Mengenal Syaikh Ali Hasan Al-Halabiy Hadahullooh (bagian 3)
Sumber: at-takalariy
Teguran Ulama Terhadap Ali Hasan Al Halabiy
(bagian 3)
Bantahan Asy Syaikh Ahmad An Najmi رحمه الله
Untuk Ali Hasan Al Halaby هداه الله
Penerjemah:
Abu Fairuz Abdurrohman bin Soekojo
Al Jawiy Al Indonesiy
بسم الله الرحمن الرحيم
Pengantar Penerjemah
الحمد لله رب العالمين، وأشهد أن لا إله إلا الله وأشهد أن محمدا عبده ورسوله، أما بعد:
Setelah selesai menerjemahkan bab satu dan bab dua tentang tahdzir Lajnah Daimah terhadap kitab-kitab yang terkait dengan Ali Hasan Abdil Hamid Al Halabiy, berikut ini adalah jawaban dan bantahan Fadhilatusy Syaikh Muftil Mamlakah Su’udiyyah bagian selatan: Ahmad bin Yahya An Najmiy رحمه الله terhadap surat Ali Hasan Abdil Hamid Al Halabiy هداه الله.
Semoga Alloh memberikan taufiq-Nya.
Bab Tiga:
Jawaban Fadhilatusy Syaikh Ahmad bin Yahya An Najmiy رحمه terhadap الله Ali Hasan Abdil Hamid Al Halabiy هداه الله
Berikut ini adalah jawaban dan bantahan Fadhilatusy Syaikh Muftil Mamlakah Su’udiyyah bagian selatan: Ahmad bin Yahya An Najmiy رحمه الله terhadap surat Ali Hasan Abdil Hamid Al Halabiy هداه الله. Judulnya adalah:
Perdebatan Bersama Fadhilatusy Syaikh Ali Al Halabiy
الحمد لله ، والصلاة والسلام على رسول الله ، وعلى آله وصحبه ، وبعد :
Telah sampai kepadaku lembaran-lembaran dari Fadhilatusy Syaikh Ali Hasan Abdul hamid Al Halabiy, nampak bahwasanya lembaran-lembaran tadi diambil dari internet. Di dalamnya dia berkata:
“Sebelum sholat maghrib, dalam keadaan aku mengarah ke sini untuk menyelenggarakan pertemuan yang diberkahi ini, sebagian ikhwah menelponku dan membacakan kepadaku fatwa yang dinukil di sebagian internet dari Fadhilatusy Syaikh Ahmad bin Yahya An Najmiy –semoga Alloh تبارك وتعالى menjaganya-. Dan yang nampak adalah bahwasanya fatwa itu berlangsung baru sekitar tiga hari yang lalu –hari Senin-.
Sang penanya berkata: “Apakah Anda menasihati kami untuk mengambil ilmu dari para masyayikh Yordan dalam bidang aqidah, mereka adalah para syaikh Markiz Al Albaniy رحمه الله?”
Maka Fadhilatusy Syaikh menjawab: “Mereka itu teranggap dari kalangan Salafiyyin, akan tetapi engkau –yaitu si penanya- menukilkan dari mereka bahwasanya mereka itu mendukung Abil Hasan (أبي الحسن) –demikianlah di dalam naskah yang ada di hadapanku. Yang benar adalah Abal Hasan (أبا الحسن). Alloh yang lebih tahu-. Akan tetapi dinukilkan kepadaku bahwasanya mereka mendukung Abal Hasan, mendukung Al Maghrowiy, dan memberi tazkiyyah (rekomendasi) untuk mereka, dan barangsiapa memberi tazkiyyah (rekomendasi) untuk Al Maghrowiy si takfiriy itu, maka sungguh dia itu terkena kritikan-kritikan. Dan kita tak bisa mengatakan bolehnya diambil ilmu dari mereka.” Selesai ucapan beliau –semoga Alloh menjaganya-.
Kemudian dia (Ali Hasan) berkata: “Pada hakikatnya aku merenung, dan aku ragu untuk memberikan komentar terhadap fatwa ini, sementara Asy Syaikh adalah termasuk ulama yang mulia, dan aku tidak memberikan tazkiyyah untuk mereka atas nama Alloh. “
Kemudian dia (Ali Hasan) memuji dengan baik. Semoga Alloh membalasnya dengan kebaikan. Sampai pada ucapannya: “Dan aku meyakini bahwasanya fatwa ini di dalamnya ada yang perlu diperbaiki. Adapun bahwasanya kami itu terhitung dari kalangan Salafiyyin, maka segala pujian bagi Alloh, yang demikian itu adalah dari karunia Alloh, dan kami mengajak kepada dakwah salafiyyah dan aqidah salafiyyah, dan kami menolong para masyayikh kami di setiap tempat. Tidaklah faktor geografis dari mereka menghalangi kami, begitu pula batas-batas negri, warna ataupun nama. Dan kami berkeyakinan bahwasanya wala wal baro itu adalah berdasarkan manhaj dan aqidah.”
Aku (Asy Syaikh Ahmad An Najmiy) menjawab: Inilah yang kami yakini, dengannya kami beragama untuk Alloh, dan kami mengharuskan diri kami untuk beramal di atasnya dengan mengambil pengarahan-pengarahan dari Robb kami, yang mana Dia berfirman:
﴿إنَّما المؤمنون إخوة فأصلحوا بين أخويكم واتقوا الله﴾ [ الحجرات : 10 ]
“Hanyalah mukminun itu saudara, maka damaikanlah di antara kedua saudara kalian, dan bertaqwalah kalian kepada Alloh.”
Dan Nabi صلى الله عليه وسلم bersabda:
«المؤمن للمؤمن كالبنيان يشدُّ بعضه بعضا»
“Orang mukmin yang satu terhadap mukmin yang lain adalah bagaikan bangunan, sebagiannya memperkuat yang lain.”
Diriwayatkan oleh Muslim dari Abu Musa رضي الله عنه.
Beliau juga bersabda:
«مثل المؤمنين في توادهم ، وتراحمهم ، وتعاطفهم مثل الجسد إذا اشتكى منه عضو تداعى له سائر الجسد بالسهر والحمَّى»
“Permisalan kaum Mukminin dalam sikap saling cinta, saling mengasihi dan saling menolong di antara mereka adalah ibarat satu tubuh. Jika salah satu anggota badan mengeluh sakit, seluruh jasadpun akan ikut tidak bisa tidur dan menjadi demam.”
Diriwayatkan oleh Muslim dari An Nu’man bin Basyir([1]).
Adapun perkataanku: “Dan kita tak bisa mengatakan bolehnya diambil ilmu dari mereka.” Maka itulah yang aku lihat bahwasanya wajib untukku sebatas ilmu yang aku miliki saat itu, bahwasanya pemuda salafiyyin di Maghrib mengirimkan kepadaku selebaran yang mereka menyebutkan di dalamnya perkara-perkara yang dikritik pada diri Al Maghrowiy, yaitu terjatuhnya dia ke dalam takfir (pikiran pengkafiran)([2]). Dan mereka menyebutkan nama-nama para ulama yang mana selebaran itu dikirimkan kepada mereka, sebagaimana dikirimkan kepadaku. Di antara mereka adalah Asy Syaikh Ali Hasan. Dan selebaran ini penuh dengan apa yang menunjukkan bahwasanya Al Maghrowiy itu takfiriy, dan dia menamakan orang-orang yang mendatangkan para penyanyi untuk acara pernikahan itu sebagai anak-anak sapi. Dia mencampurkan antara perkara yang menyebabkan kekafiran dan yang tidak menyebabkan kekafiran, dan dia menjadikan semuanya itu menyebabkan kekafiran. Maka manakala sampai berita kepadaku bahwasanya dia (Ali Hasan) mendukung Al Maghrowiy, dan memujinya, maka aku benar-benar terkejut. Maka jika engkau wahai Asy Syaikh Ali berkata bahwasanya engkau tidak menyetujuinya, engkau tidak mendukungnya, dan engkau telah menasihati dia dan Abul Hasan, maka aku katakan: engkau harus menampilkan berlepas dirinya engkau darinya, dan menampakkan kemarahanmu kepadanya. Adapun engkau tidak menampakkan kemarahanmu kepadanya, ataupun kemurkaanmu terhadap pemikiran khowarijnya yang buruk, maka aku tidak tercela dikarenakan apa yang telah kukatakan. Dan Alloh tahu bahwasanya aku tidak memaksudkan selain membuat ridho Robbku عز وجل. Maka Ahlussunnah, pengikat di antara mereka adalah sunnah, berjalan di atasnya, loyalitas dan saling membenci karena sunnah. Dan Alloh mengetahui bahwasanya aku tidak memaksudkan dengan ucapanku untuk membikin ridho seorangpun selain Robbku yang agung sifatnya dan kuat kekuasaan. Dan aku tidak mensucikan diriku sendiri dari terkadang terjatuh ke dalam kesalahan. Keadaanku seperti manusia yang lainnya.
