Header Ads

Hukum mengucapkan selamat pada perayaan orang-orang kafir

Pertanyaan: apa hukum mengucapkan selamat pada perayaan orang-orang kafir?



Jawaban dengan memohon pertolongan kepada Allah ta’ala:

Hal itu adalah terlarang dikarenakan perayaan orang-orang kafir adalah perayaan yang dibangun di atas kedustaan atas nama Penguasa alam semesta, dan membuat-buat amalan keagamaan yang tidak disyariatkan oleh Allah ta’ala.

قال الإمام ابن القيم –رحمه الله-: وأما التهنئة بشعائر الكفر المختصة به فحرام بالاتفاق، مثل أن يهنئهم بأعيادهم وصومهم، فيقول: عيد مبارك عليك، أو تهنأ بهذا العيد ونحوه، فهذا إن سلم قائله من الكفر فهو من المحرمات، وهو بمنزلة أن يهنئه بسجوده للصليب، بل ذلك أعظم إثماً عند الله، وأشد مقتاً من التهنئة بشرب الخمر وقتل النفس وارتكاب الفرج الحرام ونحوه. وكثير ممَن لا قدر للدين عنده يقع في ذلك، ولا يدري قبح ما فعل، فمن هنّأ عبداً بمعصية أو بدعة أو كفر فقد تعرض لمقت اللّه وسخطه. ("أحكام أهل الذمة" /لابن القيم/ص: 69).


Al Imam Ibnul Qayyim رحمه الله berkata: “Adapun ucapan selamat kepada syiar-syiar (lambang-lambang) kekufuran yang khusus untuk agama tadi adalah haram, dengan kesepakatan para ulama, contohnya: mengucapkan selamat pada mereka atas datang-nya hari raya mereka dan puasa mereka, dengan berkata: “Hari Raya yang diberkahi untukmu” atau: “Semoga engkau gembira dengan Hari Raya ini”, dan semisalnya. Ini kalaupun orang yang mengucapkan semacam tadi itu selamat dari kekufuran, maka hal itu tetap saja termasuk dari perkara-perkara yang diharamkan. Dan hal itu bagaikan memberinya ucapan selamat atas sujudnya dia kepada salib. Bahkan hal itu lebih besar dosanya bagi Allah, dan lebih Allah benci daripada mengucapkan selamat karena orang tadi meminum khamr, membunuh orang lain dan berzina serta yang semisal itu.

Banyak sekali dari orang yang tidak menghormati agama ini terjatuh ke dalam perbuatan tadi, dan dia tidak tahu buruknya perbuatan itu.

Maka barangsiapa mengucapkan selamat kepada seorang hamba dengan sebab kemaksiatan, atau kebid’ahan, atau kekufuran, sungguh dia telah terjerumus ke dalam kebencian dan kemurkaan Allah”.
(Selesai dari “Ahkam Ahlidz Dzimmah”/Ibnul Qayyim/hal. 69).

Demikian pula kegembiraan sebagian kaum Muslimin terhadap syiar-syiar Nashara, itu semua adalah hiasan-hiasan dari syetan, maka tidak boleh mereka mengikuti langkah-langkah syetan.

Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah رحمه الله berkata: “Dan kebanyakan amalan-amalan yang dikisahkan dari orang-orang Nashara itu, dan juga amalan yang tidak diceritakan; syetan telah menjadikan itu tampak indah di mata kebanyakan dari orang yang menyatakan diri mereka adalah Muslimin, dan syetan menjadikan amalan-amalan tadi diterima di hati mereka dan diperlakukan dengan persangkaan yang baik”. (“Iqtidhaush Shirathil Mustaqim”/1/hal. 437).

Maka turut bergembira dengan hari raya orang kafir, atau memberikan ucapan selamat atas hari raya mereka adalah merupakan penyerupaan diri dengan dengan mereka, dan hal itu tidak boleh. Dalil-dalil yang melarang menyerupakan diri dengan mereka itu banyak dan telah dikenal di dalam Al Qur’an dan As Sunnah.

