلٍ شِرَّةً، ثُمَّ فَتْرَةً. فَمَنْ كَانَتْ فَتْرَتُهُ إِلَى بِدْعَةٍ فَقَدْ ضَلَّ، وَمَنْ كَانَتْ فَتْرَتُهُ إِلَى سُنَّةٍ فَقَدِ اهْتَدَى».

"Maka barangsiapa meneladani diriku, maka dia termasuk dari golonganku. Dan barangsiapa membenci sunnahku, maka bukanlah dia itu dari golonganku. Sesungguhnya setiap amalan itu punya masa semangat, kemudian masa malas. Maka barangsiapa masa malasnya itu (diarahkan) kepada bid'ah, maka sungguh dia telah tersesat. Dan barangsiapa masa malasnya itu (diarahkan) kepada yang sunnah, maka sungguh dia telah mengikuti petunjuk." (HR. Ahmad (23521), dan dishahihkan oleh Al Imam Al Wadi’iy رحمه الله dalam “Al Jami'ush Shahih” (3251)).

Syaikhul Islam رحمه الله berkata tentang makna hadits: “Maka barangsiapa membenci sunnahku maka dia itu bukanlah termasuk dari golonganku,”: “Yaitu: orang itu menempuh selain sunnahku dalam keadaan dia menyangka bahwasanya jalan yang lain itu lebih baik daripada sunnahku. Maka barangsiapa kondisinya seperti itu, maka dia telah berlepas diri dari Allah dan Rasul-Nya. Allah ta’ala berfirman:

﴿وَمَن يَرْغَبُ عَن مِّلَّةِ إِبْرَاهِيمَ إِلاَّ مَن سَفِهَ نَفْسَهُ﴾ [البقرة : 130].

“Dan tidak ada yang membenci jalan agama Ibrahim kecuali orang yang memperbodoh dirinya sendiri.”

Bahkan wajib bagi setiap Muslim untuk meyakini bahwasanya sebaik-baik ucapan adalah Kalamullah, dan sebaik-baik petunjuk adalah petunjuk Muhammad ﷺ sebagaimana telah pasti dari beliau di dalam hadits shahih bahwasanya beliau berkhuthbah dengan mengucapkan itu setiap hari Jum’at.”
(selesai dari “Majmu’ul Fatawa”/11/hal. 201).

Syaikhul Islam رحمه الله berkata: “Az Zuhriy berkata: “Dulu para ulama kami berkata: “Berpegang teguh dengan As Sunnah adalah keselamatan.” Dan Malik berkata: “As Sunnah adalah bagaikan kapal Nabi Nuh, barangsiapa menaikinya maka dia akan selamat. Dan barangsiapa tertinggal darinya maka dia akan tenggelam.” Yang demikian itu dikarenakan As Sunnah, syari’at dan manhaj ini adalah jalan yang lurus, yang menyampaikan para hamba kepada Allah. Dan Rasul adalah penunjuk jalan dan pembimbing serta pemandu yang handal di atas jalan ini, sebagaimana firman Allah ta’ala:

﴿يَاأَيُّهَا النَّبِيُّ إِنَّا أَرْسَلْنَاكَ شَاهِدًا وَمُبَشِّرًا وَنَذِيرًا * وَدَاعِيًا إِلَى الله بِإِذْنِهِ وَسِرَاجًا مُنِيرًا * وَبَشِّرِ الْمُؤْمِنِينَ بِأَنَّ لَهُمْ مِنَ الله فَضْلًا كَبِيرًا﴾ [الأحزاب: 45-46].

“Sesungguhnya kami mengutusmu sebagai saksi, pemberi kabar gembira dan pemberi peringatan, dan sebagai penyeru ke jalan Allah dengan seidzin-Nya, dan sebagai pelita yang menerangi. Dan berilah kabar gembira pada kaum Mukminin bahwasanya mereka mendapatkan keutamaan yang besar dari Allah.”
(dan seterusnya dari “Majmu’ul Fatawa”/4/hal. 57).

Al Imam Ibnul Qayyim رحمه الله berkata bahwa syari’at para Nabi adalah kapal penyelamat, lalu beliau berkata: “Dan orang-orang yang tertinggal dari kapal itu bagaikan kaum Nuh yang tenggelam lalu mereka dibakar dan diserukan pada mereka di hadapan alam semesta:

﴿وَقِيْلَ بُعْداً لِلْقَوْمِ الظَّالِمِيْنَ﴾

“Dan dikatakan: kaum yang zhalim itu dijauhkan dari rahmat.”

﴿وَمَا ظَلَمْنَاهُمْ وَلَكِنْ كَانُوْا هُمُ الظَّالِمِيْنَ﴾

“Dan tidaklah Kami yang menzhalimi mereka, akan tetapi mereka itulah yang zhalim.”

Lalu diserukanlah dengan lisan syari’at dan lisan taqdir sebagai realisasi tauhid Allah dan penetapan hujjah Dia, dan Dia adalah Dzat Yang Maha Adil:

﴿قُلْ فَلِلَّهِ اْلحُجَّةُ الْبَالِغَةُ فَلَوْ شَاءَ لَهَدَاكُمْ أَجْمَعْيِنَ﴾.

“Katakanlah: maka hanya milik Allah sajalah hujjah (argumentasi) yang mendalam, maka andaikata Allah menghendaki niscaya Dia akan memberikan taufiq pada kalian semua.”
(selesai dari “Madarijus Salikin”/1/hal. 199).

Al Imam Ibnul Qayyim رحمه الله berkata: “Karena sesungguhnya As Sunnah adalah benteng Allah yang amat kuat, barangsiapa masuk ke dalamnya, dia akan termasuk dari golongan orang-orang yang aman. Dan As Sunnah adalah pintu Allah yang paling besar, barangsiapa memasukinya dia akan termasuk dari golongan orang-orang yang sampai kepada Allah.” (“Ijtima’ul Juyusyil Islamiyyah”/hal. 6).
-------------

(“DAKWAH JANGAN MEMAKAI MUSIK IKUTILAH GENERASI TERBAIK” | Asy Syaikh Abu Fairuz Abdurrahman Bin Soekojo Al Indonesiy Al Jawiy حفظه الله )
Diberdayakan oleh Blogger.