Dan ucapan Asy Syaikh Ali Hasan Al Halabiy حفظه الله : “Dan kami menolong para masyayikh kami di setiap tempat. Tidaklah faktor geografis dari mereka menghalangi kami, begitu pula batas-batas negri, warna ataupun nama. Dan kami berkeyakinan bahwasanya wala wal baro itu adalah berdasarkan manhaj dan aqidah.“
Aku katakan: “Inilah yang wajib. Barangsiapa menegakkan ini, maka di selamat, dan barangsiapa kurang dalam melakukan itu maka dia akan mendapatkan akibat dari sikap kurang tadi. Hanya saja pertolongan tadi harus diikat dengan apa yang datang berikut ini: yaitu ucapan kita: selama mereka ada di atas manhaj yang benar dan pemikiran yang selamat. Maka jika dihasilkan dari satu orang dari mereka penyimpangan dari manhaj yang benar atau kecondongan dari arah yang selamat maka jatuhlah dia.
Adapun ucapan dia –semoga Alloh memberinya taufiq- : “Adapun perkataan Asy Syaikh: “Akan tetapi dinukilkan dari mereka –yaitu bahwasanya sang penanya menukilkan dari mereka –yaitu dari kami- bahwasanya kami mendukung Abul Hasan, dan Al Maghrowiy, dan mentazkiyyah mereka, maka ini pada hakikatnya adalah perkataan yang tidak benar. Kami mengkritik Abul Hasan, mengkritik Al Maghrowiy terhadap perkara-perkara yang mereka keliru di dalamnya. Dan kami telah menjelaskan perkara-perkara yang pantas dikritik dari mereka.”
Dan aku jawab: seandainya apa yang Anda katakan itu benar, bahwasanya Anda telah mengingkari mereka, maka kenapa Anda tidak menampakkan kesalahan mereka dan menjelaskannya ke hadapan manusia, serta berlepas diri dari mereka?
Yang kedua: kami masih terus mendengar bahwasanya para masyayikh Yordan masih terus menyambut para mubtadi’ah seperti Abul Hasan dan Al Maghrowiy. Dan kami telah banyak ditanya tentang hal itu, maka kami katakan bahwasanya jika yang dikatakan itu benar bahwasanya Ali bin Hasan Al Halabiy dan Salim bin ‘Id Al Hilaliy([3]) masih terus mendukung Abul Hasan Al Ma’ribiy dan Muhammad bin Abdurrohman Al Maghribiy, maka kami tidak bisa memerintahkan orang untuk mengambil ilmu dari mereka karena kami membaca dari Salaf bahwasanya mereka berkata: “Barangsiapa mendukung mubtadi’, kemudian diberi nasihat dan dia tak mau menerimanya, maka dia digabungkan kepadanya dalam pemboikotan, dan tidak bersikap ramah kepadanya, serta tidak mengambil ilmu darinya.”
Maka kami tidak berkata sedikitpun dari sisi kami sendiri. Sungguh Abdulloh bin Muhammad Adh Dho’if berkata: “Qo’diyyah dari Khowarij itu adalah khowarij yang paling busuk.”([4])
Ibnu Baththoh berkata di bawah atsar no. 419: dan diriwayatkan dengan sanadnya kepada Al A’masy yang berkata: “Dulu mereka tidak bertanya tentang seseorang setelah adanya tiga perkara: teman berjalannya, kepada siapa dia masuk, dan teman akrabnya.”
Beliau juga berkata di bawah no. 420: diriwayatkan dengan sanadnya kepada Muhammad bin Sahm yang berkata: Aku mendengar Baqiyyah berkata: Dulu Al Auza’iy berkata: “Barangsiapa menutupi dari kami kebid’ahannya, tidaklah tersamarkan bagi kami teman akrabnya.”
Beliau juga menyebutkan atsar no. 421: diriwayatkan dengan sanadnya kepada Yahya bin Sa’id Al Qoththon berkata: “Ketika Sufyan Ats Tsauri tiba di Bashroh beliau mulai memperhatikan keadaan Ar Robi’ –yaitu Ibnu Shubaih- dan kedudukannya di mata masyarakat. Beliau bertanya, “Apa madzhabnya?” Mereka menjawab, “Tiada madzhabnya kecuali as Sunnah.” Beliau bertanya, “Siapa teman dekat di sekelilingnya?” Mereka berkata, “Qodariyyah (pengingkar taqdir)” Beliau berkata, “Berarti dia qodari.”
Syaikh (yaitu Ibnu Baththoh) berkata: “Semoga rohmat Alloh tercurah kepada Sufyan Ats Tsauriy, sungguh beliau telah berbicara dengan hikmah, maka benarlah beliau. Dan beliau berbicara dengan ilmu sehingga mencocoki Al Kitab, As Sunnah, apa yang diwajibkan oleh Al Hikmah dan dilihat oleh mata, serta diketahui oleh pemilik mata hati dan penjelasan. Alloh عز وجل berfirman:
﴿يا أيها الذين آمنوا لا تتخذوا بطانةً من دونكم لا يألونكم خبالا ودوا ما عنتم﴾
“Hai orang-orang yang beriman, janganlah kalian ambil orang-orang yang, di luar kalangan kalian sebagai teman kepercayaan (karena) mereka tidak henti-hentinya (menimbulkan) kemudharatan bagi kalian. Mereka menyukai apa yang menyusahkan kalian.”
Al Imam Ibnu Baththoh juga berkata di bawah no. 422 dengan sanadnya kepada Al Ashmu’iy . kata beliau: aku mendengar Al Abbas ibnul Faroj Ar Riyasyiy berkata: Al Ashmu’iy menceritakan pada kami: aku mendengar sebagian fuqoha Madinah berkata: “Jika penisbatan telah saling menempel dengan hati, persahabatanpun saling berhubungan dengan badan-badan.”
Syaikh (yaitu Ibnu Baththoh) berkata: “Dan dengan inilah sunnah datang. Kemudian beliau meriwayatkan hadits dari jalur-jalurnya pada nomor 423-426:
الأرواح جنود مجندة فما تعارف منها ائتلف وما تناكر منها اختلف
“Ruh-ruh adalah tentara yang berkelompok-kelompok. Yang saling mengenal akan saling condong, dan yang tidak saling mengenal akan saling berselisih.”
Hadits ini telah disebutkan oleh Al Albaniy dalam Shohihul Jami’ no. 2765 dan berkata: diriwayatkan Al Bukhoriy secara mu’allaq dari ‘Aisyah, dan bersambung dalam Al Adabul Mufrod, juga diriwayatkan Muslim dari Abu Huroiroh, dan Thobroniy dari Ibnu Mas’ud, dan berkata: shohih.
Secara keseluruhan, sesungguhnya dalil-dalil dari Al Kitab, As Sunnah dan amalan Salafush Sholih adalah: barangsiapa sengaja memilih untuk menaungi ahlul bida’ atau duduk-duduk dengan mereka, atau makan dan minum bersama mereka, bepergian bersamaan mereka, maka sungguh dia itu digabungkan dengan mereka, terutama jika dia telah dinasihati tapi bersikeras dengan perbuatannya itu, sampai bahkan sekalipun dia menyatakan bahwasanya dia itu hanyalah duduk-duduk dengan mereka untuk menasihati mereka. lebih-lebih lagi dalam keadaan Al Maghrowiy telah terpengaruh pemikiran khowarij yang jelas di dalam selebaran yang dikirimkan kepada kami.
Yang ketiga: Seandainya Anda mengingkari mereka dengan pengingkaran yang terang-terangan, dan Anda tidak menyambut mereka, pastilah hal itu disebutkan, dan pastilah orang-orang tidak saling menukilkan bahwasanya Anda mendukung mereka, dan bahwasanya Anda ridho dengan mereka.
Adapun ucapan Asy Syaikh (Ali) –semoga Alloh memberinya taufiq-: “Akan tetapi tidak mungkin kami ridho untuk diri kami menjadi naskah salinan dari lembaran asli manusia manapun seberat apapun timbangannya, dan setinggi apapun namanya, sampai bahkan syaikh kami Al Albaniy semoga Alloh merohmatinya, kami tidak membebek padanya.”
