Header Ads

TENTANG UCAPAN "ALLAH ﷻ BERFIRMAN", "RASULULLAH ﷺ BERSABDA" , DAN MENGARTIKAN ISTIWA' DENGAN "BERSEMAYAM"

TENTANG UCAPAN "ALLAH ﷻ BERFIRMAN", "RASULULLAH ﷺ BERSABDA" , DAN MENGARTIKAN ISTIWA' DENGAN "BERSEMAYAM"


Bismillaah...
السلام عليكم ورحمة الله وبركاته.

Titip pertanyaan untuk syaikh.
Afwan apakah perkataan kita ketika.
Alloh berfirman atau Rosululloh bersabda...
Tidak dibenarkan dg alasan klo pakai berfirman itu ada  penyelewengan dari sifat Alloh yaitu al kalaam..jadi yg cocok katanya ketika berdalil harus hindari ucapan ini dan yg benar kita katakan saja...
قال الله
Atau
قال رسول الله...
Dan klo mau artikan
Alloh azza wajalla berkata,atau perkataan Alloh...
Dan Rosululloh berkata jangan bersabda:.

جزاك الله خيرا.

----------------

وعليكم السلام ورحمة الله وبركاته.

Itu adalah terjemah yang tidak bertentangan dengan aslinya. Al Qur'an turun dengan Bahasa Arab, dan para ulama sepakat tentang bolehnya menerjemahkannya ke bahasa suatu kaum yang mana kita ingin mendakwahi mereka, asalkan tidak menyimpang dari makna aslinya.

Makna asal (قول) adalah perkataan. Tapi apakah perkataan Allah itu sama dengan perkataan Nabi Muhammad shallallohu alaihi wasallam? Tidak sama kadarnya. Apakah perkataan Nabi itu sama perkataan orang yang tidak ma'shum? Tentu tidak sama kadarnya.

Ternyata di dalam bahasa Indonesia, hal itu dibedakan dengan istilah "Firman", "Sabda", "Kata" dan sebagainya yang mana maknanya sama yaitu: "Ucapan". Tidak ada penyelewengan makna di situ sama sekali. Kalau dikatakan: istilah² tadi diambil dari bahasa orang kafir masa lampau (kawi atau sanskerta dll). Kita jawab: bahasa Indonesia memang asalnya terbentuk dari kata² orang terdahulu sebelum datangnya Islam. Begitu pula bahasa Cina, bahasa Jepang, bahasa Jerman dll. Bahasa mereka terbentuk sebelum datangnya Islam kepada mereka. Maka jika kita melarang menerjemahkan Al Qur'an ke bahasa setiap kaum yang sesuai dengan sastra kaum tadi, pada hakikatnya kita sama saja dengan melarang penerjemahan secara total, atau melarang penerjemahan yang baik, dan itu termasuk sikap berlebihan.

والله أعلم بالصواب.
ونعوذ بالله من الفتن ما ظهر منها وما بطن.

Penanya :

Lagi , afwan.
Apakah mengartikan *istiwa* dengan *bersemayam* itu suatu kesalahan ..?

Jawab:
Perlu dipastikan dalam kamus resmi Bahasa Indonesia.
Adapun dalam kamus yang dikeluarkan oleh Dewan Bahasa dan Pustaka Malaysia, arti "Bersemayam" itu ada dua: 1- duduk. 2- menetap.
Sementara itu,
Terjadi perselisihan di kalangan para Salaf tentang istilah "duduk" untuk "istiwa". Bagi Salaf yang menetapkan makna duduk, maka "bersemayam" boleh masuk kepada salah satu makna istiwa.
Makna "istiwa" menurut Al Imam Ibnul Qayyim rahimahullah adalah: "Tinggi", "Di atas", "Menetap". (Lihat kitab "Nuniyyah Ibnul Qayyim).

Ana lebih memilih makna yang tiga yang terakhir ini di dalam penerjemahan. Maka barangsiapa menerjemahkan "Istiwa" dengan istilah "Bersemayam", yang maknanya menurutnya adalah "Menetap", itu tidak mengapa. Tapi jika makna yang diinginkan adalah "Duduk" hal itu menyelisihi jumhur Salaf. Tapi ana secara pribadi tidak mengingkari dia karena memang ada satu atau dua ulama Salaf yang menetapkan makna "Istiwa" adalah "Duduk". Adapun ana sendiri hanya memilih makna "Tinggi", "Di atas", "Menetap" sesuai yang ditetapkan oleh jumhur Salaf.

والله أعلم بالصواب.

-Selesai-

Dijawab Oleh : Asy Syaikh Abu Fairuz Abdurrahman Bin Soekojo Al Indonesiy Al Jawiy Al Qudsiy وفقه الله
Sumber Channel Telegram: fawaidMaktabahFairuzAddailamiy
Diberdayakan oleh Blogger.