SIAPAKAH AHMAD BA ZEMUL ?
SIAPAKAH AHMAD BA ZEMUL ?
السلام عليكم ورحمة الله وبركاته
Pertanyaan:
Bagaimana keadaan Ahmad Ba Zemul? Apakah dia termasuk dari masyayikh Salafiyin ataukah bukan?
----------
Jawaban dengan memohon pertolongan kepada Allah semata:
وعليكم السلام ورحمة الله وبركاته
Yang saya tahu: selama bertahun-tahun Ahmad Ba Zemul mendukung Asy Syaikh Rabi’ هداه الله untuk memecah-belah Dakwah Salafiyyah di Yaman.
Dan dulu saya pernah membaca celaan-celaan dia kepada Fadhilatusy Syaikh Yahya Bin Ali Al Hajuriy حفظه الله tanpa alasan yang benar.
Juga ana membaca nukilan ceramah dia saat mengunjungi pusat pemecah belah Dakwah di Yaman, Darul hadits Fuyusy, di sela-sela ceramahnya itu dia menyindir-nyindir Syaikhuna Yahya. Di antara yang dia katakan adalah: “Yahya Al Hajuriy menyendiri dari para masyayikh, dia menempuh jalan yang liar”. Atau kalimat yang semacam itu.
Dia telah dibantah oleh Fadhilatusy Syaikh Hasan Bin Qasim Ar Raimiy حفظه الله di dalam risalah beliau: “Ya Gharib Kun Adib”, dengan hujjah-hujjah yang jelas.
Jika mereka bilang: “Wajar saja jika Hasan Bin Qasim membela Yahya Al Hajuriy, karena dia adalah murid Al Hajuriy”, maka itu alasan yang dibuat-buat, karena yang penting adalah hujjahnya dan bukti bahwasanya tidak ada fanatisme dan ashabiyyah di dalam pembelaan tadi.
Dan dari sisi lain; Syaikhuna Hasan Bin Qasim bukan semata-mata murid Syaikhuna Yahya, bahkan beliau adalah murid Al Imam Al Albaniy, juga murid Al Imam Al Wadi’iy حفظه الله, dan Al Imam Al Wadi’iy telah menjuluki beliau sebagai “Syaikh” di sebagian taqdim beliau terhadap kitab Syaikhuna Hasan Bin Qasim. Beliau juga murid dan mendapatkan tazkiyah sebagai “Syaikh” oleh sejumlah ulama Saudi.
Bahkan fanatisme dan ashabiyyah justru nampak pada diri Ahmad Ba Zemul, yang mana dia sangat ghuluw, berlebihan dalam memuji Asy Syaikh Rabi’ هداه الله.
Contohnya adalah: apa yang diucapkan oleh Ahmad Ba Zemul dalam artikelnya yang berjudul: ”Hal Yus’al ‘an Mitslisy Syaikh Robi’” (Apakah semisal Asy Syaikh Robi’ itu masih dipertanyakan?): “Kita para salafiyyin wajib untuk berkata tentang syaikh kami Robi’us sunnah, pembawa bendera jarh wat ta’dil pada zaman ini: “Bahwasanya Anda telah jawaztal qonthoroh (melampaui jembatan), maka yang semisal Anda tak perlu lagi dipertanyakan. Kami mengatakannya dengan benar, dengan jujur dan dengan adil.”
Saya –Abu Fairuz عفا الله عنه – menjawab dengan memohon pertolongan pada Allah ta’ala:
Apa yang dimaukan dengan ungkapan ini: (telah melampaui jembatan)?
Al Hafizh Ibnu Hajar رحمه الله berkata: “Dulu Asy Syaikh Abul Hasan Al Maqdasiy berkata tentang rowi yang haditsnya diriwayatkan dalam “Ash Shohih”: “Dia ini telah melampaui jembatan” dimaksudkan dengan itu: bahwasanya kita tak perlu memperhatikan kritikan yang ditujukan kepadanya.” (“Fathul Bari”/1/hal. 384).
Akan tetapi siapakah dari para imam yang memberikan tazkiyyah yang agung ini pada Asy Syaikh Robi’ هداه الله? Dan apakah maknanya bahwasanya beliau tidak mungkin keliru dan kita tidak boleh mengkritik kekeliruannya?
Itu tidak benar! Semua orang boleh diambil ucapannya dan boleh pula ditinggalkan, kecuali Rosululloh صلى الله عليه وسلم.
Dan kami katakan sebagaimana yang dikatakan oleh Asy Syaikh Robi’ sendiri: “Maka kritikan itu wahai ikhwan, tidak boleh pintunya ditutup, karena kita berarti akan mengatakan ditutupnya pintu ijtihad –semoga Alloh memberkahi kalian-. Dan kita tidak memberikan pensucian pada pemikiran seorangpun sama sekali. Maka kesalahan itu harus dibantah, dari siapapun datangnya, sama saja apakah dia itu seorang salafiy ataukah bukan salafiy. –sampai pada ucapan beliau:- Kritikan adalah termasuk dalam bab ingkarul mungkar. Maka kritikan terhadap individu-individu besar Salafiyyin jika berbuat salah, dan penjelasan tentang kesalahan mereka ini termasuk bab amar ma’ruf nahi munkar, dan termasuk dalam bab penjelasan yang diwajibkan oleh Alloh, dan termasuk bab nasihat yang diwajibkan oleh Alloh dan diharuskan-Nya terhadap kita.” (Al-Ajwibah As-Salafiyah ‘Ala As'ilah Abi Rowahah Al-Manhajiyah: 16-19/Majalisul Huda).
Saya telah menukilkan ini secara lebih lengkap di kitab "Shifatul Haddadiyyah."