Dan aku jawab: Siapakah orang yang membebanimu untuk itu?
Yang kedua: barangsiapa mencocoki seseorang karena dia melihat bahwasanya dia itu disertai oleh dalil, maka orang ini tidaklah dianggap mencocoki orang tadi semata-mata, bahkan dia itu teranggap mencocoki dalil. Dan ini adalah taqlid yang boleh. Dan Alloh ta’ala telah mengabarkan bahwasanya kaum mukminin itu jalan mereka adalah satu, dan bahwasanya sebagian dari mereka itu mengikuti sebagian yang lain dalam kebenaran, generasi yang belakang memintakan ampunan bagi generasi terdahulu. Firman Alloh ta’ala:
﴿وَمَنْ يُشَاقِقِ الرَّسُولَ مِنْ بَعْدِ مَا تَبَيَّنَ لَهُ الْهُدَى وَيَتَّبِعْ غَيْرَ سَبِيلِ الْمُؤْمِنِينَ نُوَلِّهِ مَا تَوَلَّى وَنُصْلِهِ جَهَنَّمَ وَسَاءَتْ مَصِيرًا﴾.
“Dan barangsiapa yang menentang Rosul sesudah jelas kebenaran baginya, dan mengikuti jalan yang bukan jalan orang-orang mukmin, Kami biarkan ia leluasa terhadap kesesatan yang telah dikuasainya itu dan Kami masukkan ia ke dalam Jahannam, dan Jahannam itu seburuk-buruk tempat kembali.”(QS. An Nisa: 115).
Alloh ta’ala berfirman:
]وَالَّذِينَ آَمَنُوا وَاتَّبَعَتْهُمْ ذُرِّيَّتُهُمْ بِإِيمَانٍ أَلْحَقْنَا بِهِمْ ذُرِّيَّتَهُمْ وَمَا أَلَتْنَاهُمْ مِنْ عَمَلِهِمْ مِنْ شَيْءٍ كُلُّ امْرِئٍ بِمَا كَسَبَ رَهِينٌ[ [الطور/21].
“Dan orang-orang yang beriman dan keturunan mereka mengikuti mereka dengan keimanan, Kami gabungkan kepada mereka keturunan mereka dan Kami tidak mengurangi mereka dari amalan mereka sedikitpun. Setiap orang tergadaikan dengan apa yang dikerjakan.”
Dan Alloh ta’ala berfirman:
﴿والذين جاءوا من بعدهم يقولون ربنا اغفر لنا ولإخواننا الذين سبقونا بالإيمان﴾ [ الحشر : 10 ]
“Dan orang-orang yang datang sesudah mereka (Muhajirin dan Anshor), mereka berdoa: “Ya Robb Kami, beri ampunlah Kami dan saudara-saudara Kami yang telah beriman lebih dulu dari Kami.”
Maka tiada seorangpun dari mukminin ataupun dari kalangan ulama yang berdiri sendiri terpisah. Akan tetapi sebagian dari mereka itu mengikuti sebagian yang lain di atas aqidah dan hukum-hukum syar’iyyah. Alloh ta’ala berfirman:
﴿ثمَّ أوحينا إليك أن اتبع ملة إبراهيم حنيفا وما كان من المشركين﴾ [ النحل : 123 ]
“Kemudian Kami wahyukan kepadamu: Ikutilah agama Ibrohim yang hanif, dan dia itu bukanlah termasuk dari kalangan musyrikin.”
Dan Alloh ta’ala berfirman:
﴿أولئك الذين هدى الله فبهداهم اقتده﴾ [ الأنعام : 90 ] .
“Mereka itulah orang-orang yang Alloh berikan petunjuk, maka dengan petunjuk mereka itulah hendaknya engkau mengikutinya.”
Secara keseluruhan, barangsiapa mengikuti seseorang dalam satu ucapan atau beberapa ucapan, maka tidaklah dia itu dikatakan menjadi salinan naskah asli dari si fulan.
Adapun Asy Syaikh Al Albaniy, maka beliau adalah syaikh kita semua. Kita semua pernah belajar dan masih terus belajar dari kitab beliau –semoga Alloh merohmati beliau- sekalipun kita terkadang menyelisihi beliau pada sebagian pendapat, dan kita membela beliau jika beliau dizholimi. Dan aku punya risalah “Roddul Miin Wal Kadzib Wat Tahwisy Alladzi Laffaqohu ‘Ala Fadhilatisy Syaikh Al Albaniy Musa Ad Duwaisy”, dicetak dalam kandungan jilid dua dari “Al Fatawal Jaliyyah ‘Anil Manahijid Da’awiyyah.” Dan aku juga telah membantah orang-orang yang menyatakan atau masih menyatakan bahwasanya Al Albaniy itu Murji (mengakhirkan amalan dari keimanan). Alangkah besarnya ucapan yang mereka ucapkan. Dan itu adalah kedustaan yang mereka bikin-bikin. Dan tidaklah aku melakukan itu untuk mendekatkan diri pada seorangpun, dan bukan pula untuk bergabung dengan seorangpun, akan tetapi ini adalah dalam rangka mengikuti kebenaran dan mendukung kebenaran. Dan sungguh aku benar-benar memuji Alloh dan bersyukur kepada-Nya atas taufiq-Nya dan pelurusan-Nya. Dan aku mohon kepada-Nya agar memberiku rizqi –aku dan saudara-saudaraku para salafiyyin yang berjalan di atas aqidah shohihah, aqidah Ahlissunnah Wal Jama’ah, dan berjalan di atas dalil di setiap masalah agama- kita mohon pada Alloh agar mengokohkan kita di atas kebenaran sampai kita berjumpa dengan-Nya. Dan kita mohon perlindungan pada-Nya dari fitnah yang nampak dan yang tersembunyi.
Kemudian Ali Hasan –semoga Alloh memberinya taufiq- berkata: “Dan khususnya di sana ada masyayikh besar di dua tanah suci yang mulia yang masih terus-menerus mendukung Abul Hasan, mendukung Al Maghrowiy dan mentazkiyyah mereka. Maka apakah sang penanya atau sang penjawab –semoga Alloh menjaga mereka semua- bisa membikin umum fatwa ini dengan menyatakan bahwasanya orang yang mengalami kritikan macam ini tidak boleh diambil ilmu darinya?! Sampai bahkan orang yang termasuk dari masyayikh besar?! Aku tidak ingin menyebut nama dalam kesempatan ini, tapi nama-nama masyayikh besar telah dikenal yang tak ada seorangpun yang bisa membikin ragu tentang mereka.” selesai.
Aku jawab:
Tidak semua orang yang ada di tanah suci itu ada di atas satu aqidah. Bahkan di antara mereka ada hizbiy yang menyamar, ada juga sunniy yang tidak ingin berhadapan dengan seorangpun. Ada juga dari mereka salafiy yang membawa dirinya untuk mengucapkan perkataan yang benar selama maslahatnya terjamin dalam perkataan tadi. Kemudian sebutkanlah pada kami para masyayikh tersebut hingga kami bisa menasihatinya. Dan aku yakin bahwasanya orang-orang yang mendukung mereka dan memberikan tazkiyyah pada mereka –jika mereka adalah salafiyyin- aku yakin bahwasanya mereka itu tidak membaca dan tidak mengetahui kesesatan kedua orang tadi. Dan engkau tidak boleh berdalilkan dengan mereka, sementara engkau telah mengetahui penyimpangan kedua orang ini. Bahkan engkau wajib menasihati mereka dan menjauh dari jalan mereka.
Yang kedua: orang yang memuji Al Maghrowiy setelah mengetahui pemikiran khowarijnya wajib untuk digabungkan dengannya. Dan aku tidak mengetahui seorangpun dari Ahlussunnah terkenal akan bersikap menahan diri dari menggabungkan orang tadi dengan Al Maghrowiy.
Yang ketiga: Bahwasanya Ahlussunnah hanyalah mencapai kemuliaan dan kemajuan yang didapatkan adalah dengan istiqomah di atas kebenaran, dan berjalan di atas dalil dengan pemahaman Salafush Sholih. Maka tidak tergambarkan bagiku bahwasanya ada seorangpun dari mereka akan berbasa-basi dengan satu orang dari manusia di dalam agama Alloh.
Kemudian sesungguhnya ucapan syaikh –semoga Alloh memberinya taufiq-: “Maka apakah sang penanya atau sang penjawab –semoga Alloh menjaga mereka semua- bisa membikin umum fatwa ini dengan menyatakan bahwasanya orang yang mengalami kritikan macam ini tidak boleh diambil ilmu darinya?! Sampai bahkan orang yang termasuk dari masyayikh besar?!”