Syaikhul Islam Taqiyyuddin Ibnu Taimiyyah رحمه الله berkata: “Jika penyerupaan diri dalam perkara yang kecil saja menjadi sarana dan perantara untuk terjerumus ke dalam sebagian keburukan, dan itu adalah diharamkan, maka bagaimana jika hal itu menyebabkan orang terjerumus ke dalam kekufuran, berupa mencari berkah kepada salib dan air pembaptisan, atau perkataan seseorang: “Sesembahan kita itu sama, sekalipun jalan ibadah kita berbeda-beda”, atau ucapan dan perbuatan yang semacam itu yang mana hal itu mengandung keyakinan bahwasanya syariat Nasrani dan Yahudi-yang telah dirubah dan telah dihapus itu- bisa menyampaikan pemeluknya kepada Allah, atau karena orang tadi menganggap baik sebagian dari ajaran mereka, yang mana hal itu menyelisihi agama Allah, atau dia memang memeluk agama tadi, atau memeluk agama yang lain lagi, yang mana hal itu adalah kekufuran kepada Allah, kepada Rasul-Nya, kepada Al Qur’an, dan kepada Islam tanpa ada perselisihan di antara umat yang terbaik ini bahwasanya hal itu adalah kekufuran.
Dan asal dari itu semua adalah karena penyerupaan (dengan umat lain) dan persekutuan (dengan mereka dalam perayaan mereka)”. (“Iqtidhaush Shirathil Mustaqim”/1/hal. 439).

Al Imam Sirajuddin Umar Al Bulqiniy Asy Syafi’iy رحمه الله ditanya tentang seorang Muslim yang berkata pada seorang dzimmiy pada salah satu hari raya mereka: “Ini adalah hari raya yang diberkahi untukmu”, apakah si Muslim tadi menjadi kafir ataukah tidak?

Beliau menjawab: “Jika si Muslim tadi mengucapkan itu kepada si dzimmiy dengan maksud untuk mengagungkan agama mereka atau hari raya mereka, maka dia menjadi kafir. Akan tetapi jika dia tidak bermaksud demikian, hanya saja perkataan tadi sekedar terucap di lidahnya, maka dia tidak kafir karena dia mengucapkan perkataan tadi tanpa kesengajaan”. (Sebagaimana dalam “Mawahibul Jalil Fi Syarhi Mukhtashari Khalil”/6/hal. 289).

Pembicaraan tentang Hari Raya Natal menyebabkan kita juga membicarakan perayaan Tahun Baru Masehi (penanggalan berdasarkan kelahiran Yesus).

Apabila penggunaan penanggalan Masehi saja termasuk penyerupaan terhadap Nasrani; maka perayaan Tahun Baru Masehi itu lebih besar perkaranya daripada penggunaan tanggalan mereka, dan lebih keras keharamannya.

وقد سئل علماء اللجنة الدائمة برياسة الإمام ابن باز –رحمه الله-: ما حكم التعامل بالتاريخ الميلادي مع الذين لا يعرفون التاريخ الهجري ؟ كالمسلمين الأعاجم ، أو الكفار من زملاء العمل؟
فأجابوا –جزاهم الله خيراً-: لا يجوز للمسلمين التأريخ بالميلادي ؛ لأنه تشبه بالنصارى ، ومن شعائر دينهم ، وعند المسلمين والحمد لله تاريخ يغنيهم عنه ، ويربطهم بنبيهم محمد - صلى الله عليه وسلم - ، وهو شرف عظيم لهم ، وإذا دعت الحاجة يجمع بينهما .
("فتاوى اللجنة الدائمة للبحوث العلمية والإفتاء" /27/ ص164).

Ulama Lajnah Daimah di bawah kepemimpinan Al Imam Ibnu Baz رحمه الله ditanya: “Apa hukum bermuamalah dengan penanggalan Masehi bersama dengan orang yang tidak tahu tentang penanggalan Hijriyah, semacam orang Islam yang non Arab, atau rekan pekerja dari kalangan orang kafir?”

Maka mereka جزاهم الله خيراً menjawab: “Tidak boleh bagi kaum Muslimin untuk memakai penanggalan Masehi; karena hal itu menyerupai perbuatan orang-orang Nasrani, dan itu adalah termasuk dari syi’ar agama mereka. Sementara itu kaum Muslimin memiliki penanggalan yang mencukupi mereka والحمد لله, dan mengikat mereka dengan Nabi mereka Muhammad ﷺ, dan itu adalah kemuliaan yang agung untuk mereka. Tapi jika hajat mengharuskan mereka untuk menggabungkan di antara dua penanggalan itu; hal itu boleh mereka lakukan”.
(“Fatawal Lajnatid Daimah”/27/hal. 164).

