Header Ads

MENYIKAPI KHILAF DALAM PERMASALAHAN DERAJAT HADITS

MENYIKAPI KHILAF DALAM PERMASALAHAN DERAJAT HADITS



Pertanyaan :
السلام عليكم ورحمة الله و بركاته

Syaikh, عسلكم الله
Afwan mengganggu waktu antum
Ana mau tanya, kenapa ada Khilaf dalam permasalahan Derajat Hadits?
Seperti khilaf dalam hadits pengkhususan membaca al kahfi pada hari Jum'at

Apa boleh bagi kami yg msh awam ini taqlid dalam masalah derajat hadits
Misal karena kami tdk bisa meneliti illah hadits dan lain2 nya
Lalu mengambil mudahnya dg taqlid pada kitab2 muhadditsin semisal al irwa' atau semisalnya

Syukron atas jawabannya.
---------------;

Jawaban dengan memohon pertolongan pada Allah ta'ala :

وعليكم السلام ورحمة الله وبركاته.

Khilaf dalam penilaian kualitas hadits terjadi karena perbedaan kemampuan dan kekuatan si penilai. Dan tidak mungkin ulama zaman sekarang mampu menyetarai kekuatan penilaian yang dimiliki oleh ulama mutaqaddimin semacam Al Imam Ahmad, Ibnu Ma'in, Ibnul Madiniy, Abdurrahman Bin Mahdi, Al Bukhariy, Muslim, Abu Zur'ah, Abu Hatim, Ad Daruquthniy dll dari sisi hapalan sanad dan dan sekaligus hapalan penyakit riwayat para rawi.

Maka barangsiapa mematuhi fatwa mutaqaddimin dalam menghukumi hadits, dan mengikuti jejak mereka dalam menilai hadits, analisanya lebih kuat, penilaiannya lebih akurat, dan hukumnya lebih tepat daripada orang yang lebih memilih jalan mutaakhkhirin dalam menilai suatu hadits.
Itu dengan seidzin Allah ta'ala semata.

Itu jika khilafnya antar ulama Ahlussunnah.
Adapun di luar Ahlussunnah, maka banyak yang menghukumi hadits berdasarkan hawa nafsu, bukan berdasarkan ilmu hadits yang diwariskan para muhadditsin.

Orang yang sama sekali tidak punya ilmu tentang ini dia wajib belajar, dan selama masa belajar itu dia dipersilakan memilih pendapat ulama dalam masalah tadi semampunya, tidak mengikuti selera dan hawa nafsunya, dan setiap kali dijelaskan secara ilmiyah, dan nampak padanya bahwasanya penjelasan ilmiyah yang ini lebih kuat (bukan lebih sedap dan ringan) daripada penjelasan ilmiyah pihak yang lain, dia wajib mengikuti yang terkuat. Itulah puncak ilmu yang dimilikinya sekarang ini, dan dia wajib bertakwa kepada Allah semampunya (bukan sesuai selera).

والله تعالى أعلم بالصواب.
--------------------------------

Dijawab Oleh : Asy Syaikh Abu Fairuz Abdurrahman bin Soekojo Al Qudsiy Al Jawiy Hafidzahullah )

Sumber Channel Telegram: fawaidMaktabahFairuzAddailamiy
Diberdayakan oleh Blogger.