Aku jawab: Iya, dan aku umumkan dengan terang-terangan bahwasanya barangsiapa berkata dengan perkataan khowarij, tidak boleh untuk diambil ilmu darinya siapapun dia. Dan bukankah apa yang kita alami dalam keadaan didapati di tengah-tengah kita ada orang-orang yang suka membuat ledakan bom, suka mengkafirkan, suka membuat kerusakan, kecuali disebabkan oleh belajarnya mereka kepada orang yang berkata dengan perkataan khowarij, dan belajar dari kitab-kitab orang yang berkata dengan perkataan khowarij? Dan bukankah pencermatan ini merupakan pencermatan yang sederhana? Bukankah Nabi صلى الله عليه وسلم bersabda:
«يخرج أقوامٌ في آخر الزمان حدثاء الأسنان سفهاء الأحلام يقولون من قول خير البرية يمرقون من الدين كما يمرق السهم من الرمية يقرأون القرآن يحسبون أنَّه لهم وهو عليهم»
“Akan keluar di akhir zaman nanti beberapa kaum yang masih muda belia, akalnya tolol, mereka berkata dengan perkataan makhluk yang terbaik, mereka keluar dari agama ini sebagaimana keluarnya anak panah dari buruannya. Mereka membaca Al Qur’an dalam keadaan mereka mengira bahwasanya Al Qur’an itu mendukung mereka padahal dia itu membantah mereka.”
Diriwayatkan oleh Al Bukhoriy.
Dan dalam suatu riwayat Bukhoriy juga:
«لئن أدركتهم لأقتلنَّهم قتل عاد» وفي رواية : «قتل ثمود»
“Pasti jika aku mendapati mereka, pastilah aku akan membunuh mereka seperti dibunuhnya kaum ‘Ad” dalam riwayat yang lain: “Seperti dibunuhnya kaum Tsamud”
Keduanya diriwayatkan oleh Al Bukhoriy dan Muslim.
Dan dalam riwayat lain:
«شر قتلى تحت أديم السماء» وفي رواية : «خير قتلى من قتلوه»
“Mereka adalah sejelek-jelek orang terbunuh di bawah kolong langit.” Dan dalam suatu riwayat: “Sebaik-baik orang yang terbunuh adalah orang yang mereka bunuh.”
Keduanya diriwayatkan oleh para penulis Sunan.
Dan dalam satu riwayat:
«أين ما لقيتموهم فاقتلوهم فإنَّ في قتلهم أجراً عند الله»
Maka di manapun kalian menjumpai mereka maka bunuhlah mereka, karena sesungguhnya di dalam pembunuhan terhadap mereka itu ada pahala di sisi Alloh.”
Keduanya diriwayatkan oleh Al Bukhoriy dan Muslim.
Dan dalam satu riwayat:
«كلاب النار»
“Mereka adalah anjing-anjing neraka.”
Sebagaimana diriwayatkan oleh Ibnu Majah di muqoddimah Sunan. Riwayat yang paling jauh dikatakan bahwasanya pencermatan ini merupakan pencermatan yang sederhana, dan bahwasanya tidak sepantasnya untuk dikatakan bahwasanya tidak boleh menuntut ilmu kepada pemiliknya, atau bahwasanya orang yang mengatakan perkataan ini dia akan berbasa-basi dengan sebagian orang.
Kemudian Asy Syaikh –semoga Alloh memberinya taufiq dan mengaruniainya kesesuaian dengan kebenaran- berkata: “Akan tetapi bisa jadi titik perselisihannya adalah bahwasanya kami tidak mengeluarkan Abul Hasan dan Al Maghrowiy dari salafiyyah, bersamaan dengan kritikan kami terhadap keduanya, dan kami telah memberikan pengarahan pada keduanya di beberapa perkara. Maka ini adalah kasus kedua.”
Aku menjawab: ini adalah pengakuan dari Asy Syaikh Ali Al Halabiy akan bermudah-mudahnya dia tentang kasus Al Ma’ribiy dan Al Maghrowiy bahwasanya tidak ada pada mereka pengingkaran yang besar. Itu dipahami dari ucapannya: “Dan kami telah memberikan pengarahan pada keduanya di beberapa perkara” bahwasanya pengarahan tadi tidak memuaskan jika memang terjadi. Dan aku tidak mendustakan syaikh, akan tetapi barangkali dulu pengarahannya itu dengan halus tanpa melukai perasaan dan tanpa membikin marah. Seharusnya kemarahan kita untuk Alloh itu kuat, dan pengingkaran kita terhadap perkara yang membikin Alloh marah itu keras.
Adapun ucapan dia: “Kami tidak mengeluarkan Abul Hasan dan Al Maghrowiy dari salafiyyah. Maka ini adalah kasus kedua.”
Yang benar adalah: “Kami belum mengeluarkan Abul Hasan dan Al Maghrowiy dari salafiyyah.” Dan aku katakan: Kenapa engkau belum mengeluarkan mereka dari salafiyyah bersamaan jelas dan besarnya kebid’ahan mereka?
Adapun tentang Al Maghrowiy, maka bacalah selebaran yang ditulis tentangnya dari kaset-kasetnya dilengkapi dengan nomor kaset. Dan tampak jelas dari apa yang dicatat darinya bahwasanya dia itu khowarij yang parah.
Adapun tentang Al Ma’ribiy, maka yang dikritik darinya adalah kebid’ahan yang lain. Dia adalah sahabat Al Maghrowiy dan teman dekatnya. Maka adakah kerumitan tentang keduanya setelah ini hingga Anda menahan diri dari pengeluaran mereka dari Salafiyyah?
Apa itu pemikiran khowarij? Bukankah dia itu berupa pengkafiran terhadap muslimin? Bukankah itu berupa penghalalan darah, harta dan kehormatan muslimin? Bukankah mereka menghalalkan darah Utsman “Pemilik Dua Cahaya” dan Khulafaur Rosyidin yang ketiga? Bukankah mereka menghalalkan darah Ali bin Abi Tholib Khulafaur Rosyidin yang keempat? Bukankah mereka menghalalkan darah Abdulloh bin Khobbab, membelah perut budak perempuannya yang tengah hamil? Bukankah Al Muhallab bin Abi Shofroh ditetapkan untuk memerangi khowarij pada masa Bani Umayyah? Bukankah berulang-kali terjadi pemberontakan khowarij pada masa Bani ‘Abbasiyyah? Bukankah mereka itu menghalalkan darah orang-orang mukminin yang terbaik di setiap zaman? Dan sekarang tidakkah anda lihat bahwasanya mereka bersikap melampaui batas, pengkafiran, peledakan? Bacalah sekarang kitab-kitab manhaj yang mencatat atsar-atsar salaf. Apakah Anda mendapati ada seorangpun dari salaf yang memasukkan khowarij ke dalam manhaj salafiy, dan menganggap mereka termasuk dari ahli sunnah? Ataukah mereka itu mencela mereka, menganggap jelek mereka, dan menjadikan mereka sebagai termasuk mubtadi’ah yang paling jelek?
Kemudian dia berkata –semoga Alloh memberinya taufiq dan ilham kebenaran-: “Kami, jika kami mengeluarkan Zaid atau Amr dari salafiyyah, tidak boleh hal itu dibangun di atas taqlid, dan tidak pantas untuk dibangun di atas sikap ikut-ikutan. Hal itu hanya pantas dibangun di atas ilmu, di atas agama, di atas hujjah. Jika telah nampak bagi kami dalil, dan jelas bagi kami hujjah, insya Alloh kami tak akan menentang perkara yang amat jelas, dan kami tak akan menyombongkan diri, dan kami tak akan menzholimi diri kami sendiri dengan menentang kebenaran dan menyelisihi ulama.”
