Asma was sifat - tidak di boleh buat permisalan
Soalan
Dalam kelas malam yang dua hari sudah, antum ada cerita tentang yang Kisah Bani Israil yang bayi itu, yang ada lelaki yang dia doa, yang ibu dia doa, bukan Juraij, selepas Juraij.
Kemudian antum ada cerita pasal, apa nama, boleh maknanya bila Rasulullah menceritakan berkenaan bayi itu, Rasulullah tunjukkan dengan jari dia.
Kemudian antum juga ada cerita tentang kisah Nabi Musa, yang mana Allah subhanahu wa taala menunjukkan kelingkingnya ke sebuah gunung, dan Rasulullah menunjukkan macam mana. Ye, Rasulullah mengeluarkan ujung jari kelingkingnya.
Kemudian ana pernah terbaca yaitu berkenaan dengan Ibnu Batutah, tak silap ana, yang dia kan pergi berhenti dekat suatu tempat kemudian dia bilang, Syeikhul Islam Ibnu Taimiyah, dia tunjuk macam mana Allah turun ke langit dunia tu, dia turun dari mimbar tu.
*Jadi ini macam mana dia punya peletakannya, ana kurang faham.*
Jawapan
Thoyyib. Jadi, kalau terkait dengan hak Allah, terkait dengan asma wa sifat, kita tidak boleh membuat permisalan.
فَلَا تَضْرِبُوا لِلَّهِ الْأَمْثَالَ ۚ إِنَّ اللَّهَ يَعْلَمُ وَأَنتُمْ لَا تَعْلَمُونَ (74)
د
*Maka jangan kalian membuat permisalan untuk Allah karena Allah tahu dan kalian tidak tahu.*
Tapi apa, Rasulullah membuat, yaitu apa memberikan contoh, tapi kata para ulama, contohnya di sini bukan sebagai apa, bukan sebagai tasybih (penyerupaan), sebagai apa itu berarti mata Allah seperti ini, telinga Allah seperti ini.
Tapi maksudnya adalah من باب التوكيد, menguatkan yang betul-betul ketika Allah taala berfirman,
وكان الله سميعا وبصيرا
Sesungguhnya Allah Maha Mendengar lagi Maha Melihat.
Rasulullah memang mengisyaratkan ke pendengaran dan penglihatan beliau. Ini bukan mengatakan mata Allah seperti mata kita, telinga Allah seperti telinga kita, bukan itu. Tapi maksudnya adalah *tahkiq dan taukid,* betul-betul memang Allah punya pendengaran dan punya penglihatan.
Ma'ruf jelas apa? Tidak mungkin mata Allah sama dengan mata makhluk, dhoif sekali mata makhluk itu.
Demikian pula ketika Rasulullah sallallahu alaihi wasallam membacakan ayat itu tadi apa itu?
فَلَمَّا تَجَلَّىٰ رَبُّهُ لِلْجَبَلِ جَعَلَهُ دَكًّا
Manakala Rabb-nya menampakkan diri ke gunung dia menjadikan gunung itu hancur.
Lalu Rasulullah sallallahu alaihi wasallam. Rasulullah mengeluarkan ujung jari kelingkingnya mengatakan demikian, lalu gunung itu pun hancur.
Bukan maksudnya jari Allah sama dengan jari kita. Jelas seberapa kita ini jari kita. Jari Allah mampu untuk menampung seluruh makhluk tapi apa ini adalah sebagai taukid penguatan, betul-betul Allah memang punya jari dan memang sebagai apa?
Penjelasan yang Allah tampakkan kepada gunung belum semua dzatnya. Baru sekedar ujung kelingking saja.
Jadi di sini bukan sebagai tasybih dalam artian apa, sama dengan kita, tapi memang sebagai tahkiq dan taukid. Betul-betul itu yang terjadi dan bahwasanya memang Allah punya yang disebutkan itu. Yaitu apa? Allah punya pendengaran, Allah punya penglihatan.
Demikian pula di Shahih Bukhari Muslim dari hadis yang telah kita lewati hadits Ibni Umar, yaitu apa, "Allah menggenggam seluruh bumi dengan tangannya dan menggulung langit dengan tangan kanannya, lalu menggoncangkannya.
Lalu Rasulullah menggoncangkan mimbar. Mimbar atau kursi kalau tidak salah? Mimbar ya waktu itu. Kemudian sampai kami mengatakan, "Pasti mimbar itu akan menjatuhkan beliau."
Thoyyib, bukan berarti cara menggoncangkannya macam itu tapi sebagai taukid bahwasanya memang betul-betul Allah menggoncang bukan kiasan seperti yang digambarkan oleh para ahli kalam. Itu sekedar kata-kata kiasan, itu majaz saja dan seterusnya. Bukan, betul-betul menggoncangkan.
Dan beberapa dalil banyak sekali, jadi apa? Ini yang dikatakan sebagai *qiyas aulawi*, yaitu boleh menggambarkan tapi dalam artian apa, yang hanya dicontohkan oleh nabi, tidak boleh lebih dari itu.
