Adalah Bid'ah, Bersungguh-sungguh mandi dan bercelak dengan niat mengagungkan hari Asyura
Adalah Bid'ah, Bersungguh-sungguh mandi dan bercelak dengan niat mengagungkan hari Asyura
Ditulis Oleh : Abu Fairuz Abdurrohman bin Soekojo Al Qudsiy Al Jawiy
Untuk pemesanan klik gambar |
----------------
Amalan berikut ini dan keceriaan yang lainnya itu dilakukan oleh para pembenci Rafidhah. Mereka melawan bid'ah dengan bid'ah yang lain.
Syaikhul Islam رحمه الله berkata: "Dan ada kaum yang menampilkan sunnah dan meriwayatkan dan diriwayatkan untuk mereka hadits-hadits palsu, mereka membangun di atas itu apa yang mereka jadikan sebagai syi'ar pada hari ini, yang dengannya mereka menentang kaum tadi (Rafidhah). Mereka menghadapi kebatilan dengan kebatilan, dan membantah bid'ah dengan bid'ah pula, dan sekalipun yang satunya lebih besar dalam kerusakan dan lebih membantu orang-orang yang menyeleweng dari Islam. Misalnya adalah hadits panjang yang diriwayatkan tentang itu:
«مَنِ اغْتَسَلَ يَوْمَ عَاشُوْرَاءَ لَمْ يَمْرَضْ ذَلِكَ الْعَامَ، وَمَنِ اكْتَحَلَ يَوْمَ عَاشُوْرَاءَ لَمْ يَرْمِدْ ذَلِكَ الْعَامَ».
"Barangsiapa mandi pada hari Asyura dia tak akan sakit pada tahun itu. Dan barangsiapa bercelak dengan itsmid pada hari Asyura, dia tak akan kena penyakit mata sejak tahun itu."
Dan semisal itu adalah hadits bersemir rambut pada hari Asyura dan berjabat tangan di hari itu. Dan seperti hadits itu. Karena sesungguhnya hadits ini dan semisalnya adalah kedustaan yang dibuat-buat. Hukum ini berdasarkan kesepakatan orang yang tahu ilmu hadits, sekalipun sebagian ahli hadits telah menyebutkannya dan berkata: "Dia itu shahih dan sanadnya berdasarkan syarat shahih," maka ini adalah kekeliruan yang tidak ada keraguan di dalamnya, sebagaimana dijelaskan di tempat lain.
Tidak ada satu orangpun dari imam muslimin yang mensunnahkan mandi di hari Asyura, ataupun bercelak dan menyemir rambut di hari itu, dan amalan semisal itu. Dan tidak ada satu orangpun dari ulama muslimin yang menjadi teladan dan menjadi rujukan dalam mengetahui perintah dan larangan Allah yang menyebutkan itu. Hal itu juga tidak dikerjakan oleh Rasulullah ﷺ, Abu Bakr, Umar, Utsman ataupun Ali.
Hadits macam ini tidak disebutkan sedikitpun di kitab-kitab yang disusun oleh para ulama hadits, tidak ada di musnad-musnad seperti musnad Ahmad, Ishaq, Ahmad bin Mani' Al Humaidiy, Ad Dalaniy, Abu Ya'la Al Maushiliy dan semisal itu. Tidak ada pula dalam karangan-karangan yang disusun berdasarkan bab-bab, seperti Shahih dan Sunan, dan tidak pula di kitab-kitab yang mengumpulkan Musnad dan Atsar, seperti Muwaththa Malik, Waki', Abdurrozzaq, Sa'id bin Manshur, Ibnu Abi Syaibah, dan semisal itu.
(Selesai penukilan dari "Majmu'ul Fatawa"/4/hal. 513-514).
Al Imam Ibnu Katsir رحمه الله berkata: "Orang-orang Nawashib dari penduduk Syam membalik perbuatan Rafidhah dan Syi'ah pada hari Asyura. Mereka pada hari Asyura memasak biji-bijian, mandi, memakai minyak wangi, memakai baju mereka yang paling mewah dan menjadikan hari itu sebagai Id, di situ mereka membuat aneka makanan dan menampakkan kegembiraan dan kesenangan. Mereka dengan itu ingin menentang dan melawan Rafidhah.
Orang yang membunuh Husain membuat penakwilan bahwasanya Husain datang untuk memecah-belah kalimat muslimin setelah kesepakatan terbentuk, dan ingin agar orang-orang yang membaiat beliau dan berkumpul untuk beliau itu melepaskan bai'at mereka, sebagaimana datang dalam Shahih Muslim hadits yang menghardik perbuatan itu, memperingatkan dari itu, dan mengancam orang yang berbuat itu.
