RITUAL KESYIRIKAN
RITUAL KESYIRIKAN
Pertanyaan :
السلام عليكم ورحمة الله وبركاته.
Ana telah membaca di suatu portal berita bahwa kebiasaan masyarakat Palu yang kemarin terjadi gempa dahsyat dan Tsunami ( yang memakan korban tidak sedikit ), yaitu ritual ritual kesyirikan. Mohon nasihatnya apakah ini kesyirikan ? Dan gempa serta tsunami tsb adalah Adzab dari Allah Azza Wa Jalla ?👇
Berita :
Saksi mata yang selamat, mengatakan ada seribuan warga sedang berada di pinggir pantai anjungan Nusantara, Kota Palu, Jumat (28/9) sore saat tsunami menerjang wilayah tersebut. Masyarakat setempat saat itu sedang menantikan acara pembukaan fetsival 'Pesona Palu Lomoni' yang digelar di pantai tersebut.
Sedikit pembahasan soal Ritual Palu Nomoni
Ritual Magis Tanah Kaili dalam Pekan Budaya Indonesia Pemerintah Kota Palu, Sulawesi Tengah, di bawah kepemimpinan Wali Kota Hidayat dan Wakil Wali Kota Sigit Purnomo, tengah menggencarkan revitalisasi ragam budaya yang dimiliki Suku Kaili, penduduk asli Kota Palu.
Melalui ajang Pekan Budaya Indonesia (PBI) III dan Festival Pesona Palu Nomoni, Pemerintah Kota Palu memamerkan salah satu kekayaan budayanya, yakni ritual adat Suku Kaili.
Dari 46 kelurahan dan 8 kecamatan, terdapat 11 ritual yang sering dilaksanakan, maupun ritual yang mengalami kepunahan atau sudah jarang dilangsungkan. Ritual tersebut, yaitu Ritual Balia Jinja Lasoani, Atraksi Balia Bone Kayumalue, Ritual Tola Ba'la Pompaura, Ritual Balia Tampilangi Ulujadi, Ritual Manuru Viata Tipo, Balia Topoledo, Ritual Vunja Adantana, Ritual Pora'a Binangga, Ritual Tolak Bala Tavaili, Ritual Balia Eja Da'a Kanuna dan Daengune, serta Ritual Balia Jinja Petobo.
Disampaikan oleh Manopo, salah satu anggota tim upacara ritual Baliya Jinja, tradisi Balia Jinja masih dipegang teguh oleh masyarakat Suku Kaili hingga sekarang. Minimal, terdapat satu orang dalam anggota keluarga yang bersedia belajar adat turun-menurun ini.
Upacara adat Balia Jinja merupakan ritual pengobatan bersifat nonmedis yang dikenal masyarakat Suku Kaili sejak ratusan tahun lalu. Sebelum ada rumah sakit, upacara ini diandalkan masyarakat untuk mendapatkan petunjuk dari nenek moyang terkait bagaimana melunturkan penyakit-penyakit yang menyerang tubuh.
"Tradisi ini masih dilestarikan. Dan hanya dilakukan oleh satu garis keturunan. Misalnya, siapa anak perempuan yang mau belajar di keluarga. Namun ini sifatnya tidak dipaksa, untuk yang mau saja," ucap Manopo, ditemui Metrotvnews.com, di Kampung Kaili, Palu.
Dalam pelaksanaanya, ritual dipimpin oleh seorang dukun atau tetua yang disebut Tina Nu Baliya. Prosesnya diawali dengan Nolana Vangi (pengolesan minyak wangi) ke bagian tubuh orang sakit. Lalu, pelaku ritual menyiapkan air satu mangkuk, seekor ayam dan seekor kambing sambil nogane (membaca doa). Peniupan lalove (suling) dan gimba (gendang), dimulai untuk mengundang roh leluhur terlibat dalam ritual. Kemudian, para penari bergerak mengelilingi palaka (tempat sesaji).
Tahapan selanjutnya, yakni prosesi ritual Moraro. Sambil menari, penari yang mayoritas wanita berusia 50 tahun ke atas, menombak kambing dan seekor ayam yang sebelumnya telah disiapkan. Tujuannya untuk mengambil darah yang nantinya akan dioleskan di tubuh orang yang sakit.