Dan aku jawab: Alloh mengetahui bahwasanya kami tidak mengatakan apa yang kami katakan itu karena taqlid kepada seorangpun, dan bukan dalam rangka bergabung bersama seseorang. Yang kami katakan adalah karena dibangun di atas perkara yang shohih di sisi kami, dan telah tetap di sisi kami dengan dalil-dalil tentang hal itu. Dan kami dengan memuji Alloh bukanlah termasuk dari orang yang membebek dalam perkara-perkara seperti ini, atau termasuk dari orang yang bergabung dengan orang lain tanpa hujjah. Dan kami tidak menuduh seorangpun dengan itu. Jika engkau sampai sekarang tidak merasa jelas akan khowarijnya Al Maghrowiy, maka bacalah selebaran yang dikirimkan oleh para pemuda salafiy dari Maghrib. Dan kami tidak menuntut seorangpun tanpa kebenaran, akan tetapi kami menuntut para masyayikh yang terhitung ada di atas manhaj salafiy agar kalimat mereka berkumpul untuk menolong kebenaran dan melemparkan kebatilan, dalam rangka beribadah kepada Alloh semata tanpa yang lain. Dan bukanlah maksudnya bahwasanya kami ingin memperbanyak personil. Kami berlindung kepada Alloh dari yang demikian itu. Kami beriman bahwasanya kebenaran itu akan tertolong sekalipun tidak ada di atasnya kecuali satu orang saja, dan bahwasanya kebatilan itu tak akan tertolong sekalipun diliputi oleh manusia. Dan kita punya pelajaran dari kisah para Nabi Alloh. Alloh telah menolong Ibrohim عليه السلام dalam keadaan seluruh kekuatan bumi menentang beliau. Maka Alloh berfirman pada api:
﴿كوني برداً وسلاما على إبراهيم﴾ [ الأنبياء : 69 ]
“Jadilah engkau dingin dan keselamatan bagi Ibrohim”
Maka terjadilah yang seperti itu. Dan kami tidak ragu akan kemampuan Alloh untuk menolong agama-Nya dan pemeluk agama-Nya. Akan tetapi kami berkeyakinan bahwasanya Alloh itu punya hikmah-hikmah yang tidak kita ketahui. Dan Alloh ta’ala berfirman:
﴿ولو يشاء الله لانتصر منهم ولكن ليبلو بعضكم ببعض﴾ [ محمد : 4 ]
“Dan seandainya Alloh menghendaki pastilah Alloh sudah membalas mereka, akan tetapi Alloh ingin menguji sebagian dari kalian dengan sebagian yang lain.”
Maka yang wajib atas ahlul haq adalah menolong kebenaran, dan mereka harus berada dalam satu barisan dengan orang yang menegakkan kebenaran dalam rangka beribadah kepada Alloh ta’ala. Dan tidak boleh untuk kita berkata pada orang yang menolong kebenaran bahwasanya dia itu sekedar ikut-ikutan kepada orang yang menegakkan kebenaran. Bahkan kita berkeyakinan bahwasanya orang tadi telah melaksanakan kewajibannya, dalam rangka melaksanakan firman Alloh ta’ala:
﴿يا أيها الذين آمنوا كونوا أنصار الله كما قال عيسى بن مريم للحواريين من أنصاري إلى الله قال الحواريون نحن أنصـار الله﴾ [ الصف : 14 ] .
“Hai orang-orang yang beriman, jadilah kalian penolong (agama) Alloh sebagaimana Isa Ibnu Maryam telah berkata kepada pengikut-pengikutnya yang setia: “Siapakah yang akan menjadi penolong-penolongku (untuk menegakkan agama dan mengajak kepada) Alloh?” Pengikut-pengikut yang setia itu berkata: “Kamilah penolong-penolong agama Alloh”.”
Kemudian dia berkata: “Dan jika urusan-urusan menyempit, dan kita berselisih pendapat tentang fulan, maka tidak boleh sama sekali untuk kita menjadikan perselisihan kita tentang orang lain sebagai sebab timbulnya perselisihan di antara kita. Dan jika tidak demikian maka itu menjadi jalan yang besar bagi para penyelisih untuk mengambil faidah darinya lebih banyak daripada orang-orang yang mengambil faidah.”
Aku jawab: di atas apa kita bersatu? Bukankah di atas kebenaran? Tentu. Maka jika ada orang menyelisihi kebenaran, wajib bagi kita pertama kali untuk menasihatinya, dan memberikan penjelasan kepadanya. Jika dia mau rujuk (maka itu yang kita inginkan). Tapi jika dia tidak mau, maka wajib bagi kita untuk menilainya sebagai orang yang menyendiri dan kita menolak orang itu. Jika ada orang mendukungnya dan menolongnya di atas kebatilannya, kita akan mengingkari orang yang mendukungnya itu, dan kita memboikotnya. Dan secara khususnya jika kebid’ahannya itu atau penyelisihannya itu jelas, dan berbahaya seperti bid’ah khowarij. Dan tidak boleh kita meninggalkan pengingkaran terhadap seorang mumayyi’ (yang melembekkan kasus kebatilan) dalam rangka semangat menyatukan pendapat. Dan tiada keraguan bahwasanya bid’ah khowarij itu adalah bid’ah yang membahayakan agama.
Maka jika kami berfatwa tentang bolehnya mengambil ilmu dari orang yang berpendapat dengan pendapat khowarij, maka sungguh kami telah membantu untuk meruntuhkan agama ini dan kami membikin para perusak menjadi berani. Dan tidaklah didapatkan di kalangan kita pemikiran pengkafiran, peledakan, perusakan, kecuali manakala sekelompok pemuda belajar kepada mereka dan kepada para pendukung mereka. dan tidak boleh kita berkata: “Mereka itu hapal Al Qur’an, mereka itu punya ilmu.” Kebodohan itu lebih baik daripada belajar kepada mereka tadi. Dan di dalam kisah Abdurrohman bin Muljam ada petuah dan pelajaran, yang mana Umar ibnul Khoththob mengutusnya pada zamannya ke Mesir untuk mengajari orang-orang Al Qur’an. Kemudian setelah itu dia membunuh Ali bin Abi Tholib رضي الله عنه.
Dan sungguh Umar ibnul Khoththob رضي الله عنه telah memukul Shobigh ketika beliau dikabari bahwasanya dia bertanya tentang ayat mutasyabih (samar-samar). Beliau memukulnya seratus kali, lalu setelah dia sembuh dari pukulan kali pertama beliau memukulnya lagi seratus kali. Lalu dia dibawa lagi untuk dipukul pada kali yang ketiga, maka Shobigh berkata: “Wahai Amirul Mukminin, jika Anda ingin membunuhku, maka bunuhlah saya.” Lalu beliau mengirimnya ke Kufah dan melarang orang-orang duduk dengannya. Setiap kali dia datang ke suatu kaum yang sedang duduk-duduk, merekapun buyar. Setelah selang waktu yang lama dia datang ke gubernur Kufah dan bersumpah bahwasanya telah hilang dari kepalanya perkara yang dulu didapatinya. Maka gubernur berkata: “Aku tidak menduganya kecuali telah berkata jujur.” Maka dibiarkanlah dia berkumpul lagi dengan orang-orang.
Dan di manakah engkau dari ucapan sebagian Salaf: “Barangsiapa memuliakan pelaku bid’ah maka sungguh dia telah membantu untuk meruntuhkan Islam.” Diriwayatkan oleh Al Baihaqiy dalam “Syu’abul Iman”.
Kemudian akan kuarahkan kepadamu soal-soal ini, dan aku ingin engkau menjawabnya.
Aku katakan: Ketika Sang Amirul Mukminin Kholifah yang mendapat ilham, Umar ibnul Khoththob memukul Shobigh seratus kali, lalu membiarkannya hingga sembuh, lalu memukulnya lagi seratus kali, lalu membiarkannya hingga sembuh, lalu hendak memukulnya lagi seratus kali pada kali yang ketiga, kenapa beliau berkata: “Seandainya aku dapati kepalamu gundul, niscaya aku penggal kepalamu dengan pedang.” Bukankah yang demikian itu dikarenakan beliau mencurigainya punya pendapat khowarij, karena Nabi bersabda:
«سيماهم التسبيد» أو قال : «التحليق»
“Ciri-ciri mereka adalah cukur habis rambut mereka” atau berkata: “gundul.”
Kedua kalimat ini diriwayatkan oleh Al Bukhoriy. Maknanya sama.
Yang kedua: ketika beliau mengirimnya ke Kufah dan melarang orang untuk duduk-duduk dengannya, bukankah hal itu dikarenakan Umar رضي الله عنه khawatir orang-orang Muslim tertular dengan pemikirannya? Tentu saja. Maka apakah pantas setelah itu -dalam keadaan kita menisbatkan diri kepada ahli hadits dan pengikut atsar- untuk kita marah kepada orang yang berkata: “Janganlah mengambil ilmu dari orang yang punya pemikiran khowarij, ataupun orang yang membela orang yang punya pemikiran khowarij, dan memberikan udzur untuknya, dan membenarkan langkahnya atau menaunginya di rumahnya dan menampilkan persahabatan dengannya, menjaganya sehingga tidak mengeluarkannya dari manhaj salaf setelah tapi tentang pemikiran khowarijnya.”!? Bahkan dia melihat bahwasanya orang ini sekalipun punya dosa, maka dosanya itu kecil dan tidak pantas untuk dengan itu dia dikeluarkan dari manhaj salafiy. Bukankah Nabi صلى الله عليه وسلم bersabda:
«لعن الله من آوى محدثاً»
“Semoga Alloh melaknat orang yang menaungi pembikin perkara baru.”
