Hukum Group WhatsApp Khusus Akhwat Dengan Dibimbing Seorang Ustadz
Hukum Group WhatsApp Khusus Akhwat Dengan Dibimbing Seorang Ustadz
TANYA :
Bismillah , ustadz mohon nasehatnya untuk pengguna whatsapp:
1. Bolehkah mengikutkan akhwat digroup ikhwan dan sebaliknya bolehkan mengikutkan ikhwan di group akhwat?
2. Bolehkah di group akhwat , mengikutkan asatidz sebagai tempat untuk tanya jawab?
3. Disuatu group terkadang kita tidak tahu hal anggota atau ikhwan, alhamdulillah kalo ikhwah tsabitin, tapi kalo hizby jadi jadian, apakah langsung ditendang dari group atau bagaimana?
4. Terkadang dalam suatu hp/nomor itu penggunanya ada dua orang, suami istri, dikhawatirkan ada komentar yg kita tidak tahu, apakah itu komentar suami atau istri, bagaimana menyikapi hal tersebut?
Jazaakumullahu khoiron
JAWAB :
Ustadz Abu Zakariya Harits Aljabaly:
Bismillah..
1. Ahsannya tinggalkan dalam rangka menjaga diri dari fitnah..
Sebagaimana sabda Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam :
إن السعيد لمن جنب الفتن
(sesungguhnya orang yg bahagia itu adalah orang yg di jauhkan dari fitnah ).
Jadi usahakan kita semuanya apalagi ahli sunnah wal jama'ah... Untuk menutup pintu pintu fitnah dari semua arah.... Karena fitnah wanita itulah yang paling dahsyat melanda kaum lelaki sebagaimana dalam hadits Usamah bin Zaid yg di riwayatkan oleh imam Bukhari dan Muslim :
ما تركت بعدي فتنة هي أشد على الرجال من النساء
(tidak lah aku tinggalkan fitnah yg lebih dahsyat setelahku terhadap kaum lelaki melainkan wanita).
2. Jawabanya seperti di atas.. ahsannya di tinggalkan dalam rangka untuk menutup pintu pintu fitnah...
3. Di nasehati dulu dengan cara baik dan hikmah serta di jelaskan dengan tegas dan tepat tentunya dg dalil dari alquran dan sunnah.... Adapun selanjutnya kalau tetap membangkang dan lebih memilih pada orang-orang hizbi dan semisalnya maka kita keluarkan dalam rangka memberikan adab pada orang tersebut... Semoga dia berfikir dan dapat hidayah sehingga mau kembali bersama ahlu sunnah tsaabitiin...
4. Yang seperti ini berhati hati.. Dan kewajiban suami mengingatkan istri dan menjelaskan...
ini adalah grup khusus laki laki...
Anti gak boleh ikut campur kecuali melalui perantara suami...
karena suami adalah pemimpin
كلكم راع وكلكم مسؤول عن رعيته.
(masing-masing kalian adalah pemimpin dan masing-masing kalian akan di tanya tentang kepemimpinannya).
Jadi nasehatilah istri dengan cara yg baik dan lembut yang tidak terlepas dari dalil alquran dan sunnah.... Wallohu a'lam.
JAWAB :
Asy Syaikh Abu Fairuz Kudus:
جزاك الله خيرا يا أخي الكريم أبا زكريا.
Jika hubungan pria dan wanita tidak dikendalikan oleh syariat dan tidak diatur oleh agama; akan terjadi kerusakan yang besar sebagaimana terjadi di kalangan Bani Isroil. Dan Rosululloh صلى الله عليه وسلم bersabda:
«إن الدنيا حلوة خضرة، وإن الله مستخلفكم فيها فينظر كيف تعملون، فاتقوا الدنيا واتقوا النساء، فإن أول فتنة بني إسرائيل كانت في النساء». (أخرجه مسلم (7124) عن أبي سعيد الخدرى رضي الله عنه ).
“Sesungguhnya dunia itu manis dan hijau, dan sesungguhnya Alloh itu menjadikan kalian saling menggantikan di dunia itu kemudian Alloh melihat bagaimana kalian beramal. Maka jaga diri kalian dari dunia, dan jaga diri kalian dari perempuan, karena sesungguhnya fitnah yang pertama menimpa Bani Isroil itu terjadi dengan sebab perempuan.” (HR. Muslim (7124) dari Abu Sa’id Al Khudriy رضي الله عنه).
Maka berbagai sarana yang bisa membuka pintu fitnah antara pria dan wanita itu wajib ditutup.
Maka para ulama melarang hubungan surat-menyurat antara pria dan wanita yang bukan mahrom, sekalipun dengan alasan membicarakan masalah agama.
Hendaknya keperluan tadi disampaikan melalui wali si wanita.
Saya pernah menyampaikan pertanyaan kepada sebagian masyayikh:
“Salah seorang pengajar di negri kami membuat grup (majmu’ah) WhatsApp khusus untuk wanita yang membahas tentang fiqh kewanitaan. Tidak ada di dalamnya pria kecuali si pengajar tadi. Maka apa hukum perbuatannya tadi?”