Bisa jadi yang melakukan pembunuhan tadi adalah kelompok orang-orang bodoh yang melakukan takwil dan membunuh beliau, tapi mereka tidak berhak untuk membunuh beliau. Bahkan mereka wajib untuk memenuhi permintaan beliau dari tiga permintaan yang telah tersebut sebelumnya. Maka jika sekelompok orang-orang kejam dicela, lantas umat seluruhnya ikut dicela, dan Nabi mereka ﷺ juga dituduh. Maka perkaranya tidaklah seperti yang mereka yakini, dan tidak seperti yang mereka tempuh. Bahkan kebanyakan para imam yang dulu dan belakangan benci atas pembunuhan yang terjadi terhadap Husain dan para sahabat beliau. Kecuali sekelompok kecil dari penduduk Kufah , semoga Allah memburukkan mereka. Kebanyakan orang-orang tadi menulis surat ke Husain sebagai sarana untuk mencapai hasrat dan maksud mereka yang rusak.
Manakala Ubaidullah bin Ziyad mengetahui maksud orang-orang tadi, dia memberikan pada mereka kesenangan dunia yang mereka inginkan, lalu mengambil mereka untuk itu, dan membawa mereka untuk ikut menyerang beliau dengan iming-iming dan ancaman, sehingga mereka tidak jadi membantu Al Husain dan bahkan menelantarkan beliau, kemudian membunuh beliau. Dan tidaklah seluruh pasukan rela dengan pembunuhan beliau sebagaimana kenyataannya, bahkan Yazid bin Mu'awiyah juga tidak rela dengan itu, wallahu a'lam, dan tidak juga membenci itu. Yang hampir-hampir menjadi dugaan kuat adalah bahwasanya Yazid jika bisa menangkap beliau sebelum beliau terbunuh, pastilah dia memaafkan beliau sebagaimana yang diwasiatkan oleh ayahnya, sebagaimana dirinya terang-terangan menyatakan itu dari dirinya. Yazid telah mengutuk Ibnu Ziyad dikarenakan perbuatannya itu, dan mencacinya, sebagaimana yang nampak, akan tetapi dia tidak juga mencopot Ziyad dengan sebab itu, dan tidak menghukumnya, dan tidak mengutus orang yang mencelanya atas perbuatan itu. Wallahu a'lam.
Maka setiap muslim harus merasa sedih dengan kematian Husain رضي الله عنه, karena beliau termasuk pemimpin muslimin dan ulama Shahabat serta anak dari putri Rasulullah ﷺ, yang mana Fathimah adalah anak perempuan Rasulullah yang paling utama. Dan Husain itu ahli ibadah, pemberani dan dermawan.
Akan tetapi keluhan dan kesedihan yang ditampilkan oleh Syi'ah itu tidaklah baik. Barangkali kebanyakannya hanyalah buat-buatan dan riya.
Dulu ayah Husain itu lebih utama daripada Husain, lalu beliau terbunuh, tapi mereka tidak menjadikan hari terbunuhnya beliau itu sebagai hari berkabung sebagaimana hari terbunuhnya Husain. Ayahnya terbunuh di hari Jum'at dalam keadaan keluar rumah untuk shalat fajar, pada tanggal tujuh belas Ramadhan tahun empat puluh.
Demikian pula Utsman, beliau lebih utama daripada Ali menurut Ahlussunnah Wal jama'ah. Beliau terbunuh dalam keadaan terkepung di rumah beliau pada hari-hari Tasyriq pada bulan Dzul Hijjah tahun tigapuluh enam, dalam keadaan beliau mengalami penderitaan yang amat sangat. Tapi orang-orang tidak menjadikan hari terbunuhnya beliau sebagai hari berkabung.
Demikian pula Umar ibnul Khaththab, dan beliau itu lebih utama daripada Utsman dan Ali. Beliau terbunuh dalam keadaan berdiri shalat fajar di tempat shalat beliau sambil membaca Al Qur'an. Tapi orang-orang tidak menjadikan hari terbunuhnya beliau sebagai hari berkabung.
Demikian pula Ash Shiddiq, beliau itu lebih utama daripada dia. Tapi orang-orang tidak menjadikan hari terbunuhnya beliau sebagai hari berkabung.
Dan Rasulullah ﷺ pemimpin keturunan Adam di dunia dan akhirat. Allah mewafatkan beliau kembali kepada-Nya sebagaimana wafatnya para Nabi sebelum beliau. Tapi tiada seorangpun yang menjadikan hari kematian mereka sebagai hari berkabung, melakukan di situ sebagaimana yang dilakukan oleh orang-orang bodoh dari Rafidhah itu pada hari terbunuhnya Husain.
(Selesai penukilan dari "Al Bidayah Wan Nihayah"/8/hal. 202-203).
( "Bulan Muharram, Antara Syariat Dan Bid’ah Di Dalam Islam" | Abu Fairuz Abdurrohman Al Jawiy )
Sumber Channel Telegram: fawaidMaktabahFairuzAddailamiy