Diriwayatkan oleh Muslim.
Dan perkara baru apakah yang lebih besar daripada perkara baru khowarij, yang mengeluarkan muslimin, yang ahli tauhid, yang sholat, yang berpuasa, yang bershodaqoh, yang membaca Kitabulloh, yang beriman dengan janji Alloh dan ancaman-Nya, khowarij mengeluarkan orang-orang yang punya sifat tadi dari Islam, menghukumi mereka sebagai orang-orang kafir, dan membolehkan untuk membunuh mereka, membolehkan untuk menumpahkan darah mereka dan mencabut nyawa mereka, memusnahkan harta mereka, dan menghukumi bahwasanya mereka kekal di neraka orang kafir pada hari Kiamat dan meyakini bahwa mereka harom untuk mendapatkan syafaat yang Alloh karuniakan kepada ahli tauhid untuk mengeluarkan mereka dari neraka dan memasukkan mereka ke dalam Jannah?
Dosa besar apa yang lebih besar daripada dosa ini? Dan kriminalitas apa yang lebih besar daripada ini? Apakah benar untuk dikatakan bahwasanya dia tidak dikeluarkan dari salafiyyah padahal telah datang dalam hadits-hadits yang diriwayatkan dalam “Shohihain” atau salah satunya atau di kitab yang lain dengan sanad shohih?
Dan sungguh demi Alloh aku meninggikan engkau wahai Syaikh Ali, dalam keadaan engkau terhitung termasuk dari ahli hadits, untuk engkau tawaqquf dari mengeluarkan orang yang beragama dengan pemikiran khowarij dari salafiyyah.
Asy Syaikh Ali Halabiy –semoga Alloh memberinya taufiq dan ilham kepada yang benar-: “Dan masalah ini seharusnya sekarang dilipat.” Kemudian dia berkata: “Setelah tahun-tahun ini tidaklah aku berkata: “Dilipat” seperti tahqiq (penelitian) masalah-masalah ilmiyyah manhajiyyah yang bersifat aqidah. Sungguh aku telah menelitinya, dan segala puji bagi Alloh, dan jelaslah kebenaran dalam masalah tersebut.”
Aku jawab: “Apa kebenaran yang telah nampak? Apakah berupa vonis terhadap mereka berdasarkan pemikiran mereka menyimpang yang telah pasti bahwa itu ada pada mereka. Maka si peneliti memboikot mereka dan yang menyetujui pemikiran mereka serta yang menolong dan mendukung mereka? dan menghukum mereka dengan mengeluarkan mereka dari manhaj Salaf.
Ataukah kebenaran yang nampak adalah bersihnya mereka sehingga mereka dihukumi bahwasanya mereka masih terus di atas manhaj salafiy?
Jika yang terjadi adalah kemungkinan pertama, kenapa engkau menghukumi mereka tetap ada di atas manhaj salafiy?
Jika yang terjadi adalah kemungkinan kedua, maka darimana engkau menetapkan bersihnya mereka? perkara-perkara yang dikritik dari mereka ada di tangan manusia, dan belum terlihat rujuknya mereka dari kesalahan, ataupun pengakuan mereka tentang kesalahan itu, dan permintaan tobat dari Alloh.
Dan dari sisi lain, bagaimana perkara yang cacat dalam agama itu dilipat saja dan didiamkan saja bersamaan dengan besarnya dan busuknya perkara itu?
Maka sebagaimana agama itu mulia bagi kami, maka perkara yang membikinnya cacat itu adalah mengerikan bagi kami dan busuk bagi jiwa kami. Tidakkah engkau melihat bahwasanya salaf itu terus-menerus mengabarkan perkara agama yang terjadi. Mereka terus-menerus mengabarkan segala kejadian yang terkait dengan agama. Perkara yang mereka kabarkan karena kemuliaannya, mereka kabarkan agar diikuti. Perkara yang mereka kabarkan karena membikin cacat terhadap agama dan berpengaruh terhadap pengurangan agama, mereka kabarkan agar diketahui dan dihindari. Maka bacalah semaumu kitab-kitab berikut ini:
1- “Al I’tishom” karya Asy Syathibiy
2- “Al Ibanatul Kubro” karya Ibnu Baththoh
3- “Syarh Ushul I’tiqod Ahlissunnah” karya Al Lalikaiy
4- “Asy Syari’ah” karya Al Ajurriy
Dan kitab-kitab yang lain.
Yang penting adalah bahwasanya apa saja yang terkait dengan agama, dia itu tercatat dan diperhatikan agar dengan itu agama Islam ini dikenal, dan diketahuilah sikap-sikap manusia tentangnya, agar dengan itu diketahui siapakah yang mau menolong agama ini sehingga dia didoakan agar tetap kokoh jika masih hidup, dan didoakan dengan rohmat jika telah meninggal, serta dicintai, sama saja dia masih hidup ataukah sudah meninggal. Dan agar orang yang menyelisihi agama ini dibenci, sama saja dia masih hidup ataukah sudah mati.
Yang penting: kalimat “Dilipat” itu tidak pantas untuk dikatakan dalam posisi ini. Kita mohon pada Alloh agar memaafkan kami dan kalian, dan mengampuni kami dan kalian. Dan hanyalah yang dilipat itu penyelisihan syariat dari seseorang yang kemudian dia bertobat dan kembali darinya. Dia itu dilipat dengan makna dijulurkannya tabir sehingga tidak lagi disebut.
Kemudian dia –semoga Alloh memberinya taufiq- berkata: “Akan tetapi tidak boleh perkara ini terus berlangsung untuk orang-orang itu diuji dan perpecahan dihembuskan di antara mereka berdasarkan perkara ini dan itu. Maka ujian seperti ini tidak boleh dilakukan terhadap orang yang Ahlussunnah dan ulama mereka itu telah bersepakat tentang mereka, dalam masalah kritikan atau pujian dan sanjungan. Dan aku tidak mengira bahwasanya untuk kedua orang ini (Abul Hasan dan Al Maghrowiy) dan orang yang bersikap dengan sikap mereka ini perkaranya adalah demikian. Dan aku ulang lagi bahwasanya perkataan dariku ini tidaklah bermakna meremehkan penelitian kebenaran dalam masalah-masalah yang ada, yang mereka dikritik di dalamnya. Bahkan kami itu menjelaskannya, mengingkarinya dan membantahnya serta membatalkannya. Akan tetapi haruslah itu semua masuk dalam bab keinginan kuat dan belas kasihan untuk mereka, hingga mereka kembali kepada kebenaran dalam perkara yang mereka menyelisihi kita di dalamnya, dan menyelisihi para masyayikh kita.”
Aku jawab: Wahai syaikh, semoga Alloh mengampunimu, bukankah engkau mengetahui bahwasanya Nabi صلى الله عليه وسلم menguji budak wanita dan bertanya kepadanya: “Di manakah Alloh?” dia menjawab: “Di langit.” Beliau bertanya: “Siapakah aku?” dia menjawab: “Anda Rosululloh.” Beliau bersabda: “Merdekakanlah dia karena dia itu wanita mukminah.” Diriwayatkan oleh Ad Darimiy dan Ahmad([5]).
Bukankah ini adalah ujian wahai syaikh?
Bukankah dinukilkan dari Ahmad bin Hanbal bahwasanya beliau berkata: “Jika engkau melihat orang yang menyindir Hammad bin Salamah, maka tuduhlah keislamannya, karena sesungguhnya dulu beliau keras terhadap ahli bid’ah.” Dan Abu Zur’ah رحمه الله berkata: “Jika engkau melihat orang Kufah mencerca Sufyan Ats Tsauriy dan Zaidah, maka jangan engkau ragu bahwasanya dia itu Rofidhiy. Dan jika engkau melihat orang Syam mencerca Makhul dan Al Auza’iy, maka jangan engkau ragu bahwasanya dia itu Murji’. Dan ketahuilah bahwasanya kelompok-kelompok itu semua bersatu untuk membenci Ahmad bin Hanbal, karena tiada seorangpun kecuali di dalam hatinya itu ada panah yang datang dari Ahmad yang tak akan ada kesembuhan untuknya darinya.” Sebagaimana di “Thobaqotul Hanabilah” (1/hal. 199-200).