Maka Syaikhuna Abdurroqib Al Kaukabaniy hafizhohulloh mengirimkan surat jawaban:
“Yang aku nasihatkan adalah hendaknya perbuatan tadi ditinggalkan, karena dia mencakup banyak perkara yang mengkhawatirkan, di antaranya adalah: bisa jadi dia akan terfitnah dengan perbincangan di antara para wanita yang bisa jadi membicarakan masalah sampingan, karena terkadang para wanita merasa bahwa mereka hanya berbincang-bincang di majelis khusus untuk wanita.
Di antaranya juga adalah: dikhawatirkan para wali wanita tadi akan mengetahui hakikat urusan mereka. Lalu para wali tadi menuduh si pengajar tadi menyusup untuk mengetahui rahasia kehormatan mereka dengan cara yang licik. Di antaranya juga: perbuatan tadi merupakan pegkaburan dan penipuan yang tidak dituntut oleh suatu kondisi darurat, maka semestinya di pengajar tadi bisa menempatkan istrinya sebagai pengelola majmu’ah tadi, dan si istri bertanya pada sang suami di dalam perkara yang rumit, untuk kemudian si istri menyampaikannya kepada para wanita tadi.
Dan masih ada alasan-alasan lain yang bisa diketahui oleh orang yang cerdas ketika dia merenungkan masalah ini.”
Syaikhuna Thoriq bin Muhammad Al Ba’daniy hafizhohulloh mengirimkan surat jawaban: “Dia tidak boleh berbuat itu. Ini membuka pintu fitnah untuknya. Akan tetapi hendaknya istrinyalah yang berbicara dan berdiskusi dengan para wanita jika dia mampu mengajar. Sang suami merekam dars-dars (kelas pelajaran) dan sang istri mengirimkannya (pada para wanita).”
Syaikhuna Manshur bin Ali Al Adibiy hafizhohulloh mengirimkan surat jawaban:
“Kaidah syar’iyyah dalam masalah yang berlaku khusus untuk para wanita itu bersifat umum, tapi dia itu diikat oleh suatu kondisi darurat. Semoga Alloh menjagamu. Berlapang-lapang dalam masalah ini tidaklah terpuji. Dan jiwa itu lemah. Semoga Alloh memberimu taufiq.”
Syaikhuna Fath Al Qodasiy hafizhohulloh pernah ditanya saat beliau mengajar di masjid Al Fath di Shon’a: “Apa hukum bergabungnya seorang lelaki dalam majmu’ah WhatsApp para wanita?”
Maka beliau menjawab: “Ini tidak boleh, karena hal itu membuka pintu fitnah terhadap pria dan para wanita.”
Pemilik majmu’ah “Multaqo Thullab Wa Ahbab Dammaj” menukilkan bahwasanya Syaikhuna Fath Al Qodasiy hafizhohulloh pernah ditanya:
“Apa hukum seorang wanita yang bukan mahromah masuk ke dalam majmu’ah WhatsApp para pria?”
Maka beliau menjawab:
“Wanita tidak boleh bercampur dengan para pria dalam majmu’ah-majmu’ah. Ini termasuk dari fitnah.”
Itu dalam kondisi mereka itu banyak orang.
Maka bagaimana jika surat-menyurat tadi hanya dua orang yang bukan mahrom: pria dan wanita? Tentu saja fitnahnya jauh lebih besar.
Kita sudah mendapati kejadian-kejadian di tanah air, bagaimana rumah tangga menjadi berantakan disebabkan oleh hubungan SMS antar HandPhone, yang pada awalnya dihiasi dengan alasan agama, tapi kemudian berlanjut dengan hubungan pribadi.
Api yang besar itu seringkali bersumber dari bara atau percikan api kecil yang diremehkan.
Lalu beliau mengatakan bhw dialog itu menduduki posisi melihat.
Beliau juga bilang bahwa menjaga diri itu lebih baik daripada mengobati.
Beliau menyuruh untuk menjauhi amalan tadi.
Syaikhuna Yahya Al Hajuriy hafizhohulloh dlm kitab "Al Kanzuts Tsamin" bagian "Syadzarot Min Awailid Durus" ditanya ttg hukun berbincang-bincang lewat telpon dg wanita yang hendak dikhithbah.
Maka beliau menjawab bhw hal itu membuka fitnah.
Bicara denganya hanya boleh saat nazhor dan disertai wali wanita.
إن شاء الله
Dalam fatwa fatwa tadi ada pelajaran penting dari para ulama kita.
والحمد لله رب العالمين.
(Pertanyaan dari Abu Abdirrohman Risdimansyah Kalbar, kiriman dari Abu Fatih Pinrang حفظهما الله)
Sumber Channel Telegram: fawaidMaktabahFairuzAddailamiy