Dan inilah yang dipahami oleh para tabi'in dan para sahabat. Kenapa? karena ketika hadits tadi, kisah masaalah Allah menampakkan kelingking pada gunung itu, ini adalah diriwayatkan oleh Humaid dari Tsabit dari Anas. Humaid, ketika melihat bahwasanya Tsabit mengeluarkan jari kelingkingnya, maka beliau mengatakan, "Apa yang Anda inginkan dari ini Ya Abu Muhammad, yaitu mengingkari. Maka dadanya dipukul oleh gurunya yaitu apa, Tsabit bin Aslam al Hunani, mengatakan, "Siapa kamu wahai Humaid dan apa kamu ini? Saya meriwayatkan seperti yang disebutkan oleh Anas dari Rasulullah, lalu kamu tanya macam ini. Berarti apa. Memang tabi'in mempraktikkan itu karena memang sahabat mempraktikkan itu, karena melihat Rasulullah mempraktikkan itu. Dan Allah menyetujui Rasulullah melakukan itu. Berarti setakat, sebatas apa yang di contohkan oleh nabi sahaja. Ini yang terkait dengan masalah hak Allah, masaalah tauhid asma was sifat.
Tidak boleh kita membuat untuk yang lain-lain.
Adapun untuk yang sebagai keumuman dalam cara mengajar boleh kita dengan apa praktik dan itu dalilnya banyak sampai di situ saja. Adapun untuk asma-was sifat sebatas apa yang dicontohkan oleh nabi saja.
Adapun yang ditulis oleh Ibnu Batutah dalam rihlah dia, dia sampai di sana, sampai di Masjid Jami' kalau tidak salah, Damaskus atau dimana itu, lalu dia lihat Ibnu Taimiyah mengatakan Allah taala turun ke langit dunia seperti cara saya turun. Kemudian turun dari mimbar lalu Syaikhul Islam dipukuli oleh masyarakat dan seterusnya.
Kata para ulama ini dusta Ibnu Batutah, karena di tanggal itu Syaikhul Islam masih di dalam penjara. Sudah sekian lama di penjara karena fitnahnya orang-orang Sufi.
Jadi memang dia dusta atau yang dia lihat adalah mungkin apa? Jin atau apa? Karena orang-orang Sufi biasa didatangi oleh jin. Ahlus sunnah alhamdulillah Allah jaga, tidak sering didatangi oleh jin. Tapi orang Sufi karena terlalu suka yang khurafat-khurafat, jin memang menampakkan diri, melihat apa yang kita sendiri tidak lihat. Jadi yang melakukan adalah apa, jin. Itu kalau Ibnu Batutah jujur, tapi yang betul adalah apa, boleh jadi dia dusta. Sementara Sheikhul Islam, beliau di dalam penjara.
Thoyyib, jadi Sheikhul Islam tidak pernah mencontohkan yang macam itu. Dan itu sudah ana tulis kalam-kalam Sheikhul Islam tentang masalah itu di dalam pembelaan terhadap Syaikhul Islam. Beliau bahkan mengatakan, "Barang siapa mengatakan Allah turun ke langit dunia seperti turunnya saya ini, maka orang itu kafir."
Tidak mungkin Syaikhul Islam mau melakukan kekafiran diri sendiri, tidak mungkin.
Thoyyib, jadi Itu contoh yang keliru. Siapa pun mencoba melakukan itu, itu keliru. Dan itu juga yang dinukilkan oleh siapa itu *Sirajuddin Abbas*, seorang kiai Indonesia ketika membuat buku apa itu, tujuh puluh tiga kelompok, lalu mengatakan apa, "Salafi itu Mujassimah". Yang betul adalah Ash'ariyah. Sebelum Ash'ari lahir lalu, mana kelompok yang betul. Dia mengatakan yang tadi itu Ibnu Taimiyah mujassim, karena menggambarkan cara Allah turun seperti cara dia turun dari mimbar seperti kata Ibnu Batutah, semuanya sumbernya ke dia.
Sementara siapa yang mentsiqohkan Ibnu Bathutah, mereka tak kisah itu.
واالله اعلم
lni yang pertanyaan tadi itu dari ana sendiri, yang dia mengklaim bahwasanya yang betul dari tujuh puluh tiga kelompok adalah Asy'ari. Kita katakan sebelum Asy'ari lahir berarti semuanya keliru kah? Karena tidak ada yang tahu yang betul, berarti tidak ada akidah yang betul sebelum Asy'ari lahir.
Thoyyib.
والله اعلم
والحمدلله رب العالمين
Sheikh Ibnu Batutah ini, aqidah apa dia ni?
*Dia Asy'ari Sufi.* Dari
ucapan-ucapan dia. Ibnu Khaldun lebih baik dari dia, walaupun kesalahan ada, tapi kata-katanya bagus di muqaddimah dsbnya.
Powered by Todorant (?)
Sumber Channel Telegram: soaljawab_sheikhabufairuz