Nu’aim bin Hammad berkata: “Jika engkau melihat orang Irak mengkritik Ahmad bin Hanbal, maka tuduhlah agamanya. Dan jika engkau melihat orang Khurosan mengkritik Ishaq bin Rohawaih, maka tuduhlah agamanya.” Sebagaimana dalam “Tarikh Baghdad” (6/hal. 348). Dan “Tarikh Dimasyq.”
Bukankah ini merupakan dalil bahwasanya barangsiapa merasa ragu tentang orang itu, hendaknya dia ditanya tentangnya, dan ucapannya diambil sebagai dalil tentang keadaannya.
Adapun perkataanmu: “Maka ujian seperti ini tidak boleh dilakukan terhadap orang yang Ahlussunnah dan ulama mereka itu telah bersepakat tentang mereka, dalam masalah kritikan atau pujian dan sanjungan. Dan aku tidak mengira bahwasanya untuk kedua orang ini (Abul Hasan dan Al Maghrowiy) dan orang yang bersikap dengan sikap mereka ini perkaranya adalah demikian.”
Aku katakan: sesungguhnya Abul Hasan dan Al Maghrowiy itu bukanlah termasuk dari Ahlussunnah yang kokoh di atas sunnah yang ucapan para ulama sunnah bersepakat untuk tidak mencela mereka karena mereka mengikuti sunnah-sunnah dan berjalan di atasnya serta memeliharanya. Tulisan mereka, sikap dan perbuatan mereka menjadi saksi bahwasanya mereka itu jauh dari sunnah, tidak kokoh di atasnya. Dan aku tidak tahu bagaimana gambaran ini menurutmu dan di benakmu.
Bukankah engkau tahu apa yang terjadi pada Abul Hasan? Dia menolak kabar ahad. Dan apa yang berlangsung yang berupa bantahan-bantahan yang ditulis oleh Syaikh yang mulia, orang alim yang agung Robi’ bin Hadi Al Madkholiy yang beliau namakan: “Majmu’ur Rudud ‘Ala Abil Hasan.”?
Apakah engkau tidak melihat dasar-dasar yang dibikinnya untuk membela ahli bida’? apakah engkau tidak melihat bahwasanya dia menulis kitab dalam dua jilid untuk membela ahli bida’ dan para pemimpin mereka yang dinamakannya dengan “Ad Difa’ ‘An Ahlil Ittiba’”?
Apakah engkau tidak tahu bahwasanya dia mengumumkan berlepas diri dari Ahlussunnah di Yaman, dan menuduh mereka dengan tuduhan-tuduhan yang berat?
Apakah engkau tidak tahu bahwasanya dia terang-terangan membatalkan manhaj Asy Syaikh Robi’ Al Madkholiy yang mana itu adalah manhaj Salafush Sholih dan manhaj beliau diakui oleh para ulama besar zaman ini, di antara mereka adalah Asy Syaikh Al Albaniy رحمه الله yang mana salah seorang pengikut Abul Hasan bertanya kepada Abul Hasan yang teksnya sebagai berikut: “Kenapa Anda tidak berbicara sebelum terjadi fitnah ini, dan Anda menjelaskan prinsip-prinsip rusak([6]) yang dimiliki Asy Syaikh Robi’ dan orang-orang itu?”
Maka Abul Hasan menjawab soal yang jahat ini dengan perkataannya setelah dia memuji orang-orang yang dia namakan mereka sebagai saudaranya sebagai makar: “Adapun Asy Syaikh Robi’, maka prinsip-prinsipnya ini telah terbatalkan dalam “As Siroj” sejak tahun 1418 H.”
Sungguh Abul Hasan telah menyibukkan manusia dengan prinsip-prinsipnya yang rusak:
1- “Kabar ahad, karena kabar ini tidak memberi faidah kecuali dugaan.” Dan Abul Hasan bersikap “muka dua” dalam masalah ini.
2- “Membawa ucapan yang global kepada ucapan yang rinci.” Dan Abul Hasan bersikap “muka dua” dalam masalah ini.
3- “Kita memperbaiki dan kita tidak meruntuhkan.” Dan Abul Hasan bermain-main dalam kasus tersebut.
4- “Kami ingin manhaj yang luas sekali yang mencakup Ahlussunnah dan seluruh umat.” Dan Abul Hasan bersikap “muka dua” dalam masalah ini.
5- “Kami tidak membebek.” Dan Abul Hasan bersikap “muka dua” dalam masalah ini.
6- “Kami adalah ahli dalil.” Dan Abul Hasan bersikap “muka dua” dalam masalah ini.
7- “Tiada seorangpun dalam dakwah ini yang menjadi ahli wasiat, dan tidak ada dakwah ini “Papa” (pemimpin agama Kristen), ataupun juga “Malali”.
Maksud dia dari prinsip-prinsip tadi adalah: pemberontakan terhadap manhaj salafiy, menjatuhkan ulamanya. Dan Alloh telah menjatuhkan dia dan menggagalkan angan-angannya. Maka bagaimana kritikan ulama terhadapnya yang dibangun di atas hujjah-hujjah dan bukti-bukti itu ditinggalkan dengan alasan bahwasanya para ulama tadi membebek pada Asy Syaikh Robi’, padahal mereka itu jauh dari sikap membebek?
1- Seperti cercaannya para para Shohabat semisal ghutsaiyyah (buih banjir)
2- Dan dia mensifati sebagian Nabi dengan sifat tergesa-gesa yang tercela
3- Dan dia mencerca shohabat dan pendidikan mereka bahwasanya pada diri mereka ada cacat dalam pendidikan.
4- Dan penjelasan prinsip-prinsip dia yang rusak, dan syubuhat-syubuhat dia yang batil, bahwasanya dia itu membebani ucapan dengan apa yang tidak pantas untuk dibebankan padanya, dan suka memakai ucapan yang bersifat menakut-nakuti, dan cercaan tanpa sebab.
Lihatlah padanya, sungguh dia telah menghasung para pemuda yang tolol untuk mencerca ulama, dan meninggalkan hukum-hukum mereka dan hukum terhadap prinsip-prinsip dia yang batil tadi dengan zholim, dengan alasan bahwasanya para ulama menjatuhkan hukuman adalah karena ada hasrat-hasrat yang samar dan yang jelas, setelah dia sendiri menanam pohon perpecahan yang pahit, … dst.
Dan lihatlah bagaimana dia menisbatkan kejelekan-kejelekan ini kepada orang lain dengan sangat lancangnya.
Dan lihatlah bagaimana dia menuduh orang-orang dengan seluruh penyakitnya, lalu dia menghindarkan diri darinya.
Apakah matamu pernah melihat atau telingamu pernah mendengar orang seperti ini dan permainannya serta keahliannya dalam memutar balik fakta? Bukankah apa (yakni: syubuhat) yang engkau sebutkan di sini adalah sebagian dari keburukan Abul Hasan?
Apakah kalian tahu –wahai para pembaca- bahwasanya Abul Hasan berulang kali menyerukan perpecahan dan memujinya? Berapa kali para penasihat di Yaman dan Hijaz berupaya untuk merajut kembali robekan dan mengakhiri sebab-sebab perpecahan, akan tetapi dikarenakan keinginan-keinginan buruk Abul Hasan dan sebab-sebab yang tersembunyi dan yang jelas, dia enggan kecuali untuk terus berjalan di jalan perpecahan, pemisahan diri, peperangan dan fitnah.
Apakah engkau tahu –wahai pembaca- bahwasanya kaset-kaset peperangan dan fitnahnya itu mencapai lebih dari delapan puluh kaset. Dan ini selain cercaan para pengikutnya, dan selain tulisan-tulisannya dan tulisan-tulisan mereka di jaringan-jaringan internet dengan perkara yang kejelekan dan kebusukannya itu membikin hidung terkena influenza.
Lihatlah “At Tankil Bima Jaa Fi Lijaji Abil Hasan Minal Abathil” (hal. 5, 7, 17 cet. Majalisul Huda).
Tidakkah engkau membaca apa yang dinukilkan dari Al Maghrowiy yang mengkafirkan muslimin dalam kaset-kasetnya yang dinukilkan darinya? Dan yang demikian itu tertulis di kertas-kertas yang dikirimkan dari Ahlussunnah Salafiyyin di Maghrib.
Adapun ucapanmu: “Akan tetapi haruslah itu semua masuk dalam bab keinginan kuat dan belas kasihan untuk mereka, hingga mereka kembali kepada kebenaran dalam perkara yang mereka menyelisihi kita di dalamnya, dan menyelesihi para masyayikh kita.”