وقال علماء اللجنة الدائمة برياسة الشيخ عبد العزيز بن عبد الله آل الشيخ –جزاهم الله خيراً- في مناسبة الاحتفال بعام مسيحي: ... لا تخلو هذه المناسبة وأشباهها من لبس الحق بالباطل ، والدعوة إلى الكفر والضلال والإباحية والإلحاد ، وظهور ما هو منكر شرعا ، ومن ذلك : الدعوة إلى وحدة الأديان ، وتسوية الإسلام بغيره من الملل والنحل الباطلة ، والتبرك بالصليب ، وإظهار شعائر الكفر النصرانية واليهودية ، ونحو ذلك من الأفعال والأقوال التي تتضمن : إما كون الشريعة النصرانية واليهودية المبدلتين المنسوختين موصلة إلى الله ، وإما استحسان بعض ما فيهما مما يخالف دين الإسلام ، أو غير ذلك مما هو كفر بالله وبرسوله وبالإسلام بإجماع الأمة . هذا فضلا عن كونه وسيلة من وسائل تغريب المسلمين عن دينهم .
(انتهى المراد من "فتاوى اللجنة الدائمة"/27/ص170).


Ulama Lajnah Daimah di bawah kepemimpinan Fadhilatul Mufti Asy Syaikh Abdul Aziz bin Abdillah Alusy Syaikh جزاهم الله خيراً berkata tentang poin-poin bahayanya perayaan tahun baru 2000 Masehi:
“... Perayaan tadi dan yang semisalnya itu tidak kosong dari pencampuran kebenaran dengan kebatilan, ajakan kepada kekufuran, kesesatan, ibahiyyah (pembolehan segala perkara –pen), ilhadiy (penyimpangan yang jauh dari Islam –pen), bermunculannya perkara yang diingkari oleh syariat, di antaranya adalah: ajakan kepada persatuan agama, penyamaan Islam dengan agama-agama dan aliran-aliran yang batil lainnya, mencari berkah dari salib, menampakkan syi’ar-syi’ar kekufuran Kristen dan Yahudi, serta perbuatan-perbuatan dan ucapan-ucapan yang semacam itu yang mengandung dakwaan bahwasanya syariat Kristen dan Yahudi –yang sebenarnya telah dirubah-rubah (oleh pemeluknya –pen) dan dimansukh (dihapus oleh Allah -pen) itu mampu menyampaikan hamba kepada Allah, atau memandang bagusnya sebagian ajaran mereka yang menyelisihi agam Islam, atau amalan-amalan lainnya yang hal itu merupakan kekufuran pada Allah, pada Rasul-Nya dan pada Islam dengan kesepakatan umat ini. Inilah kenyataannya, lebih-lebih lagi dia itu adalah salah satu sarana untuk menjauhkan kaum Muslimin dari agama mereka sendiri.

Yang ketiga: telah banyak sekali dalil-dalil dari Al Qur’an dan As Sunnah serta atsar-atsar yang shahih yang melarang kita menyerupai orang-orang kafir di dalam perkara yang menjadi kekhususan mereka. Di antaranya adalah menyerupai mereka di dalam hari-hari raya dan perayaan-perayaan mereka. Id adalah istilah yang mencakup hari yang terulang-ulang yang diagungkan oleh orang-orang kafir, atau tempat yang di situ orang-orang kafir mengadakan pertemuan keagamaan. Dan segala perkara yang mereka buat-buat di tempat atau waktu tersebut, maka itu adalah Id. Maka larangan yang ada itu bukanlah dikhususkan pada hari raya mereka saja, tapi bahkan terhadap segala perkara yang mereka agungkan; berupa waktu dan tempat yang sebenarnya tidak punya hubungan dengan agama Islam. Segala amalan yang mereka buat-buat di dalam perayaan tadi juga masuk ke dalam larangan tersebut. Demikian pula hari sebelumnya dan hari setelahnya yang dibuat bagaikan pembukaan dan penutupan untuk perayaan tadi, sebagaimana hal itu diingatkan oleh Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah رحمه الله تعالى.

Termasuk dalil yang datang untuk melarang menyerupai orang-orang kafir di dalam hari raya mereka adalah firman Allah ta’ala manakala menyebutkan sifat-sifat para hamba Allah yang beriman:

﴿وَالَّذِينَ لَا يَشْهَدُونَ الزُّورَ﴾ ] سورة الفرقان: 72 [

“Dan orang-orang yang tidak menyaksikan Az Zur (kedustaan/kepalsuan)”

Sekelompok Salaf seperti Ibnu Sirin, Mujahid, Ar Rabi’ bin Anas menafsirkan bahwasanya kepalsuan tadi adalah: hari-hari raya orang-orang kafir.

