Header Ads

Al Fatawa Al Hamawiyah (Makna Istiwa)

Al Fatawa Al Hamawiyah



Dibahaskan oleh Asy Syeikh Abu Fairuz Abdurrohman bin Soekojo Al Qudsiy Al Indonesiy Al Jawiy.

D030: 19/09/2018


Bismillah. Dengan memohon pertolongan dari Allah.


Ringkasan:

Catatan kaki (60):

Berkata sheikhul islam ibnu taimiyah: 

Dari sinilah mereka mentakwil makna istiwa untuk haknya Allah (aqal mereka mengatakan tidak layak Allah taala istiwa). Jadi Allah yang patut mengikuti peraturan mereka, bukan mereka yang taat kepada perintah Allah dan beriman kepada berita Allah.

Berkata imam ibnu Qayyim rahimahullah: mengatakan istiwa itu maknanya banyak  ucapan yang mengatakan istiwa memiliki sejumlah makna itu adalah talbis iaitu pengkaburan ada pun makna istiwa yang mutlak kerana orang Arab mengatakan 'istawa kaza' apabila mencapai puncak dan sempurna dan diantaranya firman Allah taala: manakala Musa telah mencapai puncak kekuatanya dan sudah sempurna apabila dia itu sejajar seperti ucapan mereka: iaitu telah sejajar air dengan kayu maksudnya adalah air itu sudah meninggi bersama kayu. Ketika hujan yang lebat siang dan malam sudah setara engkau mengatakan istawa 'illa' apabila dia menuju kepada benda tersebut contohnya menuju kepada atap, bumbung dan gunung apabila meninggi ke atasnya dan lebih tinggi dari dia (ini kalau 'ala') orang Arab tidak tahu kecuali ini maka istiwa di dalam susunan ini (iaitu ada 'ala') dia  adalah suatu lafaz yang tidak menunjukkan kepada satu makna saja. Dia tidak mengandungi selain makna sebagaimana dia adalah nas di dalam firman Allah taala: dia tidak mengandungi selain makna itu saja. Dan itu adalah nas (tanpa ada kemungkinan yang lain di dalam ucapan orang Arab malam dan diang sudah setara; (iaitu sama2 panjang) itu sudah di faham maknanya dan tidak mengandungi makna yang lain. Maka tinggalkan oleh kalian pengkaburan kerana pengkaburan itu tidak bermanafaat untuk kalian kecuali menambah kedurhakaan di sisi Allah. semakin di benci oleh orang2 beriman 

Jawapan yang keenam (dari rangkaian jawapan beliau): iaitu suatu lafaz yang dipastikan penggunaan nya pada suatu makna dan makna itulah yang zohir dari lafaz tadi sementara penggunaan nya itu tidak pernah dikenal pada makna yang menjadi hasil penakwilan atau mungkin ianya pernah diketahui adanya penggunaan itu di dalam makna yang menjadi hasil takwil maka penakwilanntanya dimana datangnya dia dan membawa lafaz tadi menyelisihi makna yang sudah biasa dikenal  dari penggunaannya batil. 

katanya: maka yang seperti ini menjadi pengkaburan dan menutupi hakikat; menyembunyikan aib, bertentangan dengan bayan dan hidayah bahkan kalau orang Arab itu ingin menggunakan pemakaian yang semacam ini di selain makna yang telah di kenal, mereka akan meliputi lafaz tadi dengan karinah2 tidak mungkin kata2 tadi kosong dari karinah yang diinginkan. Kalau ada karinah tahulah kita yang maksudnya bukan makna yang pertama tapi makna yang kedua. agar pemahaman orang yang mendengar itu tidak keliru menuju kepada makna yang telah dikenal (dan barangsiapa merenungkan bahasa kaum itu akan jelas bagi dia keshosihan masalah ini 

Kembali kepada matan pg 67:

Berkata sheikhul islam rahimahullah: atau kalian mendiamkan saja lafaz tadi dan kalian serahkan ilmunya kepada Allah disertai dengan tetap kalian tiadakan penunjukan lafaz tadi kepada sifat apa pun inilah hakekat urusan tersebut berdasarkan pendapat dari ahli kalam itu.


Sumber Channel Telegram: Al Fatawa Al Hamawiyah

Diberdayakan oleh Blogger.