Maka seseorang itu seagung apapun kedudukannya, dan telah melampaui jembatan ujian, jika keliru dan kita punya bayyinah tentang itu, kita tidak boleh mendiamkan kesalahannya, terutama jika dirinya bersikeras di atas kebatilannya itu dan tidak mau rujuk.
Ibnu Hajar رحمه الله berkata: "Asy Syaikh Abul Fath Al Qusyairiy berkata dalam "Mukhtashor" beliau: "Dan demikianlah kami meyakini, dan dengan itu kami berpendapat, kecuali jika kritikan tadi disertai dengan hujjah yang jelas dan penjelasan yang memuaskan dan menambahi dugaan kuat melebihi makna yang kami sebutkan bahwasanya orang-orang telah bersepakat setelah dua syaikh (Al Bukhoriy dan Muslim) untuk menamai kedua kitab itu sebagai "Shohihain", dan konsekuensi dari itu adalah ta’dil untuk para perowi yang ada di dalamnya." Aku (Ibnu Hajar) katakan: maka cercaan terhadap seorangpun dari mereka tidak diterima kecuali dengan faktor pencacat yang jelas, karena sebab-sebab jarh itu berbeda-beda." ("Fathul Bari"/1/hal. 384).
Adapun ucapan mutlak bahwasanya kritikan kepadanya itu tidak perlu diperhatikan, maka ini tidak benar.
Al Imam Ibnu Abdil Hadi رحمه الله berkata: “Yang benar adalah: bahwasanya ucapan tadi itu tidak boleh diterima secara mutlak. Bahkan kritikan kepada para rowi "Shohih" itu terkadang tidak berpengaruh, seperti kritikan An Nasaiy terhadap Ahmad bin Sholih Al Mishriy, dan terkadang berpengaruh seperti Yahya bin Ayyub Al Mishriy, dan Nu’aim bin Hammad, Suwaid bin Sa’id, dan yang lainnya. Maka jika salah seorang dari mereka menyendiri, dan kritikan terhadapnya itu terkenal, atau dihukumi lemah oleh kebanyakan para imam dalam periwayatan hadits tentang halal dan harom, maka dia tidak bisa dijadikan sebagai hujjah. Dan para penulis kitab "Shohih" jika meriwayatkan dari rowi yang terkena kritikan dan dilemahkan, maka mereka itu menetapkan dari haditsnya tadi yang rowi tadi tidak menyendiri dengannya, tapi yang riwayatnya itu mencocoki para tsiqot, dan telah tegak pendukung-pendukung yang menunjukkan kebenaran riwayatnya tadi." (sebagaimana dalam "An Nukat ‘Ala Muqoddimah Ibnish Sholah"/Az Zarkasyiy/3/hal. 349-351).
Al Imam Muhammad Ibnul Amir Ash Shon’aniy رحمه الله berkata: “Maka ucapan Asy Syaikh Abul Hasan Al Maqdasiy berkata tentang rowi yang haditsnya diriwayatkan dalam “Ash Shohih”: “Dia ini telah melampaui jembatan” sehingga kita tak perlu memperhatikan kritikan yang ditujukan kepadanya, sepertinya beliau menginginkan bahwasanya kebanyakan dari mereka itu telah melampaui jembatan ujian tadi. Jika tidak demikian, maka bagaimana para Nawashib, Ghulatusy Syi’ah, dan Murjiah dan para mubtadi’ah bisa melampauinya, sementara mereka ada di "Ash Shohih” ?" ("Tsamrotun Nazhor"/Muhammad Ash Shon’aniy/hal. 117).
Asy Syaikh Robi’ telah terjatuh ke dalam ketergelinciran yang besar –dan kami amat menyesalkan itu- dengan perbuatan beliau mengadu domba para pelajar Dammaj terhadap syaikh mereka Yahya Al Hajuriy حفظه الله sejak lebih dari tujuh tahun, dan saling bantunya Asy Syaikh Robi’ dengan hizb Al Adaniy dalam kebatilan tanpa sanggup membatalkan hujjah dengan hujjah pula. Maka kritikan terhadap kesalahan-kesalahan Asy Syaikh Robi’ dengan bukti-bukti, dan pembelaan kami terhadap diri kami sendiri dari serangan-serangan Asy Syaikh Robi’ dengan bayyinah-bayyinah kami itu harus dipandang dan tidak boleh dibatalkan dengan sia-sia.
Maka pemutlakan ungkapan tadi "telah melampaui jembatan" untuk Asy Syaikh Robi’ هداه الله merupakan sikap ghuluw terhadap beliau.
Inilah yang ana tahu tentang Ahmad Ba Zemul, dia bukan di atas jalan istiqamah. Dia hanyalah jajaran para dai saudi yang dengki pada tingginya kualitas para ulama Yaman, sehingga ikut-ikutan membuat makar untuk menjatuhkan para ulama Yaman tadi.
Kalaupun dia punya kalimat-kalimat yang bagus, alangkah banyaknya kalimat bagus milik dia ataupun milik Asy Syaikh Rabi’ yang diselisihi oleh para pengikut Luqman Ba Abduh yang selama bertahun-tahun bergantung-gantung pada kebesaran nama mereka, tapi jauh dari ajaran asli mereka berdua.
والله أعلم بالصواب، والحمد لله رب العالمين.
Malaysia, 10 Sya’ban 1440 H.
-selesai-
-----------------
Dijawab Oleh: Asy Syaikh Abu Fairuz Abdurrohman bin Soekojo Al Qudsiy Al Jawiy حفظه الله
Sumber Channel Telegram: fawaidMaktabahFairuzAddailamiy