Dan telah pasti dari Anas bin Malik رضي الله عنه bahwasanya beliau berkata:

قدم رسول الله ﷺ المدينة ، ولهم يومان يلعبون فيهما، فقال: «ما هذان اليومان؟» قالوا: كنا نلعب فيهما في الجاهلية، فقال رسول الله ﷺ: «إن الله قد أبدلكم بهما خيرا منهما : يوم الأضحى ويوم الفطر». خرجه الإمام أحمد وأبو داود والنسائي بسند صحيح.

“Rasulullah ﷺ tiba di Madinah dalam keadaan mereka punya dua hari yang di situ mereka bermain-main, maka beliau bertanya: “Dua hari apakah ini?” Mereka menjawab: “Kami dulu bermain-main di dua hari itu pada masa Jahiliyyah”. Maka Rasulullah ﷺ bersabda: “Sesungguhnya Allah telah menggantikan untuk kalian dengan dua hari yang lebih baik daripada dua hari itu, yaitu: Hari Adha dan Hari Fitri”.
Diriwayatkan oleh Al Imam Ahmad, Abu Dawud dan An Nasaiy dengan sanad yang shahih.

Dan telah shahih dari Tsabit ibnudh Dhahhak رضي الله عنه bahwasanya beliau berkata:

نذر رجل على عهد رسول الله ﷺ أن ينحر إبلا ببوانة ، فأتى رسول الله ﷺ فقال : إني نذرت أن أنحر إبلا ببوانة ، فقال النبي ﷺ: «هل كان فيها وثن من أوثان الجاهلية يعبد؟» قالوا : لا ، قال : فهل كان فيها عيد من أعيادهم؟ قالوا: لا ، قال رسول الله ﷺ: «أوف بنذرك ، فإنه لا وفاء لنذر في معصية الله، ولا فيما لا يملك ابن آدم».

“Ada seorang lelaki yang bernadzar di masa Rasulullah ﷺ untuk menyembelih onta di daerah Buwanah, lalu dia mendatangi Rasulullah ﷺ seraya berkata: “Sesungguhnya saya bernadzar untuk menyembelih onta di daerah Buwanah. Maka Nabi ﷺ bertanya: “Apakah di situ dulunya ada salah satu dari berhala jahiliyyah yang disembah?” Mereka menjawab: “Tidak”. Nabi ﷺ bertanya: “Apakah di situ dulunya ada salah satu dari hari raya mereka?” Mereka menjawab: “Tidak”. Nabi ﷺ bersabda: “Tunaikanlah nadzarmu, karena sesungguhnya tidak boleh menunaikan nadzar di dalam kemaksiatan pada Allah, ataupun di dalam perkara yang tidak dimiliki anak Adam”.
Diriwayatkan oleh Abu Dawud dengan sanad yang shahih.

Umar Ibnul Khaththab رضي الله عنه berkata:

لا تدخلوا على المشركين في كنائسهم يوم عيدهم فإن السخطة تنزل عليهم.
“Janganlah kalian memasuki tempat-tampat kaum musyrikin di gereja-gereja mereka pada hari raya mereka, karena sesungguhnya kemurkaan itu turun menimpa mereka”.

Dan Umar juga berkata:

اجتنبوا أعداء الله في عيدهم.

“Jauhilah para musuh Allah di hari raya mereka”.

Dan dari Abdullah bin Amr ibnul Ash رضي الله عنهما yang berkata:

من بنى ببلاد الأعاجم فصنع نيروزهم ومهرجانهم وتشبه بهم حتى يموت وهو كذلك حشر معهم يوم القيامة .

“Barangsiapa membangun di negara orang-orang non Arab (yang kafir –pen), lalu dia membuat Nairuz dan Maharjan mereka, juga dia menyerupai mereka hingga dia mati dalam keadaan seperti itu, dia akan dikumpulkan pada hari Kiamat bersama mereka”.
(Rujuk semuanya di dalam “Fatawal Lajnatid Daimah”/27/hal. 167-171).
--------------------------

Dijawab Oleh : Asy Syaikh Abu Fairuz Abdurrahman bin Soekojo Al Qudsiy Al Jawiy Hafidzahullah )


Sumber Channel Telegram: fawaidMaktabahFairuzAddailamiy
Diberdayakan oleh Blogger.