Tahap terakhir, pelepasan sesaji dan ayam ke sungai, sekaligus memandikan orang yang sakit. Proses ini memiliki makna, jika dimandikan di sungai, maka penyakit akan hilang mengikuti aliran sungai yang bermuara ke samudera luas dan tidak akan kembali lagi.
"Dalam sesaji ini terdapat pinang, gambir, tembakau, koin, kue tradisional, dan beberapa lainnya. Semua ini nantinya akan dilarung ke laut. Dahulu nenek moyang kami kalau ada pesta kawinan atau pesta adat, pasti semua ini (sesaji) disediakan," ujar Manopo.
Dijelaskan oleh sang dukun atau Tina Nu Baliya, prosesi ritual Balia Jinja yang dilakukan pada malam PBI 3 dan Festival Palu Nomoni, dimaksud untuk menyembuhkan penyakit yang ada di bumi. Hal ini dilakukan untuk memberikan kedamaian dan kesejahteraan seluruh umat manusia.
Editor : Rosa Anggreati
https://www.google.co.id/url?sa=t&source=web
Sumber :Berita tersebut bisa dibaca disini :
https://m.republika.co.id/berita/nasional/daerah/18/09/29/pfsytp257-seribuan-warga-sedang-di-pantai-saat-tsunami-terjang-palu
➖➖➖➖➖➖
Dijawab Oleh Asy Syaikh Abu Fairuz Abdurrohman bin Soekojo Al Jawiy حفظه الله :
وعليكم السلام ورحمة الله وبركاته.
Doa pada selain Allah adalah syirik akbar. Penyembelihan untuk selain Allah adalah kesyirikan. Meminta kesembuhan pada roh² halus adalah syirik akbar.
Doa pada selain Allah ta’ala itu menyebabkan datangnya adzab. Allah ta’ala berfirman:
﴿فَلَا تَدْعُ مَعَ الله إِلَهًا آخَرَ فَتَكُونَ مِنَ الْمُعَذَّبِينَ﴾ [الشعراء: 213].
“Maka janganlah engkau berdoa pada sesembahan yang lain bersama dengan berdoa pada Allah karena jika demikian engkau akan termasuk dari dari orang-orang yang disiksa”.
Menyembelih untuk selain Allah akan mendatangkan kutukan. Dari Ali bin Abi Thalib رضي الله عنه yang berkata: bahwa Nabi ﷺ bersabda:
«لعَنَ اللهُ مَنْ ذَبَحَ لِغَيْرِ الله».
"Semoga Allah melaknat orang yang menyembelih untuk selain Allah." (HR. Muslim (1978)).
Segala macam kesyirikan, kebid’ahan dan kedurhakaan yang disengaja merupakan salah satu bentuk kesombongan terhadap ajaran para Rasul, karena merasa cukup puas dengan ajaran nenek moyang. Dan hal itu adalah sebab datangnya siksaan dari Allah ta’ala. Allah سبحانه وتعالى berfirman:
﴿فَلَمَّا جَاءَتْهُمْ رُسُلُهُمْ بِالْبَيِّنَاتِ فَرِحُوا بِمَا عِنْدَهُمْ مِنَ الْعِلْمِ وَحَاقَ بِهِمْ مَا كَانُوا بِهِ يَسْتَهْزِئُونَ * فَلَمَّا رَأَوْا بَأْسَنَا قَالُوا آمَنَّا بِالله وَحْدَهُ وَكَفَرْنَا بِمَا كُنَّا بِهِ مُشْرِكِينَ﴾ [غافر: 83، 84].
“Maka manakala mereka didatangi oleh para Rasul, mereka justru berbangga-bangga dengan ilmu yang telah ada pada mereka, dan mereka dikepung oleh sesuatu (siksaan) yang dulu mereka perolok-olokkan. Manakala mereka sudah melihat siksaan Kami, mereka berkata: “Kami beriman pada Allah semata, dan kami mengingkari apa saja dengan-Nya kami persekutukan”.
والله تعالى أعلم.
والحمد لله رب العالمين.
-selesai-
Sumber Channel Telegram: fawaidMaktabahFairuzAddailamiy