Menjatuhkan Penguasa Muslim
Allah taala berfirman,
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا أَطِيعُوا اللَّهَ وَأَطِيعُوا الرَّسُولَ وَأُولِي الْأَمْرِ مِنكُمْ
Wahai orang-orang yang beriman, taatilah Allah, dan taatilah rasul dan orang-orang yang memegang kekuasaan dari kalian.
Sama saja memegang kekuasaan dengan cara yang batil dan itu dosa dia sendiri. Atau dengan cara yang hak dan itu akan, Allah taala akan menolong dia. Kalau dia dengan cara yang hak. Kalau cara yang batil, itu dosa dia sendiri.
Tapi kita diwajibkan untuk tetap mendengar dan taat. Dan dengar dan taatnya itu apa? Sesuai dengan perkara yang makruf sebagaimana dalam Hadis Muttafaqun Alaih dari Ali bin Abi Thalib itu.
Berarti apa? Kita tidak boleh melakukan pemberontakan, kita harus tetap mendengar dan taat.
Makanya telah makruf di dalam hadith Irabad bin Sariyah radhiyallahu anhu yang mana Rasulullah sallallahu alaihi wasallam bersabda,
أوصيكم بتقوى الله ، والسمع والطاعة وإن تأمر عليكم عبد حبشي
Aku wasiatkan kepada kalian untuk mendengar dan taat walaupun yang memimpin kalian itu adalah hamba sahaya dari Habasyah.
Padahal asli pemimpin itu siapa? Rasulullah bersabda dalam hadis yang mutawatir, datang lebih dari sepuluh atau bahkan lebih dari dua puluh sahabat,
الائمة من قريش
Pemimpin itu dari Quraisy.
Inilah yang syari dan inilah yang seharusnya ditempuh.
Tetapi kalaupun dia tidak dari Quraisy, Rasulullah menyuruh untuk apa? Tetap السمع والطاعة mendengar dan taat.
Dan asal dari pemimpin adalah apa? Dari kalangan ahrar. Dari kalangan apa? Orang-orang yang merdeka. Tapi Rasulullah mengatakan apa,
وان تمر عليكم عبد هبشي
Hamba sahaya. Bukan hamba sahaya kulit putih, bahkan apa? Dari Habasyah dari Etiopia.
Itu pun tetap disuruh untuk apa mendengar dan taat.
Ini menunjukkan bahwasanya, pemimpin tadi itu, dia itu adalah betul-betul tidak syar'i sama sekali. Dia orang merdeka.
Yang kedua, dia juga apa? Bukan dari Quraish. Tetapi kenyataannya dia memang تأمر, betul-betul memang dia sudah berkuasa.
Maka Rasulullah sallallahu alaihi wasalam menyuruh untuk tetap mendengar dan taat.
Hikmahnya sebagaimana dijelaskan oleh Imam Nawawi dalam Syarah Sahih Muslim, yaitu untuk menjaga darah kaum muslimin dan juga untuk apa? Untuk menolak fitnah di jalan-jalan, perekonomian yang berantakan dan seterusnya.
Kalau dia itu naik, terserah dia, tanggung jawab dia di sisi Allah taala.
Dan Imam Asy-Syanqithi rahimahullah taala telah menyebutkan bagaimana kepemimpinan itu terbentuk. Beliau mengatakan, kepimpinan itu terbentuk secara syar'i melalui tiga cara.
Yang pertama adalah apa? Istighlaf, yaitu pemimpin sebelumnya, memilih pemimpin setelahnya. Maka sudah dia jadi pemimpin.
Atau cara yang kedua, cara yang kedua adalah yaitu kesepakatan para tokoh yang mengurus masalah itu. Dari kalangan ulama, dari kalangan politikus dan lain-lain. Mereka sepakat memilih orang ini. Nah, terbentuk dia. Seperti Utsman bin Affan, dan seterusnya.
Kemudian cara yang ketiga adalah bil mugholabah, yaitu orang ini mengalahkan pemimpin sebelumnya, memberontak dan menang. Dia memikul dosa dia, tetapi apa, setelah itu, sudah, kita jadikan dia sebagai penguasa tidak apa-apa. Dosa dia, dia yang akan memikulnya. Bukan berarti kita akan oh gantian, kita berontak dia. Habis itu kita diberontak oleh orang lain lagi. Kapan selesainya darah akan terus tertumpah.
Makanya para ulama mengatakan kepemimpinan Bani Abbasiyah ini sah. Dosanya mereka yang memikul dosanya.
Pemerintah bani Umayah diberontak oleh siapa? Oleh Bani Abbasiyah yang dipimpin oleh panglimanya Abu Muslim Al-Khurosani. Yang terbunuh kurang lebih dua juta muslimin. Faedahnya apa, enggak ada faedahnya? Hanya sekedar apa, pemimpinnya ganti. Tapi yang rugi siapa? Kaum muslimin.
Walaupun gitu pemerintah apa, tetap mendengar dan taat? Imam Ahmad, juga sebelumnya Syu'bah, taat kepada Amirul Mukminin yang terbentuk yaitu siapa itu? Eh Abu Ja'far Al-Mansur dan seterusnya.
Maka seperti itu pula di zaman sekarang dan zaman yang akan datang. Kalau pemimpin itu terbentuk dengan cara yang tidak sah, maka biarkan dia memimpin, kalau memang sudah kekuasaannya itu menetap, bukan dia masih berontak dan sebagainya, tapi menetap. Sudah, biarkan dia yang memikul beban ini yang mana langit, bumi, dan gunung pun tidak berani memikulnya, biarkan dia memikul itu. Nanti di hari kiamat baru dia menyesal.
Biarkan dia memikul, kita kerjakan apa yang menjadi tanggung jawab kita sebagaimana sabda Rasulullah tentang apa? Pemimpin yang jahat, Rasulullah mengatakan, apa itu?
أدو ما عليكم وسلواللها ما من بكم
Tunaikan yang menjadi kewajiban kalian kepada mereka dan minta kepada Allah yang menjadi hak kalian.
فإن عليكم ما حملتم ما حمن
Karena kalian akan memikul apa yang menjadi tanggung jawab kalian dan dia akan memikul yang menjadi tanggungjawab dia.
Sudah, masing-masing akan memikul urusannya sendiri. Tidak perlu pusing dengan kursi itu dipegang siapa? Kenapa sih kita pusing? Paling yang naik bukan kita juga.
Itu yang diingatkan oleh Syekh Muqbil. Muslimin penat-penat untuk menumpahkan darah, tiba-tiba yang naik orang lain.
Apa hikmahnya untuk kita? Sementara darah tertumpah dan seterusnya.
Biarkan dia mengurus itu sendiri.
Karena pertanyaan ini nanti tidak akan berujung.
Dia mendapatkan dengan cara demokrasi, kita jatuhkan dia dengan demokrasi. Habis itu kita atau teman kita naik, orang lain mengatakan oh dia juga dengan cara yang tidak sah, cara yang dosa, menurut salafiyah. Ah kita jatuhkan juga.
Terus kapan selesai? Tidak akan selesai. Wallahu alam. Tapi ikut dalil selesai.
والله اعلم
Tidak menjatuhkan, lagi tidak kuku yang jelas kan. Pukul bawahan. Iya.. Itu jawaban yang lain. Itu jawaban yang lain. Ini, ini baru. Baru. Jawaban sisi ini. Ya.
Powered by Todorant
Sumber Channel Telegram: soaljawab_sheikhabufairuz