Maka aku katakan: kami tidak mengucapkan yang demikian itu ataupun mencurahkan kerja keras untuk itu melainkan dalam bab menginginkan kebaikan dan belas kasihan untuk mereka dan untuk orang yang selain mereka yang tertipu oleh ucapan-ucapan mereka. dan jika mereka sendiri terus-menerus di atas kebatilan, dan para Ahlussunnah telah meneriaki mereka dengan menasihati mereka secara rahasia atau terang-terangan hingga dari kalangan orang yang terhitung sebagai murid mereka.
Jika mereka telah terus-menerus di atas kemaksiatan ini dan enggan untuk menerima nasihat, maka sesungguhnya yang wajib bagi Ahlussunnah adalah untuk menjelaskan kesalahan besar mereka dan menampilkan urusan mereka hingga orang yang tertipu tidak lagi terkelabuhi oleh mereka.
Dan tidak boleh bagi seorangpun Ahlussunnah untuk diam terhadap kebatilan mereka dalam rangka bersikap condong atau basa-basi kepada mereka atau kepada selain mereka.
Dan terakhir: aku wasiatkan kepada engkau dan pada diriku sendiri untuk bertaqwa kepada Alloh, dan mengikuti sunnah. Dan aku mohon pada Alloh عز وجل agar mengokohkan kita di atas yang demikian itu sampai kita berjumpa dengan-Nya, dan menjadikan kita termasuk orang-orang yang tidak takut celaan orang yang mencela dalam kebenaran.
وصلى الله على نبينا محمد الشافع المشفَّع ، وعلى آله وصحبه ، ومن اتبع سنته ، واهتدى بهديه إلى يوم الدين .
Ditulis oleh
Ahmad bin Yahya An Najmiy
20/9/1427 H
([1]) HR. Al Bukhoriy (6011) dan Muslim (2586)
([2]) Sebagaimana tertera pada hal. 3 dari selebaran yang menukilkan dari kaset-kasetnya itu dengan judul “Ucapan-ucapan Doktor Abu Sahl Muhammad bin Abdurrohman Al Maghrowiy”, bahwasanya dia berkata: “Akan tetapi apa yang terjadi sekarang? Sekarang tidak didapatkan kesetimbangan, karena tidak lagi didapatkan Jama’ah Islam, karena Islam sekarang adalah bersifat individu. Tidak lagi didapatkan Jama’ah Islam. Jama’ah Islam telah hilang sejak lama. Sekarang tiada kesetimbangan. Kesetimbangan itu datang setelah adanya Jama’ah Islam. Jama’ah Islam itu tidak ada. Sekarang tidak ada pada kita Jama’ah Islam. Yang ada sekarang adalah kepuasan-kepuasan individu. Engkau akan berjumpa dengan satu orang dalam sebuah keluarga, dalam keadaan lima belas orang menyeleweng.”
Dan sebagaimana ucapannya pada hal. 6: “Dan manusia itu yang pertama kali dilakukannya adalah kawin. Dia memulai dengan anak sapi. Datanglah sekumpulan anak sapi dengan sapi-sapi mereka. dan segera bermalam sambil menyembah sapi, karena apa yang mereka sebutkan tentang peribadatan pada anak sapi, ketika mereka membikinnya, mereka mulai menari-nari di sekeliling (patung) anak sapi itu. Dan mereka yang ini juga menari-nari, yaitu bermalam dengan patung anak sapi mereka, yaitu dengan nyanyian-nyanyian ini. Dan klub-klub yang membuatnya dengan nama para penyanyi, dengan nama kakek-kakek, dan nenek-nenek, nama klub-klub musik nasional. Dan ini adalah satu jenis, yaitu patung-patung anak sapi, dikarenakan banyaknya orang yang menyembahnya, bukan menyembah Alloh.”
Dan sebagaimana pada hal. 7: “Seluruh anggaran dasar yang menyelisihi Islam, semuanya adalah patung anak sapi. Dan setiap kelompok itulah patung anak sapi. Dan perkara-perkara yang berlangsung di dalamnya, bukankah kita menamakannya dengan patung anak sapi? Maka alangkah banyaknya patung anak sapi itu. Akan tetapi manusia tidak memahaminya selain patung anak sapi Bani Isroil. Sebenarnya bukan demikian. Di sana ada patung anak sapi yang bersifat mendunia yang banyak, yang menyibukkan manusia dari beribadah kepada Alloh.”
Dan dia punya ucapan-ucapan terang yang banyak. Dan dia punya prinsip-prinsip rusak dari prinsip-prinsip Khowarij dan Mu’tazilah. Dan ketika dia dinasihati agar kembali dari perkara-perkara yang menjijikkan ini, dia enggan dan menentang, dan mencerca orang-orang yang menasihatinya dari kalangan ulama. Dia membodoh-bodohkan mereka, mengejek mereka.
Dan termasuk dari bencana orang ini adalah: di sela-sela pembelaannya terhadap dirinya sendiri secara batil, dia menyebutkan bahwasanya para Nabi seperti Adam, Nuh, Ibrohim dan Musa itu terkadang keliru, dan bahwasanya para ulama itu punya kekeliruan yang dihitung dengan kitab berjilid-jilid. Dan bersamaan dengan pemikiran takfir yang buruk itu, dia tidak mau rujuk.
Orang telah menasihatinya dan memberitahukan kesalahannya, barangkali dia mau bertobat dan kembali. Jika dia melakukan itu, maka dia ada berada di posisinya yang pertama di sisi Ahlussunnah.
Dan ucapannya –semoga Alloh menjaganya-: “Dan bantahan-bantahan kami terhadap hizbiyyin dan takfiriyyin dan orang yang berbuat seperti perbuatan mereka itu terlalu banyak untuk disebutkan di kesempatan ini, sambil aku mohon ampun pada Robbku عز وجل.”
Dan aku berkata: Inilah dia yang wajib atas kita semua. Dan Alloh ta’ala berfirman:
﴿ومايفعلوامنخيرٍفلنيكفروه﴾ [ آل عمران : 115 ]
“Dan kebaikan apapun yang mereka kerjakan, maka kebaikan itu tidak akan diingkari dari mereka.”
Maka apapun yang dilakukan oleh seseorang karena Alloh, dia itu tidak akan hilang di sisi Alloh, bahkan dia itu terjaga di sisi-Nya, tersimpan di samping-Nya. Alloh ta’ala berfirman:
إنَّاللهلايضيععملعاملمنكممنذكرٍأوأنثىبعضكممنبعض [ آلعمران : 195 ] .
“Sesungguhnya Alloh tidak menyia-nyiakan amalan orang yang beramal dari kalian, dari laki-laki ataupun perempuan. Sebagian dari kalian adalah bagian dari yang lainnya.”
([3]) Catatan Abu Fairuz –semoga Alloh memaafkannya-: ini sebelum Asy Syaikh Salim Al Hilaliy rujuk. Setelah itu beliau menampilkan sikap berlepas diri terhadap Ali Hasan dan lain-lain. Beliau juga menulis surat kepada Asy Syaikh Yahya Al Hajuriy حفظه الله yang menjelaskan ketegasan sikap beliau kepada para hizbiyyun tersebut.
([4]) Catatan dari Abu Fairuz عفا الله عنه : Atsar ini disebutkan oleh Al Imam Ahmad sebagaimana dalam “Masailul Imam Ahmad” (hal. 271/karya Al Imam Abu Dawud). Rujuk “Al Ajwibatul Mufidah”/Asy Syaikh Sholih Fauzan/catatan kaki: Jamal bin Furoihan Al Haritsiy.
Al Hafizh Ibnu Hajar رحمه الله berkata: “Qo’d itu khowarij. Mereka tidak berpandangan untuk berperang, tapi mereka mengingkari penguasa yang zholim sesanggup mereka, dan menyerukan kepada pendapat mereka, dan bersamaan dengan itu mereka menghiasi sikap memberontak dan memperindahnya.” (“Tahdzibut Tahdzib”/8/hal. 114).
([5]) Catatan Abu Fairuz عفا الله عنه: Diriwayatkan Muslim juga (537) dari Mu’awiyah ibnul Hakam As Sulamiy رضي الله عنه.
([6]) Demikianlah prinsip-prinsip Salafiyyah yang bersumber dari Al Kitab dan As Sunnah menjadi prinsip-prinsip yang rusak dalam pandangan Abul Hasan dan hizbnya yang rusak, dikarenakan prinsip tadi mengkritik Sayyid Quthb dan kesesatannya, Ikhwanul Muslimin dan kesesatan mereka dan Jama’ah Tabligh dan kesesatan mereka, dan membela manhaj Salafiy dan bentengnya.